Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Petinju profesional asal Malang, Jawa Timur, Heru Purwanto alias Hero Tito, meninggal dunia setelah koma akibat dipukul KO lawannya.
Pemeriksaan kesehatan petinju sebelum bertanding tidak dilakukan secara detail dan lengkap.
Butuh badan yang mengawasi dan menegakkan regulasi di pentas olahraga profesional, pengganti Badan Olahraga Profesional Indonesia yang dibubarkan pada 2020.
PETINJU profesional Tibo Monabesa tengah berlatih tanding dengan Faisal Panjaitan di United Gym, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat, 18 Maret lalu. Keduanya adalah petinju binaan Armin Tan, promotor pertandingan tinju sekaligus pemilik sasana tinju tersebut. Tibo kini pemegang sabuk juara World Boxing Council International kelas terbang ringan 48,9 kilogram. "Saya rutin berlatih pagi dan sore, setiap Senin-Sabtu," kata Tibo sehabis berlatih.
Sejak awal Januari lalu, Armin mengubah pusat kebugaran miliknya menjadi sasana tinju. Menurut Armin, setelah menggagas acara Holywings Sport Show pada Ahad, 27 Februari lalu, ia membutuhkan tempat latihan yang dekat dengan Jakarta. Apalagi pada Juni mendatang acara itu bakal kembali digelar. "Kami sebenarnya punya sasana di Tangerang, Banten, tapi terlalu jauh kalau harus bolak-balik," ujar pria kelahiran Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada 1979 ini, Jumat, 18 Maret lalu.
Armin bercerita, ia baru mendatangi lagi United Gym setelah kematian petinju Heru Purwanto alias Hero Tito. Hero meninggal setelah melakoni duel tinju terakhirnya dalam Holywings Sport Show yang digagas Armin. Kala itu, petinju asal Malang, Jawa Timur, 35 tahun itu bertarung dengan petinju veteran James Mokoginta untuk memperebutkan gelar juara nasional kelas ringan 61,2 kilogram versi Asosiasi Tinju Indonesia.
Nahas, uppercut—pukulan vertikal dari bawah yang mengarah ke wajah lawan—James pada menit ke-2 ronde ke-7 membuat Hero tergeletak di atas matras ring. Hero mengalami koma dan dirawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, sebelum meninggal pada Kamis, 3 Maret lalu. "Masih terbayang Hero karena dia sempat latihan selama hampir dua bulan di sini," ucap Armin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suasana aktivitas latihan atlet tinju di United Camp, Jakarta, 18 Maret 2022/TEMPO/Muhammad Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Armin menduga Hero menderita luka lama yang diperoleh dari pertandingan-pertandingan sebelumnya. Armin tidak menyangka satu pukulan yang dilayangkan lawan mampu membuat cedera parah di bagian kepala. "Selama ini dia banyak terluka juga. Dia banyak sekali bertanding. Menurut saya, itu akumulasi luka lama," tuturnya.
Selama mengikuti pertandingan Hero, Armin mengaku mendapati kadang pemeriksaan kesehatan tidak dilakukan secara detail dan lengkap, terutama di Indonesia. Karena pemeriksaan tidak detail, Armin menduga ada luka dalam yang tidak terdeteksi sehingga terjadi cedera parah ketika Hero terkena pukulan. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan computerized tomography (CT) scan, kata Armin, jarang dilakukan terhadap petinju yang akan bertanding. Padahal pemeriksaan itu bertujuan memastikan kondisi organ dalam.
Armin menyarankan Menteri Pemuda dan Olahraga serta lima organisasi tinju profesional duduk bersama guna memikirkan keselamatan petinju. Lima organisasi itu adalah Komisi Tinju Indonesia di bawah komando Anton Sihombing, Asosiasi Tinju Indonesia yang dipimpin Manahan Situmorang, Komisi Tinju Profesional Indonesia yang dinakhodai Ruhut Sitompul, Federasi Tinju Profesional Indonesia yang diketuai Milasari Kusumo Anggraini, dan Federasi Tinju Indonesia yang dikepalai Hasurungan Pakpahan.
Armin meminta aturan pemeriksaan kesehatan diperketat seusai kejadian meninggalnya Hero. Pemeriksaan kesehatan yang minimal ada, dia menjelaskan, adalah MRI dan CT scan, juga tes HIV dan hepatitis untuk mengantisipasi kemungkinan adanya luka dalam atau organ dalam yang terganggu sebelum pertandingan. “Saya harap aturan diubah. Jangan memberikan izin pertandingan yang pemeriksaan kesehatannya seadanya,” ujarnya.
Ketua II Federasi Tinju Profesional Indonesia Gondolpus Borlak menyebut insiden kematian Hero sebagai momentum bagi organisasi tinju untuk menggelar penataran bagi wasit dan hakim. Menurut dia, minimnya jumlah pertandingan selama masa pandemi Covid-19 menurunkan kualitas wasit dan hakim tinju. Ia pun meminta dalam pelatihan para wasit video pertandingan Hero versus James diputar. "Video Hero bisa jadi bahan kajian, kekurangannya di mana?" tutur Borlak saat dihubungi, Jumat, 18 Maret lalu.
Borlak, yang berulang kali memimpin pertandingan tinju internasional, mengingatkan para wasit di Indonesia agar memeriksa record book petinju dalam sesi timbang badan. Dalam sesi ini, dia menerangkan, ada kesempatan bagi wasit untuk mengecek riwayat pertandingan petinju. Dalam record book dapat diketahui jarak bertanding petinju dari pertandingan sebelumnya. "Kalau penimbangan badan tidak ada record book, ini harus kita waspadai," ucapnya.
Hal teknis lain yang perlu diperhatikan, kata Borlak, adalah kejelian wasit ketika petinju sudah terpojok oleh lawan. Pukulan telah delapan kali beruntun bisa menjadi patokan. Apalagi kalau pukulan diterima dengan telak, Borlak menyebutkan wasit harus segera menghentikan pertandingan. "Tugas utama wasit adalah menyelamatkan petinju. Jadi kalau lihat pertandingan sudah tidak berimbang, seharusnya disetop," ujarnya.
Borlak juga menyarankan pemerintah membentuk suatu badan yang bisa mengawasi dan menegakkan regulasi di pentas olahraga profesional. Tugas itu, kata dia, sebelumnya dibebankan kepada Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI). Tapi badan ini dibubarkan pada 2020. "Kalau kami menyarankan Menpora membentuk lagi satu badan. Supaya bisa mengawasi langsung olahraga profesional," tuturnya.
Daud Yordan, pemegang World Boxing Council Asian Boxing Council Silver Super Light Title, juga meminta pemerintah menghadirkan regulasi yang ketat untuk atlet tinju. Petinju kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat, pada 10 Juni 1987 ini berharap ada lembaga khusus yang bisa menggantikan BOPI. "Regulasi yang dibuat pemerintah ini mampu menjaga para atlet ketika berkompetisi untuk meminimalkan hal yang tidak diinginkan," kata Daud, Rabu, 16 Maret lalu.
Menurut Daud, peran pemerintah penting karena asosiasi tinju profesional yang terlalu banyak menimbulkan persaingan antarorganisasi. Dampaknya, dia menambahkan, adalah turunnya kualitas perlindungan bagi petinju karena terjadi lomba mendapatkan pertandingan dari para promotor. Organisasi tinju yang menerapkan terlalu banyak aturan tidak bakal dilirik promotor. "Persaingan di antara asosiasi ini yang membuat mereka akhirnya kecolongan dan terjadi kejadian ini," ucapnya.
IRSYAN HASYIM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo