Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah atlet nasional mendominasi panggung cabang olahraga angkat besi Pekan Olahraga Nasional Aceh-Sumatera Utara atau PON 2024. Dari kelas 55 kilogram putra, Muhammad Husni asal Lampung yang menjadi pemenang medali emas, merupakan peraih medali perunggu pada SEA Games 2023 di Kamboja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kelas 61 kilogram putra, medali emas disabet Ricko Saputra yang memenangi medali perak Kejuaraan Angkat Besi Asia 2024. Di kelas 49 kilogram putri, Luluk Diana Tri Wijayana yang memuncaki podium merupakan pemenang medali perunggu SEA Games Kamboja 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian Juliana Klarisa yang memenangi medali emas di kelas 55 kilogram putri, merupakan pemenang medali emas SEA Games 2023. Dari “alumni” SEA Games, juga didapati nama Muhammad Zul Ilmi yang memenangi medali emas kelas 96 kilogram, Tsabita Alfiah Ramadhani di kelas 64 kilogram putri, dan Natasya Beteyob di kelas 59 kilogram putri.
Pada PON XXI Aceh-Sumut, angkat besi mempertandingkan 19 kelas, yang terdiri dari 10 kelas untuk putri dan sembilan kelas untuk putra. Dari ke-19 kelas tersebut, para atlet berlabel nasional masih mendominasi.
Bukan sekadar atlet level nasional, cabang angkat besi PON 2024 juga didominasi atlet yang telah meraih prestasi di level elite dunia. Rahmat Erwin Abdullah yang tahun lalu memenangi medali emas Asian Games Hangzou, Eko Yuli Irawan dan Nurul Akmal yang sudah berstatus Olimpian, bahkan pemenang medali emas Olimpiade Paris 2024, Rizki Juniansyah, jambil bagian.
Motivasi para atlet elit ini berlaga di PON sempat memicu perdebatan. Rizki Juniansyah, saat memenangi medali emas kelas 89 kilogram putra, menilai bahwa kehadirannya adalah untuk memotivasi para atlet lain.
“Kehadiran saya di PON ini adalah untuk memotivasi teman-teman saya, kawan-kawan saya yang bertanding bareng dengan saya, maupun tidak bertanding. Karena ini adalah suatu kejuaraan terbesar di Indonesia, nomor satu, seperti Olimpiade di dunia. Ini adalah juga motivasi untuk ke depannya para atlet bisa lebih semangat lagi,” ucap Rizki.
Di sisi lain, Eko Yuli Irawan yang sudah berkali-kali tampil di Olimpiade, seakan memasang target tinggi untuk cabang angkat besi, terutama di kelasnya. Eko, yang sebagai atlet sudah terbilang senior, menegaskan para juniornya yang harus mengejar pencapaiannya, bahkan harus dapat melampauinya.
“Jadi siap-siap saja, kalau bisa mengalahkan, baru saya turun. Jadi jangan selalu mengandalkan yang senior pensiun baru mereka muncul. Kalau bisa kalahkan yang juaranya, maka level mereka akan di Olimpiade juga,” kata Eko.
Namun angkat besi pada PON XXI bukan hanya cerita dominasi para atlet nasional. Atlet-atlet muda yang melakuan debutnya pada PON kali ini juga berhasil mencuri perhatian.
Firda Khairunnisa mewarnai debutnya di PON dengan raihan medali emas di kelas 87 kilogram putri. Adelia Prasasti pun demikian. Tampil di PON untuk pertama kalinya, ia mampu menjadi yang terkuat pada kelas 45 kilogram putri.
Kisah serupa juga diukir lifter muda Alyamaulida Kartika Pertiwi asal Banten, yang menjadi pemenang kelas 81 kilogram putri. Tidak heran, kini ia berani bermimpi untuk dapat dilirik pelatihan nasional angkat besi agar dapat bertarung di level yang lebih tinggi.
Secara umum, para atlet debutan ini juga merasa senang dapat berada di kompetisi yang sama dengan para atlet Pelatnas. Kehadiran Rizki, Eko, atau Rahmat dinilai mampu mendatangkan aura positif bagi kompetisi cabang olahraga yang sebenarnya kurang populer ini.
Selain ajang adu kuat, cabang olahraga angkat besi pada PON kali ini juga dihiasi cerita mengenai mimpi untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Dua lifter yang membela Aceh, yakni Bambang Wijaya dan Dimas Setiya Darma, merupakan atlet yang mutasi dari Sumatera Utara. Kedua atlet itu mengambil keputusan untuk meninggalkan pelatihan daerah angkat besi Sumatera Utara untuk pindah ke Aceh.
Beberapa masalah yang terjadi di pelatihan daerah asal membuat Bambang dan Dimas memilih untuk hengkang. Hasilnya mereka kini dielu-elukan sebagai atlet yang menyumbang medali emas untuk tuan rumah Aceh.