SEPERTI judul film kita, Maju Kena Mundur Kena, begitulah cerita tenis di Tanah Air. Walau terlambat hampir setengah abad, gerak dunia tenis Indonesia sudah memasuki era tenis modern pada awal tahun ini, yakni diselenggarakannya seri dunia grand prix ATP Tour, yang berhadiah total US$ 300.000. Kemampuan kita menyediakan stadion tenis megah hard court dengan permukaan rebound ace makin menyempurnakan kehadiran era tenis modern di Tanah Air. Apalagi kalau diruntut sebe- lumnya, dengan keberhasilan Yayuk Basuki, yang berada di deretan 50 pemain terbaik dunia. Banyak nilai positif hadirnya era tenis modern di Tanah Air untuk masa mendatang. Seperti halnya memacu upaya untuk belajar lebih banyak guna menyempurnakan cara kerja organisasi pelaksanaan turnamen besar seperti Indonesia Ter- buka yang baru saja usai ini. Kekurangan penyelenggaraan itu pasti ada, seperti keterba- tasan mempromosikan turnamen, perolehan ko-sponsor dadakan, transportasi pemain dari hotel ke lapangan pertandingan, atau penjualan karcis. Ada kesan bahwa hadirnya turnamen ini serba terburu-buru. Kita percaya, pada masa mendatang kekurangan di atas bisa diperbaiki. Apalagi turnamen ini minimal akan hadir di Jakarta dalam kurun waktu empat tahun lagi. Sebab, sponsor utama, yakni Spectrum, sudah mengikat kontrak selama lima tahun. Yang sudah berhasil meningkatkan kemampuan personelnya adalah bidang pertandingan. Kesigapan mereka sampai hal-hal terkecil, misalnya kemampuan para pemungut bola, menunjukkan keterampilan yang pantas dikatakan berhasil dalam melayani para petenis kaliber dunia. Ternyata mereka ini tidak kalah sigap dan gesitnya dibandingkan dengan rekan mereka yang bertugas di event seri grand slam. Demikian juga dengan petugas penjaga garis. Aturan waktu rotasi diterapkan dengan disiplin tinggi. Soal ulah penonton ternyata sudah cukup bagus. Penonton yang menyaksikan pertandingan tenis dunia ini sudah menunjukkan etika yang benar. Misalnya, memasuki stadion dengan agak tertib, tidak berisik pada saat bola dalam permainan, dan hanya bertepuk tangan atau berjalan mondar-mandir ketika bola mati. Tertib sekali seperti di luar negeri memang belum. Kemudian timbul pertanyaan, adakah dampak positif bagi pembinaan prestasi pemain dengan hadirnya turnamen besar world series ini dan pengembangan permainan tenis itu sendiri bagi kita. Tentu saja jawabnya ya. Keberadaan Benny Wijaya, Dede Suhendar, dan Suwandi di babak utama dalam turnamen ini hanya dengan kemudahan wildcard merupakan awal yang bagus. Dari segi peringkat dunia ATP, petenis kita jelas jauh tertinggal, sehingga tidak mungkin bisa masuk langsung babak utama. Tapi hal ini merupakan gejala umum bagi setiap negara yang mencoba masuk dalam persaingan ketat dan keras dalam era tenis modern. Sarana untuk itu sudah cukup memadai. Event internasional mulai dari satellite, challenger, sampai ke ATP tour (putra) dan kraft tour (putri) plus dua event juniornya yang merupakan prasyarat dan secara ber- kesinambungan akan terus digelar setiap tahun. Tinggal kemampuan kita, khususnya pemain, untuk bisa memanfaatkan semaksimal mungkin. Jepang bisa dijadikan contoh. Di negara ini, setiap tahun diselenggarakan dua turnamen yang menyediakan hadiah jauh lebih besar, yakni US$ 750.000. Dua turnamen itu adalah Suntory dan Super Seiko, yang mulai digelar pada tahun 1982. Di kedua turnamen itu pun pada awalnya petenis Jepang hanya memanfaatkan kemudahan wildcard sebagai jatah tuan rumah. Kebetulan pada saat itu petenis Jepang sedang naik daun. Tapi prestasi terbaik para pemainnya masih di tingkat Asia. Setelah sekian lama turnamen itu berjalan, barulah mereka berhasil menempatkan pemainnya langsung ke babak utama tanpa lewat wildcard. Itu karena selama dua-tiga tahun terakhir ini Jepang sudah memiliki tidak kurang dari 10 petenis putri yang berada di peringkat WTA 100 besar dunia dan satu petenis putra di peringkat ATP 100 besar dunia. Selain itu, event internasional juga tumbuh subur di sana. Mulai dari event paling rendah kelas satelitte, challenger, terus ke world series dan kraft tour. Dari data yang ada, tidak kurang dari enam event internasional tergelar secara berkesinambungan setiap tahunnya di Jepang. Ditambah lagi dengan event internasional bagi pemain junior dua kali setahun. Inilah gambaran pengaruh langsung pengembangan permainan tenis yang sekaligus sebagai pemacu prestasi para pemainnya lewat berbagai turnamen. Kompetisi sesama pemain semakin ketat. Perubahan pola kerja di bidang organisasi secara bertahap juga berubah menuju jenjang lebih efektif tapi berkemampuan tinggi dalam pelaksanaan di lapangan. Apakah kita sudah siap memasuki era tenis modern ini? Suka atau tidak suka kita harus menerimanya. Kini bergantung pada kemampuan kita, diiringi dengan keinginan dari khalayak tenis itu sendiri dalam mengantisipasinya. Bila sudah siap, kita dituntut untuk semakin peka mengikuti perkembangan dunia tenis yang terus bergerak maju setiap tahunnya, baik dalam sistem pengembangan organisasi maupun sistem kepelatihan dalam menunjang pencapaian prestasi puncak pemainnya. Untuk mundur, jelas tidak bisa. Karena dalam jangka panjangnya kita sedang mempertaruhkan harkat dan martabat bangsa. Sedangkan untuk melangkah maju, kita segera siap untuk mampu bekerja lebih keras, tekun, dan imajinatif meng- hadapi tantangan perubahan cepat dalam dunia tenis internasional yang menantang. Itulah sebabnya, ''mundur kena, maju pun kena''. Benny Mailili, pengamat tenis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini