Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Banyak Peserta Untuk Satu Emas

Uni Soviet berhasil memboyong piala presiden sebagai juara umum. Indonesia sebagai tuan rumah hanya berhasil merebut 1 emas (herry maitimu). Indonesia kurang persiapan. (or)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA Raya ternyata hanya berkumandang satu kali dalam malam final tinju Piala Presiden ke-5 di Istana Olahraga Senayan 6 Februari. Penghormatan itu diperoleh Herry Maitimu setelah dengan taktik "pukul dan lari" menundukkan Joseph Baja dari Filipina yang bertinju dengan gaya menyerang terus dalam jarak dekat. Tetapi kemenangan pertama di kelas layang itu tidak berhasil merangsang kemenangan hagi dua finalis Indonesia lainnya, Charles Yerisetouw (bantam) dan Sonny Siregar (ringan). Malam final itu menjadi "arena Rusia". Dari enam petinjunya yang masuk final, lima orang berhasil merebut emas. Sehingga Uni Soviet kembali memboyong Piala Presiden sebagai juara umum. Kelima petinju Uni Soviet itu ialah Krisvoshein Alexander (bantam), Mkrtycian Vachik (ringan), Akophosian Israel (welter), Laptev Balery (menengah ringan) dan Sabiev Ramzan (berat ringan). Mesir menggondol dua medali emas dari tangan El Komey (terbang) dan M. Abdul Gawat (menengah). Amerika Serikat satu emas dari Paul Lucas (bulu), Korea satu emas dari Kim Dong Kil (welter ringan) dan Italia dari Damiani (berat). Di kelas welter ringan, Adi Swandhana, andalan publik yang menjejali 8.000 tempat duduk ternyata dikalahkan emosinya sendiri. Ia bertinju dengan buas, tetapi pukulan-pukulannya yang keras itu dengan mudah dielakkan petinju Bruno dari Italia. Ronde ketiga dia kehabisan tenaga dan Bruno menggunakan kesempatan ini untuk menaklukkannya. "Swandhana punya power, tapi dia kurang menggunakan akalnya," ujar Jeff Getter, petinju AS yang mengundurkan diri karena cedera tangan, tapi terpilih sebagai petinju favorit. "Saya benar-benar terpancing dan tak bisa mengendalikan emosi untuk meng-KO lawan," kata petinju asal Bali itu menyesal kemudian. Kualifikasi Menghadapi lawan dengan kepala panas, itu jugalah yang menjadi titik lemah Charles Yerisetouw. Sampai ronde kedua Charles berhasil membikin kecewa petinju Uni Soviet, Krisvoshein Alexander. Petinju yang punya pukulan keras tapi jangkauan tangan yang pendek itu berhasil diganggu Charles dengan pukulan-pukulan jab. Tapi pada ronde ketiga akal Alexnader mulai jalan. Ia seolah sudah kepayahan mengikuti gerakan Charles yang lincah. Begitu Charles merasa dapat angin dan menyerbu, Alexander bangkit dan balik menyerang. Ronde ke-3 ini merupakan ronde kemenangan mutlak buat petinju Uni Soviet itu. Lari Terus Vua ronde terdahulu kelihatannya sudah di tangan Charles. Orang Rusia kurang pandai berbasa-basi dan seorang pelatih Uni Soviet di luar ring berkata kepada salah seorang pelatih Indonesia Carol Renwarin "Sebenarnya anak asuhanmu yang memenangkan partai itu." Dalam pertandingan kelas ringan banyak yang kecewa pada penampilan onny Siregan Suksesnya meng-KO petinju Brian Rosk (Pakistan) ternyata tidak membekas ketika di final dia berhadapan dengan Mkrtycian Vachik. Tangan kanannya yang berhasil menjungkalkan petinju Pakistan itu, pada malam final hanya digunakan untuk menjaga jarak. Dia berputar-putar terus menghindari Vachik yang biasanya punya pukulan-pukulan terarah. Carol lenwarin kurang puas. Katanya: "Semua petinju bisa seperti Sonny bertahan tiga rande, tapi dengan lari terus . . " Indonesia yang bertindak sebagai tuan rumah dan menurunkan 31 E etinju dalam lima tim, ternyata kurang persiapan. Pemberitahuan resmi dari PS Pertina baru diterima di daerah 10 Januari.Pelatih Carol Renwarin yang bermarkas di Jayapura memang sudah tahu mengenai jadwal Piala Presiden. Tapi tanpa surat panggilan dari PB Pertina, katanya, alasan untuk memanggil petinju kurang kuat. Sehingga latihan hanya berlangsung seminggu. "Paling tidak saya memerlukan tiga bulan," kata pelatih Tim Indonesia Merah itu. Uni Soviet sendiri nampaknya tidak memerlukan persiapan khusus untuk Piala Presiden ini. Sebab di sana ada sekitar 8.000 sekolah olahraga, dan tinju mulai diajarkan sejak umur 9 atau 10 tahun. Manajer tim Uni Soviet Samsonov, mengakui tim yang dibawanya adalah "petinju yang baru jadi". Mereka dipersiapkan selama 20 hari di pemusatan latihan hanya untuk meningkatkan fisik dengan frekuensi latihan perhari diperbanyak sampai tiga kali. Selain persiapan yang kurang, tim Indonesia juga dikritik karena mengirimkan petinju-petinju yang belum masanya naik ke ring pertarungan tingkat internasional seperti Piala Presiden ini. Roy Reagan, Tono Anggono ddn Irwansyah yang belum pernah bertinju di tingkat kejuaraan nasional dianggap terlalu pagi untuk naik ring. "Kita haruslah memperhitungkan kecemasan masyarakat akhir-akhir ini terhadap bahaya tinju. Kalau yang bertinju punya kualifikasi yang cukup, maka kecemasan itu bisa diatasi. Karena pertarungan yang tak berimbang bisa dihindari," kata Syamsul Anwar, petinju nasional yang juga penulis komentar tinju. Tranggono, Sekjen PB Pertina melihat turnamen internasional yang memakan biaya Rp 80 juta itu sebagai kesempatan emas. "Kapan lagi kita bisa menampilkan petinju sebanyak ini kalau bukan di sini. Jumlah yang banyak dengan sendirinya akan menghasilkan kualitas," katanya. Dan memang tanpa tiga finalis dari Indonesia malam itu, panitia nampaknya akan kesulitan dalam memancing arus penonton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus