MEREKA dikawal polisi, dikenakan jam malam, dan dilarang masuk
kota. Itulah 1.200 mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM),
Yogyakarta, yang sejak 25 Januari ber-KKN (kuliah kerja nyata
di empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta selama sebulan.
Tapi mengapa polisi? Sebenarnya KKN awal semester 11 di
universitas tersebut hampir tak jadi dilaksanakan. Ada surat
edaran Dirjen Pendidikan Tinggi, 25 November 1981, yang meminta
semua universitas negeri menyelesaikan program KKN sebelum akhir
Desember lalu. Surat edaran itu masih dilampiri surat Dirjen
Sospol Depdagri, yang menyarankan kegiatan KKN 1982 agar ditunda
sampai selesainya sidang umum MPR nanti. Kalau KKN harus
dilaksanakan juga, kata surat tersebut, hendaknya dilakukan
antara Juli dan Oktober (sesudah pemilihan umum). Dan "harus
konsultasi dengan Laksusda setempat."
Hingga Februari ini, memang tak terdengar ada perguruan tinggi
negeri lain yang melakukan KKN. Tapi bagi UGM permintaan kedua
lembaga pemerintah itu agaknya sulit dipenuhi. Masalahnya,
ketentuan sistem kredit semester. UGM punya peraturan bahwa
seorang mahasiswa baru diperbolehkan mengikuti kuliah praktek
pada semester tertentu, bila ia telah melakukan KKN pada awal
semester itu.
Maka mahasiswa UGM, yang mengambil kuliah praktek pada semester
kedua kini, mau tak mau memang harus ber-KKN dalam Januari atau
Februari ini. Kecuali, tentu saja, bila kuliah prakteknya
diundurkan.
"Kalau KKN diundurkan setelah pemilu, nasib saya bisa
berantakan," kata Sugiharjo, mahasiswa Fak. Teknik. "Wisuda saya
pun akan ikut tertunda." Dan buntutnya bisa macam-macam. Ongkos
bertambah (terpaksa membayar pondokan lebih banyak, misalnya),
juga pencarian lapangan pekerjaan tertunda.
Pihak UGM--diwakili Direktur Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM
Prof. Soedjito, Ketua Pelaksana KKN drg. Soelistiono, dan dosen
Ir. Gatot Mardjito--lantas berunding dengan Muspida dan keempat
Bupati di wilayah DIY. Tak gampang perundingan itu dicapai.
Namun, 30 November, kesepakatan diteken setelah Wakil Gubernur
DIY sendiri, Sri Paku Alam VIII, turun tangan. Wakil Sri Sultan
Hamengkubuwono IX ini menjamin bahwa mahasiswa UGM tak akan
berbuat yang bukan-bukan.
Peranan Wanita
Paku Alam memberikan alasannya kepada TEMPO bahwa selama ini KKN
UGM memuaskan, seperti penanaman bibit pertanian, pembuatan
kolam ikan dan pembenahan administrasi desa di berbagai
kelurahan . "Belum pernah ada permintaan masyarakat desa agar
mahasiswa jangan masuk desa," tambahnya.
Tapi KKN UGM kali ini memang istimewa. Jaminan Sri Paku Alam
masih harus disertai sejumlah persyaratan. Misalnya, program
yang bersifat penyuluhan, atau ceramah dikurangi. Yang bersifat
bimbingan kerja diperbanyak. Mahasiswa diminta membuat program
secara mendetil -- harus disebutkan jam-jam program itu
dilaksanakan.
Program KKN UGM itu biasa-biasa saja: peningkatan pemugaran
rumah, penyuluhan peranan wanita, pembenahan program desa
terutama masalah administrasi pedesaan.
Setelah sekitar 10 hari berjalan, KKN yang agak bersuasana
tegang ini rupanya memang "kurang sreg." Bahkan Camat Pajangan,
Kabupaten Bantul, menilai KKN kini "kurang bermanfaat bagi
masyarakat desa, karena geraknya terbatas di siang hari saja."
KKN yang dulu-dulu, katanya, benar-benar membantu. "Proyek desa
yang dikerjakan masyarakat sindiri bisa makan waktu lama. Bila
ada bantuan mahasiswa, bisa cepat," tutur Sutiyono, camat itu.
Memang. Wedowati, mahasiswa Fak. Kedokteran Gigi, bercerita
betapa susahnya mengumpulkan penduduk di siang hari. "Mereka
mempunyai kesibukan macam-macam yang tak bisa ditinggalkan. Ya
kesawah, ke pasar, atau kerja ini-itu di rumah dan sebagainya,"
tuturnya. Biasanya dulu penyuluhan dilaksanakan sore atau malam
hari, ketika warga desa beristirahat.
"Kini kalau dilaksanakan malam hari, artinya kami melanggar jam
malam," kata Wedowati pula. Mereka memang diharuskan tinggal di
sekitar penginapan dari pukul 19.00 sampai 06.00. "Beli rokok
saja kalau malam harus cepat-cepat, mas," kata mahasiswa yang
lain. "Takut dikira ngobrol soal pemilu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini