Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Turun Ke Desa Dengan Polisi

Mahasiswa UGM, Yogyakarta ber-KKN di 4 kabupaten di Yogyakarta. dikenakan jam malam dan dikawal oleh polisi. dikuatirkan akan mengganggu pemilu. (pdk)

13 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA dikawal polisi, dikenakan jam malam, dan dilarang masuk kota. Itulah 1.200 mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, yang sejak 25 Januari ber-KKN (kuliah kerja nyata di empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta selama sebulan. Tapi mengapa polisi? Sebenarnya KKN awal semester 11 di universitas tersebut hampir tak jadi dilaksanakan. Ada surat edaran Dirjen Pendidikan Tinggi, 25 November 1981, yang meminta semua universitas negeri menyelesaikan program KKN sebelum akhir Desember lalu. Surat edaran itu masih dilampiri surat Dirjen Sospol Depdagri, yang menyarankan kegiatan KKN 1982 agar ditunda sampai selesainya sidang umum MPR nanti. Kalau KKN harus dilaksanakan juga, kata surat tersebut, hendaknya dilakukan antara Juli dan Oktober (sesudah pemilihan umum). Dan "harus konsultasi dengan Laksusda setempat." Hingga Februari ini, memang tak terdengar ada perguruan tinggi negeri lain yang melakukan KKN. Tapi bagi UGM permintaan kedua lembaga pemerintah itu agaknya sulit dipenuhi. Masalahnya, ketentuan sistem kredit semester. UGM punya peraturan bahwa seorang mahasiswa baru diperbolehkan mengikuti kuliah praktek pada semester tertentu, bila ia telah melakukan KKN pada awal semester itu. Maka mahasiswa UGM, yang mengambil kuliah praktek pada semester kedua kini, mau tak mau memang harus ber-KKN dalam Januari atau Februari ini. Kecuali, tentu saja, bila kuliah prakteknya diundurkan. "Kalau KKN diundurkan setelah pemilu, nasib saya bisa berantakan," kata Sugiharjo, mahasiswa Fak. Teknik. "Wisuda saya pun akan ikut tertunda." Dan buntutnya bisa macam-macam. Ongkos bertambah (terpaksa membayar pondokan lebih banyak, misalnya), juga pencarian lapangan pekerjaan tertunda. Pihak UGM--diwakili Direktur Lembaga Pengabdian Masyarakat UGM Prof. Soedjito, Ketua Pelaksana KKN drg. Soelistiono, dan dosen Ir. Gatot Mardjito--lantas berunding dengan Muspida dan keempat Bupati di wilayah DIY. Tak gampang perundingan itu dicapai. Namun, 30 November, kesepakatan diteken setelah Wakil Gubernur DIY sendiri, Sri Paku Alam VIII, turun tangan. Wakil Sri Sultan Hamengkubuwono IX ini menjamin bahwa mahasiswa UGM tak akan berbuat yang bukan-bukan. Peranan Wanita Paku Alam memberikan alasannya kepada TEMPO bahwa selama ini KKN UGM memuaskan, seperti penanaman bibit pertanian, pembuatan kolam ikan dan pembenahan administrasi desa di berbagai kelurahan . "Belum pernah ada permintaan masyarakat desa agar mahasiswa jangan masuk desa," tambahnya. Tapi KKN UGM kali ini memang istimewa. Jaminan Sri Paku Alam masih harus disertai sejumlah persyaratan. Misalnya, program yang bersifat penyuluhan, atau ceramah dikurangi. Yang bersifat bimbingan kerja diperbanyak. Mahasiswa diminta membuat program secara mendetil -- harus disebutkan jam-jam program itu dilaksanakan. Program KKN UGM itu biasa-biasa saja: peningkatan pemugaran rumah, penyuluhan peranan wanita, pembenahan program desa terutama masalah administrasi pedesaan. Setelah sekitar 10 hari berjalan, KKN yang agak bersuasana tegang ini rupanya memang "kurang sreg." Bahkan Camat Pajangan, Kabupaten Bantul, menilai KKN kini "kurang bermanfaat bagi masyarakat desa, karena geraknya terbatas di siang hari saja." KKN yang dulu-dulu, katanya, benar-benar membantu. "Proyek desa yang dikerjakan masyarakat sindiri bisa makan waktu lama. Bila ada bantuan mahasiswa, bisa cepat," tutur Sutiyono, camat itu. Memang. Wedowati, mahasiswa Fak. Kedokteran Gigi, bercerita betapa susahnya mengumpulkan penduduk di siang hari. "Mereka mempunyai kesibukan macam-macam yang tak bisa ditinggalkan. Ya kesawah, ke pasar, atau kerja ini-itu di rumah dan sebagainya," tuturnya. Biasanya dulu penyuluhan dilaksanakan sore atau malam hari, ketika warga desa beristirahat. "Kini kalau dilaksanakan malam hari, artinya kami melanggar jam malam," kata Wedowati pula. Mereka memang diharuskan tinggal di sekitar penginapan dari pukul 19.00 sampai 06.00. "Beli rokok saja kalau malam harus cepat-cepat, mas," kata mahasiswa yang lain. "Takut dikira ngobrol soal pemilu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus