NYONYA Tien Soeharto ternyata punya langkah pembukaan favorit
dalam permainan catur: e2-e4--langkah yang digemari banyak
Grandmaster (GM). Di pendopo Istana Mangkunegaran, Sala, 8
Januari sore, langkah itu dimainkannya untuk atlet nasional GM
Herman Suradiredja sebagai gong pembukaan Turnamen Catur
Grandmaster 1982.
TCG 1982 memang dipandang sebagai peristiwa luar biasa bagi
Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi). Tercatat 16 negara
dengan 18 GM, lima Master Internasional (MI), dan satu Master
Nasional (MN) ambil bagian dalamkejuaraan memperebutkan "Piala
Ibu Tien Soeharto" dan hadiah uang US5 50.000 ini. "Belum pernah
ada kejuaaan di dunia yang diikuti oleh Granmaster sebanyak
sekarang," kata Ketua TCG 1982, Begug Purnomosidi SH.
Jumlah peserta GM dalam suatu kejuaraan memang amat menentukan
untuk pengkategorian turnamen tersebut. TCG 1982, menurut Begug,
merupakan kategori IX. Artinya jika seorang peserta, yang belum
menyandang titel GM, berhasil mengumpulkan 70% angka kemenangan,
maka ia berhak mendapatkan gelar tersebut. Peserta asing dan
lokal yang belum bertitel GM dalam TCG 1982 adalah MI Lito
Maninang (Filipina), Ml Ravi Kumar (India), MI Ardiansyah, MI
Arovah Bachtiar, dan MN Ronny Gunawan -- tiga yang terakhir ini
dari Indonesia.
Bagi peserta bepredikat GM, kemenangan dalam TCG 1982 akan
memperbaiki ELO Rating, mereka--nilai ini bergerak naik atau
turun berdasarkan prestasi dalam suatu kejuaraan. Dalam TCG 1982
ELO Rating rata-rata peserta 2 - 500 - Angka tertinggi dipegang
oleh GM Chrishansen (Amerika Serikat), 2.585. Kelebihan angka
itu, antara lain yang dipakai untuk mengatrol Arovah ke dalam
persyaratan yang ditentukan -- ia membutuhkan 140 angka
tambahan.
GM yang mempertaruhkan nama dalam TCG 1982 memang bukan
sembarang. Di antaranya: Raymond Keene (Inggris), Gennadi
Sosongko (Belanda), Yuri Averbach (Uni oviet), Orestes
Rodrigues (Peru), J. Bollom (Spanyol), dan Duncan Suttles
(Kanada). Yang kurang disegani lawan mungkin cuma Herman
Suradiredja yang punya ELO Rating terendah di kalangan GM:
2.400.
Keene, pernah bertanding di Jakarta 1979, adalah pemain Nomor 2
di Inggris saat ini. Ia dikenal sebagai pemain yang matang dalam
analisa--terutama menghadapi posisi terjepit. Keene, penulis
buku catur Active Opening Strateg sering dipakai sebagai
sekondan (penganalisa pertandingan) dalam pertandingan
internasional. Termasuk pertandingan final Kejuaraan Dunia Catur
1978 dan 1981 -- masing-masing di Baguio (Filipina) dan di
Merano (Italia). Ia mendampingi penantang gelar Viktor Korchnoi
yang berhadapan dengan Anatoly Karpov (Uni Soviet).
Tahun 1979, di akarta, Keene mcngalahkan pemain top Indonesia
Ardiansyah dan Fddy Handoko.
Super GM
Akan Sosongko bukan cuma sekondan tapi juga pernah sebagai
pelatih Korchnoi--waktu keduanya masih tinggal di Leningrad.
Orang yang namanya seperti nama Indonesia ini meninggalkan Uni
Soviet 1972. Di Belanda, saat ini ia menempati urutan ke-2
setelah Jan Timman. Walau baru menyandang gelar GM pada 1977,
Sosongko diperhitungkan lawan di berbagai turnamen. Ia termasuk
20 pemain terbaik dunia. ELO Ratin, Sasongko: 2.580.
Averbach, di tahun 1950-an dijuluki s2lper GM, juga bukan orang
baru bagi pemain catur Indonesia. Ia, sebelum iRi, sudah tiga
kali bertanding dan berdemonstrasi di sini: 1956, 1960, dan
1979. Averbach, 60 tahun, merupakan pemain tertua dalam TCG
1982. "la jangan dianggap enteng," kata Ardiansyah. Kelebihan
Averbach, di mata Ardiansyah, adalah kuat dalam pertahanan.
Hidup bagi Averbach memang papan catur. Tak ada hari yang
berlalu di kepalanya tanpa memikirkan bidak. Ketika ditemui Max
Wangkar dari TEMPO di kamar 1403 Hotel Sahid Jaya, menjelang
bertolak ke Sala, Averbach asyik bermain catur sendiri--ia punya
papan catur khusus berukuran 16 x 16 cm. "Kerja saya tiap hari
menganalisa pertandingan," kata Averbach.
Bagaimana peluang mereka dalam TCG 1982? Averbach, juga GM
lainnya, tampak merendah. "Saya bukan pemain catur profesional
lagi," kata Averbach yang belakangan ini sibuk membina tim catur
junior Uni Sgviet. Ia menjagoi pemain seperti Holak Krusnoslov
(Yugoslavia) dan beberapa GM Eropa Timur lainnya.
Korchnoi sebetulnya juga berminat ikut TCG 1982. Ia bahkan
menyampaikan langsung permintaan agar diundang lewat Kedutaan
Besar Republik Indonesia di Swiss--negara tempat Korchnoi
sekarang menetap. Ia, menurut Begug, memang tidak diundang.
Karena ia adalah pelarian Uni Soviet. "Kalau ia datang akan
dijadikan tamu kehormatan saja," kata Begug. Tapi sampai saat
pembukaan Korchnoi masih belum muncul.
Mengenai sasaran Indonesia, menurut Begug, adalah menelurkan
satu GM dan satu MI. Kandidatnya adalah Ardiansyah dan Ronny
Gunawan--keduanya memang potensial untuk meraih gelar tersebut.
Target lain: TCG 1982 sekaligus dimanfaatkan untuk mempromosikan
keindahan alam Indonesia. "Orang Eropa umumnya catur minded. Di
mana ada pertandingan catur (tentu saja yang bermutu) mereka
akan berbondong-bondong datang. Ini akan kita manfaatkan untuk
pengembangan pariwisata," kata Begug.
Karena itulah TCG 1982 yang berlangsung dari 8 sampai dengan 13
Februari, dimainkan di dua kota: Sala dan Denpasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini