OLIMPIADE XXIV di Seoul telah memecahkan rekor. Sampai batas waktu pendaftaran yang jatuh tempo pada hari Minggu pekan lalu, sudah 160 negara -- dari 167 anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) -- yang menyatakan keikutsertaannya. Maka, September nanti diperkirakan lebih dari 13.000 atlet, 5.000 ofisial, dan 2.000 wasit akan meramaikan pesta olah raga empat tahunan ini. Para atlet yang hadir itu akan memburu 237 medali emas dari 23 cabang olah raga yang resmi dipertandingkan. Peristiwa ini juga akan diliput oleh seki~tar 11.000 wartawan media cetak dan eletronik. Jumlah pecandu olah raga yang datang ke Kor-Sel diduga bakal lebih dari 250 ribu orang Diperkirakan 3 mllyar penduduk bumi akan menyaksikan drama olah raga itu sepanjang 16 hari lewat televisi. "Kami siap menyelenggarakan pesta olah raga yang terbesar dalam sejarah olimpiade," ujar ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Seoul (SLOOC), Park Seh Jik, dengan sukacita. Park memang pantas bergirang hati. Empat tahun yang silam Olimpiade XXIII di Los Angeles dihadiri oleh 142 negara, dengan peserta sekitar 8.000 atlet. Olimpiade XXII Moskow 1980 diikuti 81 negara. Sedangkan Olimpiade XXI Montrcal 1976 dihadiri 89 negara. Dari segi pembiayaan, Olimpiade Seoul ini juga menguras dana yang besar. Pemerintah Kor-Sel menyediakan US$ 3 milyar untuk menjaga prestise negaranya. Bandingkan dengan Olimpiade Montreal, yang menghabiskan dana sebesar US$ 1,5 milyar. Sedangkan pada Olimpiade Los Angeles, pemerintah AS cuma menyediakan dana sebesar US$ 505 juta. Ketika itu penyelenggaraannya diserahkan pada badan swasta. Tapi dana penyelenggaraan Olimpiade Seoul itu masih jauh lebih ringan ketimbang sewaktu Moskow men~yelenggarakan Olimpiade XXII tahun 1980, yang menguras dana sampai US$ 9 milyar. Namun, bukan karena hal itu saja Park berbesar hati. Aksi boikot yang jadi mode dalam tiga penyelenggaraan olimpade musim panas terakhir ini kini tampaknya tak lagi mendapat tempat. "Inilah olimpiade yang bebas boikot secara besar-besaran," kata Park. Memang tak dapat dihindarkan lagi bahwa peristiwa olah raga seperti ini -- mau tak mau -- dicampuri dengan urusan politik. Dunia masih ingat ketika Olimpiade Montreal tahun 1976 berlangsung dengan aksi boikot 28 negara dari benua Afrika, gara-gara kehadiran Selandia Baru di Montreal. Negara itu dikecam karena mengirimkan tim rugbynya ke Afrika Selatan. Sebagai rasa solidaritas anti apartheid, sejumlah negara asal benua hitam itu melakukan aksi boikot. Olimpiade Moskow tahun 1980 juga ditandai dengan aksi boikot yang dimotori AS. Tindakan AS untuk tak mengirimkan atletnya ke Moskow -- yang diikuti 60 negara sekutunya -- sebagai pertanda protes atas invasi Soviet ke Afghanistan. Empat tahun kemudian, Soviet ganti membalasnya dengan memboikot Olimpiade Los Angeles tahun 1984. Jejak Soviet itu diikuti 19 negara Blok Timur lainnya. Tapi tak berarti Olimpiade Seoul ini bebas sama sekali dari ancaman boikot. Kali ini yang menjadi sponsor adalah Korea Utara. Negara itu ngotot ingin ambil bagian sebagai penyelenggara Olimpiade XXIV. Sekalipun IOC sudah memutuskan bahwa hak penyelenggaraan berada di Kota Seoul, Pyongyang merasa ikut berhak sebagai "tuan rumah bersama". Tuntutan Kor-Ut adalah menyelenggarakan separuh cabang olah raga yang dipertandingkan dan meminta 50 persen dari keuntungan yang diperoleh dari penyelenggaraan. Jika tuntutan ini tak dikabulkan, Pyongyang akan mensponsori pemboikotan dan mengajak negara-negara blok negara komunis lainnya untuk melakukan tindakan serupa. Melihat ancaman itu, Presiden IOC Juan Antonio Samaranch bersama tuan rumah Seoul mencoba melunakkan sikap ngotot Pyongyang. Kor-Ut ditawari sebagai tuan rumah untuk lima cabang olah raga: Sepak Bola, Panahan, Tenis Meja, Balap Sepeda, dan Bola Voli. Tawaran ini ditampik KorUt. Mereka tetap menuntut porsi penyelenggaraan seperti yang diajukan semula. "Tak ada kemungkinan buat kami herpartisipasi dalam olimpiade mendatang," begitu bunyi pernyataan Komite Olimpiade Nasional Kor-Ut. "Kami tak akan berpartisipasi jika Korea Selatan masih tetap sebagai satu-satunya tuam rumah penyelenggaraan olimpiade," ujar pernyataan itu. Prakarsa Pyongyang untuk memboikot rupanya tak mendapat dukungan luas. Hanya Kuba yang menyatakan dukungannya. Walaupun sudah melewati batas waktu pendaftaran, toh IOC masih membuka peluang buat Kor-Ut dan Kuba untuk mengubah sikapnya. Scmentara itu, dedengkot negara komunis seperti Uni Soviet dan RRC -- yang juga sahabat kental Kor-Ut -- menyatakan keikutsertaannya dalam pesta olah raga mendatang. Senin pekan silam ini Uni Soviet mengumumkan akan berangkat ke Seoul. Marat Gramov, Ketua Komite Olimpiade Soviet, mengungkapkan bahwa 520 atlet pilihan telah siap berkompetisi di semua cabang yang dipertandingkan. "Demi memperkukuh semangat yang terkandung dalam gerakan olimpiade internasional," tutur Gramov. Rombongan Negeri Beruang Merah ini juga akan mengirimkan 170 pejabat dan pengurus olah raga setempat. Kesediaan Soviet dan negara-negara blok komunis lainnya hadir di Seoul tentu tak lepas dari upaya ketua IOC Samaranch. Bekas diplomat yang pernah ditempatkan sebagai duta besar Spanyol di Moskow itu memang terkenal gigih dalam memperjuangkan Olimpiade Seoul bebas dari boikot. Dengan kepastian dari Moskow itu, inilah untuk pertama kalinya dalam dua belas tahun terakhir akan terjadi pertemuan antara olah ragawan dua negara adidaya Amerika Serikat dan Uni Soviet di arena olimpiade. Dalam dua pertemuan mereka yang terakhir di Olimpiade Munich dan Olimpiade Montreal, Uni Soviet keluar sebagai juara umum, mengungguli AS dalam pengumpulan medali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini