Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempik sorak terdengar dari sebuah kafe di Jalan Senopati, Jakarta Selatan, Ahad tiga pekan lalu. Puluhan pasang mata para tamu tak berkedip menatap layar televisi berukuran besar. Suara teriakan makin membahana ketika sebuah mobil balap warna merah-putih bertulisan ”Indonesia” muncul di layar kaca.
Kafe itu tengah menggelar acara ”nonton bareng” balap mobil Grand Prix A1 yang digelar di sirkuit Estoril, Portugal. Di ajang ini, Ananda Mikola tampil mewakili tim Indonesia. Setiap kali mobil yang ditunggangi Ananda muncul, gemuruh sorak terdengar kencang, tanda dukungan semangat buat pembalap berusia 25 tahun itu.
Tentu, tak pernah terbayangkan sebelumnya seorang pembalap Indonesia bisa tampil di arena balap mobil dunia. Selama ini orang lebih mengenal nama-nama Michael Schumacher, Kimi Raikkonen, atau Fernando Alonso sebagai para raja di lintasan balap dunia.
Peta balap mobil dunia berubah sejak Grand Prix A1 digelar pada 25 September lalu. Penggemar balap mobil punya alternatif di luar Formula 1 (F1). Pembalap-pembalap yang namanya dulu tak pernah terdengar, kini bisa ikut mejeng. Bahkan Indonesia akan kebagian menggelar perlombaan ini pada 15 Januari mendatang.
Perlombaan A1 pertama kali digagas Sheikh Maktoum Hasher Maktoum al-Maktoum, pengusaha kaya Uni Emirat Arab. Keponakan Pangeran Dubai ini menggelar ajang balap dengan mengkombinasikan keterwakilan negara dan teknologi. Maka, lahirlah perhelatan yang disebutnya World Cup of Motorsport dan belakangan secara resmi dinamakan Grand Prix A1.
Abjad A mengacu kepada nama-nama benua yang semuanya diawali huruf A, yaitu Afrika, Amerika, Asia, dan Australia, kecuali Eropa. Sedangkan angka 1 selain melambangkan satu kesatuan juga mengacu kepada pencapaian terbaik dalam sebuah kompetisi.
Meskipun sama-sama memperlombakan kendaraan tercepat di darat, A1 memiliki konsep berbeda dengan F1. Dalam F1, kecanggihan teknologi kendaraan sangat menentukan prestasi pembalap. Semakin canggih kendaraan yang digunakan, semakin besar peluang mereka untuk menang. Jangan heran jika tim-tim yang memiliki modal besar selalu keluar sebagai juara.
Sheikh Maktoum menginginkan adanya kompetisi yang seimbang di arena A1. Karena itu, semua peserta menggunakan paket mobil sejenis. Sasis buatan Lola Cars dan mesin buatan Zytek. Kendaraan ini memiliki kapasitas 3.400 cc yang menghasilkan 520 tenaga kuda. Selain itu, pembalap bisa menggunakan tombol PowerBoost untuk menambah tenaga mesin hingga 30 tenaga kuda. Meskipun penggunaannya terbatas, Power-Boost diperlukan untuk mempermudah pembalap menyalip mobil lain.
Persaingan di A1 juga tak sama dengan F1. Jika di F1 nama pembalap sangat menonjol, di arena A1 yang menonjol justru nama negara. Poin dan gelar yang diperoleh pembalap akan diberikan atas nama negara. Konsep ini sangat mirip dengan Piala Dunia sepak bola. Siapa pun pembalapnya bukan masalah. Pembalap boleh berganti sepanjang musim asal tetap dari negara yang sama.
Tampilnya dua pembalap kenamaan Jos Verstappen dan Ralph Firman turut menjadi daya tarik. Verstappen yang mantan pembalap tim Arrows dan Minardi di F1 memperkuat tim Belanda. Sedangkan Ralph Firman yang pernah menjadi andalan tim Jordan membela bendera Irlandia.
Persaingan bertambah seru dengan munculnya sejumlah pembalap muda berbakat. Tim Amerika Serikat menurunkan Scott Speed, salah satu pembalap binaan Red Bull Racing. Sedangkan tim Inggris punya Robbie Kerr. Adapun tim Jepang punya Ryo Fukuda. Malaysia pun menurunkan dua pembalap andalan, Alex Yoong dan Fairuz Fauzy.
Pembalap nasional Chandra Alim yakin A1 memiliki masa depan yang cerah. Dalam dunia olahraga otomotif, model lomba A1 dikenal dengan one make race. Dengan model ini, sulit untuk menebak siapa yang akan keluar sebagai juara. ”Selalu ada kejutan,” katanya.
Pada seri pertama di Sirkuit Brands Hatch, tim Brasil keluar sebagai pemenang. Sedangkan pada seri kedua dan ketiga, tim Prancis mendominasi perlombaan. Dengan hasil itu, tim Prancis untuk sementara memimpin klasemen dengan 50 poin disusul Brasil 42 poin dan Swiss 34 poin.
Tim Indonesia sendiri hanya mampu menempati posisi ke-18 dengan 5 poin. Poin itu diperoleh Ananda pada future race seri kedua (3 poin) dan sprint race seri ketiga (2 poin). Ananda Mikola gagal mencapai finis di future race seri pertama karena tunggangannya mengalami kerusakan mesin.
Pada seri kedua di Jerman, anak mantan pembalap nasional Tinton Soeprapto itu berhasil memperbaiki nilainya setelah merebut posisi ke-8 di future race. Sedangkan di seri ketiga Portugal, ia kembali gagal mencapai finis setelah mobilnya tergelincir dan keluar lintasan. Membawa bendera Merah-Putih, Ananda merasakan kerasnya persaingan di ajang A1. ”Mereka pembalap-pembalap terbaik yang mewakili negaranya masing-masing,” katanya.
Suseno (berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo