Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahang matahari terasa membakar kulit di kawasan Sentul, Selasa dua pekan lalu. Tak hirau dengan panasnya hari, Tinton Soeprapto tetap mengontrol kondisi lintasan sirkuit kebanggaan nasional itu. ”Saya harus yakin tak ada masalah dengan lintasan,” kata Direktur Utama PT Sarana Sirkuitindo, pengelola sirkuit Sentul.
Bila tak ada aral melintang, sirkuit Sentul akan menjadi tuan rumah perhelatan Grand Prix A1, Januari mendatang. Sebagai empunya rumah, Tinton ingin semuanya berjalan sempurna. Ia ingin lomba A1 memberi nilai positif bagi Indonesia.
Sirkuit yang berada di pinggir selatan Jakarta itu pertama kali dibuka pada 22 Agustus 1993. Ia menjadi pengganti sirkuit Ancol yang dianggap sudah tak layak dipakai menggelar kejuaraan internasional. Setelah sirkuit Ancol digusur oleh pemerintah Jakarta, pengelola memanfaatkan uang ganti rugi Rp 15 miliar untuk membeli tanah seluas 78 hektare di wilayah Citeureup, Bogor. Waktu itu harga tanah di sana cuma Rp 1.000 per meter persegi.
Sentul merupakan nama sebuah kecamatan di wilayah tersebut yang luasnya tak lebih dari 2.000 kilometer persegi. Lantaran singkat dan mudah diingat, Sentul diabadikan sebagai nama sirkuit terbesar di Indonesia itu. Fasilitasnya lengkap, antara lain paddock, pit, ruang istirahat pembalap, landasan helikopter, unit perawatan medis, dan fasilitas lainnya yang sesuai dengan ketentuan FIA (Federation Internationale de l’Automobile).
Setelah diresmikan, Sentul sempat kebanjiran event otomotif baik tingkat nasional, regional, maupun internasional. Mulai dari Enduro Race, Formula Brabham dan Asia, Touring, Superbike World Championship, dan Drag Race. Bahkan, pada 1996 dan 1997, Sentul menorehkan sejarah dengan menjadi tuan rumah seri Grand Prix 500 cc.
Tak cuma untuk olahraga, Sentul juga digunakan untuk pengembangan industri otomotif. Menteri Perindustrian dan Perdagangan melalui Surat Keputusan No. 760/MPP/2001 mengimbau pemilik industri otomotif di Indonesia supaya melakukan kegiatan uji coba (test drive) produk barunya di Sentul. Maka, tidak mengherankan jika di tempat itu sering terlihat uji coba kendaraan baru dari berbagai merek.
Sentul menjadi sepi bak kuburan sejak krisis ekonomi melilit Indonesia. Tak ada lagi kegiatan otomotif, terutama yang berskala internasional. Menurut Tinton, bukan karena Sentul tak layak pakai, melainkan lantaran, ”Tak ada promotor yang berani menggelar kejuaraan bertaraf internasional di sini.”
Dengan lintasan sepanjang 3.965 meter, Sentul memiliki 12 tikungan dan 12 trek lurus. Klasifikasi itu sebenarnya tak kalah menantang dibandingkan dengan sirkuit Sepang, Malaysia, yang pernah menggelar seri kejuaraan Formula 1. Namun, terpuruknya perekonomian nasional membuat Sentul hanya bisa menggelar kejuaraan tingkat nasional. Soalnya, untuk menggelar balapan sekelas F1 dibutuhkan dana yang mahabesar.
Geliat Sentul mulai terlihat lagi menjelang perhelatan A1 awal tahun depan. Tinton yakin kegiatan ini mampu membangkitkan kembali gairah penggemar motosport di Tanah Air. Karena itu, dia langsung menyambut tawaran penyelenggara A1 untuk menjadi tuan rumah salah satu seri Grand Prix itu. Untuk merenovasi sirkuit, Tinton mengaku butuh anggaran sekitar Rp 5 miliar. ”Tapi itu bukan masalah,” ujarnya, ”Biar tekor, asal kesohor.”
Suseno (berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo