Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bila Klenik Ikut Sepak Bola

Aroma klenik kuat meruap di luar lapangan Piala Dunia di Afrika Selatan. Seorang dukun mengklaim telah menenung Ballack, Pirlo, dan Kaka.

28 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERPATI abu-abu itu bak pengawal Rais M’Bolhi. Si burung bertengger tenang di atas mistar gawang kiper Aljazair itu sejak babak pertama saat berhadapan dengan Inggris pada laga Grup C Piala Dunia di Stadion Cape Town, Afrika Selatan, Jumat dua pekan lalu. Tak menghiraukan riuhnya tiupan vuvuzela. Begitu M’Bolhi berpindah lapangan pada babak kedua, si merpati terus mengikuti.

Tak banyak yang menyadari hal itu. Bila pun tahu, orang menganggapnya lumrah karena panitia melepas 5.000 ekor merpati pada upacara pembukaan sepekan sebelumnya. Tapi tidak bagi Olga Mokwena. ”Ada kemungkinan seorang suporter Aljazair telah meminta bantuan penyihir untuk mengirimkan mantra ke tim Inggris,” katanya. Merpati tersebut menjadi perantara mantra itu.

Olga bukan orang sembarangan. Dia seorang sangoma alias dukun muti, ilmu klenik khas Afrika Selatan. Perempuan berusia 59 tahun ini juga dihormati karena aktivitasnya di lembaga penanggulangan AIDS. Dia putri seorang dokter modern yang lebih tertarik pada ”kedokteran tradisional”.

Entah benar entah tidak ucapan Olga. Faktanya, Wayne Rooney, Frank Lampard, Steven Gerrard, dan para bintang Inggris yang tertempa kerasnya Liga Primer menjadi sekumpulan orang bodoh di depan gawang M’Bolhi. Pertandingan berakhir seri 0-0. Inggris tampil jauh lebih buruk daripada ketika ditahan 1-1 oleh Amerika Serikat pada laga pertama. Performa tim asuhan Fabio Capello ini membaik lagi kala menang 1-0 atas Slovenia pada laga terakhir mereka di babak grup, Rabu pekan lalu.

Bila terjadi di tempat lain, Olga mungkin dianggap nglindur. Tapi merpati abu-abu itu berada di Afrika Selatan, di Benua Afrika, belahan dunia yang masih beraroma klenik kental, termasuk di lapangan sepak bola. Manajer AmaZulu, klub sepak bola profesional Afrika Selatan, James Dlamini, mengatakan, ”Muti adalah bagian dari kultur dan kebudayaan kami dan saya tidak malu mengakui bahwa tim kami menggunakannya.”

Karena itu, panitia penyelenggara tak kikuk dengan penyelenggaraan upacara tradisional yang dilakukan 300-an sangoma sebulan sebelum kickoff perdana. Mereka berkumpul di Stadion Soccer City, Johannesburg, untuk menyembelih sapi, memukul genderang, membakar ramuan, dan membaca mantra. Ini upacara pembersihan anasir jahat yang bisa mengacaukan jalannya perhelatan.

Lebih jauh, di setiap penyelenggaraan kejuaraan antarnegara Afrika selalu terdengar cerita soal klenik dan perang dukun. Kisah yang paling legendaris adalah ditangkapnya asisten pelatih Kamerun, Thomas N’Kono, karena dianggap melempar jimat ke lapangan pada Piala Afrika 2002. Menteri Olahraga Pantai Gading menggaji seorang dukun secara resmi untuk mendampingi tim pada Piala Afrika 1992. Begitu pula dengan Zaire pada Piala Dunia 1974 di Jerman.

Karena itulah terawangan Olga menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat Afrika. Aljazair dikenal memiliki marabout-marabout sakti. Marabout adalah sebutan untuk dukun s’hour, ilmu gaib dari Afrika Utara. Adapun ilmu juju berkembang di Afrika bagian barat. Afrika Selatan juga ber-juju kental, selain muti. Muti adalah ilmu gaib yang mengandalkan medium potongan-potongan binatang serta ramuan. Dari sini istilah mutilasi berasal.

Memang, sejauh ini tak ada tim yang terang-terangan mengakui menggunakan ilmu-ilmu tradisional mereka. Cerita Dan Gaspar bisa dijadikan rujukan. Pria asal Amerika ini pernah menjadi asisten pelatih Carlos Queiroz—yang kini mengawal negerinya, Portugal—saat menangani Afrika Selatan pada 2000-2002.

Gaspar berkisah. Menjelang pertandingan persahabatan melawan Prancis, tiba-tiba seorang pria berpakaian adat masuk ke ruang ganti yang ditempati tim Afrika Selatan. Dia meniupkan bubuk ke arah para pemain lantas pergi. Setelah itu, mereka menyanyikan lagu berbahasa Zulu.

Untuk Piala Dunia 2010, gosip soal klenik muncul beberapa bulan sebelum perhelatan berlangsung. Yang mengembuskannya adalah media massa Ghana setelah bintang mereka, Michael Essien, mengalami cedera pada saat memperkuat Chelsea. Konon, ini gara-gara juju yang dirapalkan ayahnya sendiri, James Essien, karena kecewa tak digubris si anak selama belasan tahun. James sekarang menyesali perbuatannya.

Absennya Essien mengurangi kemeriahan pesta. Begitu pula dengan absennya kapten Jerman, Michael Ballack, serta dua bintang Inggris: Rio Ferdinand dan David Beckham. Adapun bintang Italia, Andrea Pirlo, cedera sehingga absen dalam dua pertandingan pertama, dan meski bermain di babak kedua melawan Slovakia, tim Italia ditendang dari putaran berikutnya dengan menderita kekalahan 2-3, Kamis malam pekan lalu. Orang yang mengaku bernama dokter Jaja Abimbola mengklaim sebagai penyebab ketidakhadiran Ballack dan kesialan Pirlo. Dari namanya, Abimbola berasal dari Afrika bagian barat, kawasan asal tim Pantai Gading, Nigeria, atau Ghana.

Situs YouTube menayangkan klip praktek tenung yang dilakukan Abimbola beberapa pekan sebelum upacara pembukaan. Dalam klip itu terlihat Abimbola mengutak-utik empat boneka berwajah delapan pemain bintang: Lionel Messi (Argentina), Kaka (Brasil), Wayne Rooney (Inggris), Thierry Henry (Prancis), Cristiano Ronaldo (Portugal), Fernando Torres (Spanyol), serta Ballack dan Pirlo.

Entah ada hubungannya entah tidak, Ballack dan Pirlo cedera. Yang lain: Kaka terkena kartu merah saat Inggris berhadapan dengan Pantai Gading; Messi serta Rooney gagal mendulang gol di babak grup; Torres serta Ronaldo tak mampu menampilkan permainan terbaik mereka; dan Henry menjadi salah satu biang keladi pembangkangan terhadap pelatih Raymond Domenech. Bila benar klaim Abimbola, dia sukses membuat Piala Dunia 2010 kehilangan gereget.

Namun, yang menjadi pertanyaan besar, kenapa tim-tim Benua Afrika justru melempem saat Piala Dunia diselenggarakan di benua mereka kali ini? Tak lagi ampuhkah juju, s’hour, atau muti? Tak cukupkah ”pertolongan” Abimbola?

Bafana Bafana—julukan kesebelasan Afrika Selatan—bahkan menjadi tim tuan rumah pertama yang tak lolos ke babak kedua sepanjang sejarah Piala Dunia. Nigeria dan Kamerun bahkan gugur pagi-pagi. Aljazair menyusul kemudian. Sampai tulisan ini dibuat, cuma Ghana yang melangkah ke 16 besar.

”Satu-satunya cara agar muti bekerja dengan baik adalah bila semua anggota tim meyakininya,” kata Jaco Lusaba, seorang penari tradisional Zulu. ”Bila Anda tidak yakin, muti tidak berfungsi. Saya tidak yakin mereka (para pemain) semuanya meyakininya.”

Pelatih juga memegang peran. Bila bukan asli Afrika, pelatih mungkin tak mengizinkan adanya ”ilmu” lain di luar ilmu sepak bola. Dan, dari enam wakil Benua Afrika, cuma Aljazair yang ditangani pelatih asli Afrika. Ternyata, meski ”dikawal” burung merpati, Les Fennecs—Pasukan Rubah Gurun, julukan Aljazair—tetap gagal melangkah jauh.

Andy Marhaendra (DW, AFP, Soccernet)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus