MENDAKI gunung memang penuh risiko. Bahaya kematian hampir selalu mengintai para pendaki. Apalagi untuk penaklukan salah satu puncak di Himalaya, yang memiliki ketinggian lebih dari 5.000 meter. Medan pegunungan itu penuh dengan lereng-lereng yang terjal. Semuanya itu selalu ditutupi salju dan es. Suhu sangat dingin dan berubah-ubah sangat ekstrem (plus 10 derajat hingga minus 30 derajat Celsius). Pada ketinggian di atas 3.000 meter seseorang hampir pasti mengalami perubahan dalam metabolisme tubuhnya. Jika tak terbiasa dengan keadaan ini, pendaki tersebut akan terserang sejumlah "penyakit gunung". Penyebab macam-macam, misalnya cedera yang disebabkan karena udara yang amat dingin. Atau berkurangnya oksigen di dalam darah karena berada di ketinggian yang kadar udaranya semakin menipis. Beberapa gejala umum "penyakit gunung" ini, misalnya, sakit kepala, pusingpusmg, lemas, napas pendek, tak ada nafsu makan, mual dan diikuti dengan muntah-muntah. Terkadang dapat pula terjadi perasaan cemas yang mencekam. Akibat yang lebih parah, pendaki bisa mengalami kelumpuhan saraf - karena minimnya suplai oksigen ke otak - dan koma. Hal ini biasa terjadi di ketinggian lebih dari 5.000 meter. Cedera karena udara yang dingin biasa juga disebut hipotermia. Itulah yang konon menimpa tiga pendaki Indonesia yang sempat menjejakkan kakinya di puncak PumoRi selama 10 menit. Ketiga pendaki itu, Gunawan, Edi, dan Nandang, diserang frosbite suatu cedera yang menimpa pendaki karena mengalami dingin yang sangat. Serangan frostbite ini memang sering menimpa pendaki gunung yang disebabkan saking dinginnya udara, sehingga ada bagian anggota tubuh pendaki yang metabolismenya terganggu. Maka, terjadilah kristalisasi pada cairan jaringan. Biasanya frostbite menyerang pada ujung-ujung bagian tubuh, seperti jarijari tangan dan kaki, hidung atau telinga. Apabila pada bagian ini digerak-gerakkan, akan terasa sakit. Dan kalau sudah menghantam jaringan saraf mungkin penyembuhannya akan memakan waktu yang lama. Cara mengatasi serangan pembekuan ini biasanya dengan menggerak-gerakkan bagian tubuh yang terkena sambil dipanaskan dengan alat pemanas. Kalau keadaannya cukup parah, pendaki harus segera dibawa turun, sehingga diperoleh suhu udara yang relatif lebih hangat. "Bila daerah yang mengalami frostbite itu agak besar serta mengenai jaringan saraf dan tak segera dilakukan pertolongan, maka kemungkinan besar dilakukan amputasi," tutur dr. Sadoso Sumosardjuno dari Pusat Kesehatan Olah Raga. Jaringan sudah membusuk dan untuk menghindari penyebaran yang lebih parah, tak ada jalan lain harus amputasi. Untung, tiga pendaki Indonesia itu cuma terkena serangan minor frostbite. Artinya, kondisi mereka tak terlalu mengkhawatirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini