Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Puncak perawan itu ditaklukan

Ekspedisi wanadri berhasil mencapai puncak pumori, pegunungan himalaya. mereka: gunawan, edi, dan nandang tiga pendaki lainnya hanya sampai di ketinggian 7000 meter karena terserang frostbite.

7 Mei 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATAHARI mulai meninggi. Jarum jam menunjukkan sekitar pukul 11.00 pagi waktu Nepal. Cuaca di lereng pegunungan Himalaya waktu itu hampir cerah. Segumpal awan tipis tampak menggantung dekat. Putih, putih, putih. Di seantero pandang cuma ada warna putih yang menyilaukan, terbias karena hamparan salju dan es di mana-mana. Dari kemah II yang terletak pada ketinggian 6.550 m di atas permukaan laut, tiga pendaki Indonesia dan dua sherpa (pemandu jalan) asal Nepal memulai pendakian menuju puncak Pumo Ri -- yang jaraknya tinggal sekitar 500 meter lagi dari sana. Namun, ternyata, tak gampang melalap sisa jarak yang relatif dekat itu. Gunawan, 29 tahun, Edi, 30 tahun, dan Nandang, 24 tahun, masih harus melewati sejumlah rintanean berat di medan vane dineinnva amat menggigit itu - sekitar minus 25 derajat Celsius. Mereka antara lain harus merayap di antara pilah-pilah tebing es yang kemiringannya mencapai sekitar 70 derajat. Pendakian dilakukan dengan menggunakan tali yang diikatkan dan menghubungkan di antara mereka. Tali itu berfungsi sebagai pengaman. Inilah teknik pendakian gaya alpina - merayap bersama. Dari kemah II ini, perjalanan memang semakin berat. Medan semakin terjal untuk sampai ke puncak PumoRi yang berbentuk mirip pelana kuda. Di sinilah para pendaki diuji kemampuannya untuk mempraktekkan icerock climbing - memanjat tebing es. Setelah berjuang tujuh jam, mereka akhirnya tiba di puncak PumoRi yang tingginya 7.145 m itu. Peristiwa yang bersejarah itu terjadi pada hari Selasa, 26 April pekan lalu, sekitar pukul 18.00 waktu setempat (atau 19.15 WIB). Maka, dipancangkanlah bendera merah putih di puncaksana. Tiga petualang Indonesia itu - Gunawan, Edi, dan Nandang, yang ditemani dua sherpa Pemba, 32 tahun, dan Lakpa Sona, 29 tahun segera mengadakan upacara syukur kepada Yang Mahakuasa. Mereka menundukkan kepala dan berdoa menurut kepercayaannya masing-masing. Mendadak awan hitam yang tebal menyeruak dari balik gugusan pegunungan Himalaya. Cuaca menunjukkan gejala yang tak lagi bersahabat. Rombongan yang masih terengah-engah karena lelah dan juga karena udara yang tipis terpaksa meninggalkan puncak PumoRi dengan segera. Mereka praktis hanya sepuluh menit di atas sana dan kesempatan itu digunakan untuk mengambil beberapa foto. Padahal, Gunawan - pemimpin rombongan ekspedisi - semula merencanakan istirahat di puncak PumoRi dua atau tiga jam. Apa boleh buat memang. Cuaca di situ sulit ditebak dan jauh dari keramahan. "Ini prestasi luar biasa," komentar promotor ekspedisi Indra Abidin dengan rasa gembira setelah mendengar kabar suksesnya putra Indonesia mencapai puncak PumoRi. Ia memang pantas bersukacita. Sebab, dialah termasuk salah seorang yang terhitung paling ekstra sibuk menyiapkan ekspedisi yang makan biaya besar. Untung saja, seluruh pembiayaan ditanggung oleh perusahaan rokok Sampoerna dari Surabaya, yang menghabiskan Rp 150 juta. Rombongan pendaki yang terdiri atas enam pria dan seorang wanita itu meninggalkan tanah air sejak sebulan yang lalu. Mereka berangkat dari Jakarta menuju Kathmandu, Nepal, 23 Maret yang silam. Seminggu kemudian dengan menggunakan dua pesawat carter mereka tiba di Lukla membawa logistik seberat 2 ton. Dari sini mereka kemudian berjalan kaki selama seminggu menuju lokasi kemah induk di Khumbu Glacier - tempat yang juga biasanya dijadikan tempat kemah induk untuk perjalanan ke puncak Everest, puncak tertinggi di Himalaya dan di dunia. Bersama rombongan ikut pula tiga orang sherpa dan dua petugas dapur, tiga kurir, serta 60 orang porter pengangkut perlengkapan. Operasi pendakian baru dimulai pada 11 April. Tiga hari kemudian, mereka mencapai ketinggian 5.760 meter dan mendirikan kemah I. Setelah mendaki empat hari, rombongan mendirikan kemah II di ketinggian 6.425 meter. Inilah titik terakhir sebelum menuju sasaran: puncak PumoRi yang tingginya 7.145 meter. Para pendaki yang berasal dari kelompok Wanadri itu kini tercatat sebagai orang-orang pertama Indonesia yang pernah mendaki di atas ketinggian 7.000 meter. Mereka memecahkan rekor yang sebelumnya juga dipegang oleh Gunawan dkk, yang tahun lalu gagal mencapai puncak Vasuki Parbat (6.792 meter) di India dan terhenti di ketinggian 6.430 meter. Puncak PumoRi sebenarnya juga tak mudah ditaklukkan. PumoRi, yang dalam bahasa Nepal berarti "puncak perawan". Pertama kali "ditemukan" nada tahun 1921 oleh Sir Leigh Mallory. Karena medannya yang berat, usaha menaklukkan puncak itu baru berhasil 41 tahun kemudian oleh sebuah tim ekspedisi gabungan Jerman-Swiss pada tahun 1962. Karena itu, banyak pendaki yang menjajal perawan ini terlebih dahulu sebelum naik puncak Everest (8.848 m). Karena medan yang berat itulah musibah nyaris menimpa rombongan ekspedisi Indonesia. Jumat, 22 April lalu, Djodjo, Trinovi, dan Veronica - satu-satunya pendaki wanita - sebenarnya berada di gerbang puncak PumoRi. Mereka bertiga, yang diberi kesempatan pertama untuk tiba di puncak sudah sampai pada ketinggian 7.000 meter dan tinggal 145 meter lagi tiba di tujuan. Tiba-tiba badai salju menyerang yang memaksa mereka urung melanjutkan perjalanan ke puncak dan kembali ke kemah II. Badai salju yang ganas itu justru memakan korban di belahan lain pegunungan Himalaya. Seorang pendaki AS hilang dan seorang anggota tim medis asal Jepang tewas dalam perJalanan ekspedisi empat negara yang sedang menuju ke puncak Everest. Sedangkan seorang pendaki Kanada lainnya juga mengalami nasib yang sama ketika dalam perjalanan menuju puncak South Ridge. Untung saja, ada Gunawan, pemimpin ekspedisi yang sudah lebih berpengalaman dalam soal mengenal medan Himalaya yang memang tak bersahabat dan sulit diterka itu. Ogun, begitu panggilan akrabnya, memang satu-satunya anggota dalam rombongan itu yang sudah beberapa kali menjajal pegunungan Himalaya. Maklum, ia pernah berguru pada Nehru Institute of Mountaineering di India (1985). Pada saat itulah ia sempat latihan menyusuri beberapa jalur pendakian. Ia Juga salah seorang anggota rombongan ke Vasuki Parbat yang gagal itu tahun silam. Lewat perhitungannya yang cermat, ia, bersama dua rekannya tadi, mengambil alih kesempatan untuk mencapai puncak PumoRi. Ternyata, mereka berhasil. Di samping itu, sukses anak-anak Wanadri ini juga berkat persiapan mereka yang cukup matang. Sebelum berangkat mereka memanfaatkan konsultasi fisik dan medis yang diberikan oleh dr. Sadoso Sumosardjuno dari Pusat Kedokteran Olah Raga. Kemudian tim juga menerima masukan-masukan dari Dinas Psikologi AD di Bandung. Sekalipun persiapannya terhitung matang, toh bencana tetap tak dapat dielakkan. Belakangan dikabarkan oleh Basnet dari Sherpa Trekking Service - agen perjalanan yang mengurusi ekspedisi - bahwa ketiga pendaki Indonesia itu menderita frostbite. Yaitu cedera yang disebabkan karena dingin (hipotermia). Kecelakaan ini biasanya menyerang bagian tubuh sehingga sebagian jaringan membeku dan terbentuklah kristal-kristal di antara sel-sel. Jika tak tertolong, korban harus diamputasi. "Tapi mereka hanya terkena minor frostbite yang kategorinya masih ringan," tutur Basnet kepada TEMPO lewat telepon internasional Senin pekan ini. Kalau ada pendaki yang terkena frostbite yang parah, biasanya mereka minta dikirimi helikopter. "Sejauh ini mereka belum meminta bantuan pengiriman helikopter," ujar Basnet. Menurut dia, rombongan sekarang sudah meninggalkan kemah induk. Diperkirakan Gunawan dkk. akan tiba di Kathmandu pada 6 Mei ini. Bisa jadi sukses anak-anak Wanadri itu merupakan rekor untuk pendaki di kawasan Asia Tenggara. Sedangkan Veronica, 24 tahun, menjadi cewek Indonesia pertama yang pernah mendaki sampai ketinggian sekitar 7.000 meter. Tahun lalu sebuah tim ekspedisi Indonesia yang seluruhnya terdiri atas enam wanita dengan sebutan Wanita Indonesia Mendaki Himalaya (WIMH) hanya mencapai ketinggian sekitar 6.160 meter. Tim WIMH sukses meniti jalur yang sudah dibuat menuju Imja Tse yang letaknya di Khumbu Himalaya wilayah Nepal, November silam. Sebelum ini anak-anak Bandung itu sudah pernah mencatat prestasi hebat lainnya. Ekspedisi ke pegunungan Jayawijaya (1980, 1982, dan 1985), ekspedisi ke pegunungan Alpen di Eropa dan menaklukkan puncak Matterhorn di Swiss (1981) serta menggagahi puncak Mont Blanc di Prancis (1982). Tapi sejumlah keberhasilan itu - termasuk menaklukkan PumoRi - ternyata cuma sepenggal dari sebuah ambisi yang panJang. Sasaran utama mereka, apa lagi kalau bukan, menaklukkan puncak tertinggi di dunia, Mount Everest. Persiapan untuk memenuhi ambisi itu meman tak tanun-tanun. Tahun depan Wanadri akan kembali menggeraya ngi Himalaya. Mereka mematok target mendaki sampai ke puncak Nuptse, dan tahun berikutnya ke puncak Lhotse. Akhirnya insya Allah, pada tahun 1991, mereka akar menjejak di puncak Everest. Itu yang memang yang didambakan oleh setiap pendaki gunung: rasanya tak sah sebagai pendaki sejati, jika belum sampai ke puncak Everest. Tapi kesempatan untul menggerayangi puncak yang disebut Sagar matha - yang dalam bahasa Nepal artiny "puncak yang dekat ke langit" - sangatlah langka. Reinhold Messner petualang terkenal asa Jerman Barat hanya dua kali mampu ke puncak Everest. Chris Bonington pendak ulang asal Inggris, sekalipun sudah mendak belasan- puncak Himalaya, baru berhasi sekali saja sampai di puncak yang diidam-idamkan pendaki gunung tersebut. Ahmed Kurnia Soeriawidjaja & Bachtiar Abdullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus