Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Cabang olahraga bulu tangkis tanpa medali di Asian Games untuk pertama kalinya.
Kegagalan di Asian Games 2022 Hangzhou mengancam tradisi medali emas di Olimpiade.
PBSI melakukan pembenahan dengan membentuk Kelompok Kerja dan Satuan Tugas Road to Olympics Paris 2024.
UNTUK pertama kalinya dalam sejarah Asian Games, Indonesia gagal meraih medali di cabang olahraga bulu tangkis. Tidak ada satu pun wakil tim nasional Merah Putih yang maju ke babak semifinal badminton nomor perseorangan Asian Games 2022 Hangzhou, Cina. Kegagalan juga terjadi di nomor beregu putra dan putri. Padahal kurang dari delapan bulan lagi pesta olahraga sejagat Olimpiade Paris 2024 akan dimulai. Sejak bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, pebulu tangkis Indonesia selalu meraih medali emas.
Tidak ingin tradisi medali emas bulu tangkis di Olimpiade itu hilang, Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) membentuk Kelompok Kerja dan Satuan Tugas Road to Olympics Paris 2024. Sekretaris Jenderal PP PBSI Fadil Imran ditunjuk sebagai ketua. "Karakter Pak Fadil Imran cocok sekali dengan tugas ini. Tegas, disiplin, tapi juga bisa membaur dengan tim," kata Agung Firman Sampurna, Ketua Umum PP PBSI, melalui pesan WhatsApp, Rabu, 25 Oktober lalu.
Agung berharap Indonesia bisa mempertahankan tradisi emas Olimpiade melalui bulu tangkis. "Target besarnya pasti mempertahankan tradisi medali emas di Olimpiade. Dan ini bukan hanya tugas beliau (Fadil), tapi semua di PBSI. Kerja sama yang solid dan saling mendukung agar tujuan besar tersebut dapat tercapai," Agung menambahkan.
Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini mengakui kegagalan di Asian Games harus diperbaiki dan tidak boleh terulang. Dia mengatakan hasil evaluasi dua tahun terakhir menunjukkan prestasi bulu tangkis tidak terlalu jeblok. "Sejak awal 2021 hingga akhir triwulan ketiga 2023, PBSI mengirim atlet ke 104 turnamen internasional, 94 di antaranya dimenangi. Termasuk medali emas SEA Games, Olimpiade Tokyo 2020, Piala Thomas 2021, dan turnamen All England," ucapnya.
Ihwal Asian Games, Agung menyebutkan setidaknya ada 16 poin yang PBSI jadikan bahan perbaikan ke depan. "Itu mencakup perbaikan teknis, nonteknis, gizi, penanganan cedera, penguatan mental bertanding, dan fighting spirit. Kami juga akan melibatkan praktisi-praktisi andal di bidangnya untuk kembali mendongkrak prestasi bulu tangkis Indonesia," ujarnya.
Dalam beberapa kejuaraan internasional, Agung mengatakan, ada penurunan prestasi atlet penghuni pemusatan latihan nasional Cipayung, Jakarta Timur. Namun pemain sektor ganda putra masih bisa bersaing dengan atlet negara lain. "Di tiga turnamen, Korea Open, Hong Kong Open, dan Denmark Open, ganda putra masih bisa meloloskan wakilnya hingga babak final," kata Agung.
Ketua Umun PBSI Agung Firman Sampurna di Jakarta, 22 Oktober 2021/Tempo/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sektor ganda campuran, Agung menambahkan, masuknya Herry Iman Pierngadi sebagai pelatih kepala telah memberikan dampak positif. "Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari dan Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati pelan-pelan mulai menunjukkan grafik permainan yang meningkat, walau secara hasil belum signifikan. Memang perlu waktu," tuturnya.
Agung membantah jika disebut menghabiskan dana Yayasan PBSI. "Meski saya bukan konglomerat yang memiliki bank, dana Yayasan utuh. Kami boleh menggunakan bunganya, tapi tidak kami lakukan," ucapnya. "Sponsorship terbuka bagi semua perusahaan swasta dan diutamakan swasta nasional. Dana yang diperoleh diketahui dengan transparan baik jumlah maupun peruntukannya."
Selain itu, Agung menambahkan, PBSI berkomitmen mendorong pengembangan klub bulu tangkis kecil. Data per akhir Agustus 2023, terdapat 3.256 klub dengan 58.369 atlet aktif. "Jumlah klub meningkat lebih dari 200 sejak 2020. Kegiatan audisi yang mematikan klub-klub kecil tidak kami dukung. Kami tahu betul siapa yang tidak nyaman dengan kebijakan ini," ujarnya.
Pelatih tunggal putra PBSI, Irwansyah, mengakui capaian anak-anak asuhannya di Asian Games tidak sesuai dengan harapan. Dia mengungkapkan, persiapan dan latihan menjelang kompetisi telah dilakukan secara matang. "Persiapan semua sudah bagus, tapi memang itulah hasil yang kita raih. Terkadang satu pemain itu, yang tidak seharusnya dipikirkan, malah jadi beban," kata Irwansyah melalui sambungan telepon, Selasa, 24 Oktober lalu.
Mantan pelatih tim nasional bulu tangkis Inggris ini mengatakan ekspektasi pemain terlalu besar karena ada beban keniscayaan menyumbangkan medali. Menurut dia, secara teknis pemain Indonesia bisa bersaing, tapi faktor nonteknis menjadi tantangan. "Pikiran pemain malah jadi tekanan sendiri. Hasilnya kurang begitu nyaman ketika berada di lapangan. Berpikir menjadi juara itu bagus dan penting, tapi kalau terlalu dipikirkan malah jadi salah dan jadi beban sendiri."
Irwansyah pun berusaha mengatasi tantangan nonteknis itu. Ia mengatakan, ketika pemain Indonesia bisa bermain lepas dan rileks, tidak ada lawan yang sulit dikalahkan, termasuk pemain tunggal andalan Denmark, Viktor Axelsen, yang kini berada di peringkat pertama daftar Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). "Jadi biasanya saya tidak mau membebani mereka. Tidak digituin aja mereka sudah terbebani. Kalau kita patok, malah lebih tidak tenang," ucapnya.
Irwansyah juga merasa pemainnya terlalu banyak mengikuti turnamen sehingga jenuh. Ia menyatakan bakal lebih memilih-milih turnamen bagi Jonatan Christie dan kawan-kawan. “Saya sempat bicara dengan pemain negara lain di France Open. Walaupun bukan juara, dia juga mengeluh kejuaraan ini terlalu banyak. Kayaknya pemain kita merasakan hal yang sama," tuturnya.
Legenda bulu tangkis Imelda Wiguna setuju terlalu banyak pertandingan menjelang Olimpiade Paris 2024. Menurut Imelda, yang kini menjadi Ketua Perkumpulan Bulu Tangkis Jaya Raya, Jakarta, Bidang Pembinaan Prestasi (Binpres) PP PBSI sudah harus memperhitungkan atlet mana saja yang bakal lolos ke Olimpiade Paris 2024. “Kalau Binpres-nya pintar, pasti sudah tahu dan mendeteksi kira-kira siapa saja yang masuk Olimpiade. Binpres itu harus pintar menghitung, wawasannya juga harus luas,” katanya saat dihubungi, Jumat, 27 Oktober lalu.
Imelda, yang menghadiri undangan diskusi dengan Ketua Kelompok Kerja Road to Olympics Paris 2024 pada Selasa, 24 Oktober lalu, mengatakan usulannya sudah ia sampaikan dalam pertemuan itu meski pembentukan kelompok kerja tersebut terlambat. Imelda mengatakan Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI harus mengetahui performa puncak atlet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelatih tunggal putra PBSI Irwansyah/Dok.PBSI
Ihwal padatnya pertandingan, Imelda mengatakan pelatih dan atlet harus membicarakannya bersama-sama. “Pelatih-pelatih itu, kalau dihormati, atletnya pasti nurut. Kalau atlet merasa pelatihnya sayang sama dia, apa pun yang diomongin pelatih, pasti nurut,” ujarnya. Dia menjelaskan, pendapatnya itu didasari pengalamannya sebagai atlet dan pelatih.
Imelda mengatakan atlet terus mengikuti pertandingan mungkin karena panik. “Mereka tidak mau kena penalti BWF. Mereka juga memikirkan kontrak dari sponsor itu berdasarkan ranking.” Karena itu, Imelda menambahkan, PBSI harus mempertimbangkan kejuaraan apa saja yang harus diikuti. “Ikut biar eksis saja biar enggak kena penalti BWF. Ini penting, sehingga anak-anak bisa berfokus ke Olimpiade,” tutur juara All England 1979 di sektor ganda putri dan ganda campuran tersebut.
Pelatih bulu tangkis Mulyo Handoyo mengingatkan pentingnya pembenahan dan evaluasi manajemen serta kepelatihan selepas kegagalan tim bulu tangkis Indonesia meraih medali di Asian Games 2022. "Semuanya harus dievaluasi, manajemen, kepelatihan, karena kan enggak ada medali sama sekali,” kata Mulyo melalui sambungan telepon, Rabu, 25 Oktober lalu.
Pelatih yang mengorbitkan pebulu tangkis legendaris Taufik Hidayat itu menyebutkan salah satu langkah penting adalah meningkatkan pembinaan bakat muda. Ia berharap manajemen PBSI lebih tertib. "Bagaimana kaderisasi pemain dan penetapan target tertentu. Itu sangat menentukan dalam regenerasi pemain kita," ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pilih-pilih Pertandingan demi Olimpiade"