Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH anugerah kecil cukup membuat Roger Federer tersenyum. Golden Bagel Award namanya. Di Houston, Texas, dia mendapatkannya, Jumat pertengahan November lalu. Ini memang penghargaan yang tak terlalu prestisius dan jarang terdengar di gelanggang tenis. Petenis Swiss itu menerimanya karena prestasi paling sering mencatat bagel (kemenangan set 6-0) sepanjang tahun ini.
Senyumnya berubah agak aneh ketika presenter malam anugerah itu iseng bertanya, berapa kali dia memetik kemenangan 6-0 pada tahun ini. Federer agak celingukan. "Enam?" jawabnya sekenanya. Bukan, kata presenter itu, Federer memenangkan 12 set dengan skor 6-0. "Ha...?" Kini giliran Federer terpana.
Tak banyak petenis yang bisa mengimbangi Federer soal bagel. Guillermo Coria hanya pernah menang tujuh set dengan kedudukan 6-0. Andy Roddick, Lleyton Hewitt, Tim Henman, dan Gaston Gaudio masing-masing hanya pernah mencetak empat kali.
Houston tak hanya menyajikan anugerah Golden Bagel buat Federer. Di kota itu pula, lelaki kelahiran Basel, 8 Agustus 1981, itu memantapkan dirinya sebagai petenis terbaik dunia tahun ini. Dia menempatkan dirinya sejajar dengan para petenis besar masa lalu seperti Jimmy Connors, Bjorn Borg, Guillermo Vilas, John McEnroe, Ivan Lendl, Mats Wilander, atau Pete Sampras.
Dengan mengalahkan Lleyton Hewitt 6-3, 6-2 di final turnamen Asosiasi Tenis Profesional (ATP) Masters yang digelar di kota tersebut, dia menjadi orang pertama sejak Lendl pada 1986-1987 yang memenangkan kejuaraan bergengsi ini dua kali berturut-turut. Dengan menjuarai turnamen itu, Federer mengantongi hadiah uang US$ 1,52 juta (sekitar Rp 13,6 miliar). Ini merupakan gelar ke-13 yang diraihnya tahun ini. Dia mematahkan rekor kemenangan beruntun di final yang pernah dicatat Borg dan McEnroe, yakni 12 kali.
Rekor lainnya, Federer merebut tiga gelar grand slam musim ini, sesuatu yang terakhir kali dilakukan Wilander 16 tahun yang lalu. Tahun ini, ia mengumpulkan total hadiah US$ 6,5 juta (sekitar Rp 58,5 miliar), sama seperti rekor yang dibukukan Sampras tujuh tahun lalu.
Jangan heran, seusai pertandingan, Hewitt tak malu-malu mengakui kehebatan Federer. "Andalah yang terbaik, kawan," katanya. Sukses petenis yang juga gemar sepak bola ini pun mengundang pujian dari petenis besar masa lalu, termasuk McEnroe. Menurut bekas petenis pemarah itu, Federer terlihat seperti tak memiliki kelemahan. Dia berpeluang jadi petenis terbesar yang pernah ada di muka bumi.
Federer tentu saja senang dengan pujian. Tapi dia tak mau larut di dalamnya. "Ini musim yang luar biasa, laksana dongeng saja. Kini saya bisa berlibur dengan nyaman. Pri-oritas saya berikutnya adalah mempertahankan gelar Wimbledon dan peringkat nomor satu dunia," katanya.
Padahal, dia mewujudkan semua itu tanpa kehadiran pelatih. Desember tahun lalu, Federer membuat keputusan besar, mengakhiri kerja samanya dengan pelatih Peter Lundgren, hanya lima bulan setelah menjuarai Wimbledon, gelar grand slam pertamanya. Sejak saat itu, ke mana-mana dia membawa kekasihnya, Mirka Vavrinec, dan ibunya, Lynette.
Senyum kedua wanita itulah yang dianggap ikut meringankan beban psikologis Federer. Vavrinec dan Lynette secara bergantian mengurus keperluan Federer selama mengikuti tur tenis dunia. "Saya sangat bangga bisa mengatasi segala tekanan ini. Rasa puas yang saya alami sungguh luar biasa," kata pemuja Becker dan Stefan Edberg itu.
Sesungguhnya Federer bukan tak ingin diikuti pelatih. Tony Roche, pelatih Australia yang pernah membesarkan Lendl, sebulan yang lalu sempat diajaknya. Tapi dengan sopan Roche menolak. Katanya, dia tak ingin terbang ke berbagai tempat di dunia lagi.
Sempat pula beredar nama Darren Cahill yang kini menangani Andre Agassi. Cahill kebetulan sahabat Peter Carter, pelatih Federer yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas pada Agustus 2002. Carter adalah orang yang menangani Federer sejak petenis berdarah Afrika Selatan ini mulai berkembang pada usia 11 tahun. "Jadi, ketika Peter meninggal dan Roger Federer memutuskan tak menggunakan pelatih tahun ini, banyak media yang menyebutkan kami akan bersatu," tutur Cahilh. Faktanya, ia bersama Gil Reyes telah terikat kontrak dengan Agassi hingga 2005.
Tanpa pelatih pun Federer seperti tak menghadapi kendala. Profesionalismenya tak layak dipertanyakan. Di Houston, menjelang final ATP Masters, tatkala Hewitt memilih menjalani latihan di ruang tertutup karena takut terganggu hujan, Federer tetap memukul bola di lapangan terbuka.
Buahnya jelas, gelanggang tenis tahun ini berada dalam genggaman Federer. Dia menutup tahun ini dengan indah, menjuarai turnamen ATP Masters, mengangkat tangannya, dan dengan bangga naik ke atas mobil Mercedes yang jadi bagian hadiahnya di kejuaraan tersebut. "Saya menyukai mobil yang cepat," katanya. Dengan mobil mewah itu, liburan akhir tahun Federer kini makin dihiasi kem-bang senyumnya.
Zulfirman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo