Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagger tidaklah sendirian merasakan pahit getir sebagai atlet transeksual. Atlet sepeda gunung Michelle Dumaresq, 33 tahun, juga mengecapnya. Terlahir sebagai Michael Brandon Dumaresq di Kanada, bekas pekerja pabrik baja ini memutuskan mengubah diri menjadi wanita lewat operasi ganti kelamin pada usia 26 tahun.
Dia mulai menunjukkan bakatnya pada 1999, tiga tahun setelah men-jalani operasi, ketika berlaga di kejuaraan lokal di Pink Starfish, pantai utara Vancouver. Hanya, saat prestasinya kian mengkilap, penolakan datang dari kalangan pembalap wanita. Ujungnya, Asosiasi Balap Sepeda Kanada (CCA) dan organisasi Balap Sepeda Internasional (UCI) mencabut izin membalapnya selama setahun pada 2001.
Saat Dumaresq tampil lagi setelah izinnya dipulihkan, penolakan pun masih terjadi. Belasan peserta membuat petisi menolak kehadirannya dalam kejuaraan seri nasional. Petisi ini tidak diacuhkan panitia dan Michelle pun jadi juara dan terus mendominasi kejuaraan balap sepeda di Kanada sepanjang 2003.
Di level dunia, Dumaresq belum bicara banyak, tapi kritik pedas sudah datang. Juara dunia tujuh kali asal Prancis, Anne-Caroline Chausson, 26 tahun, menilai kehadiran Dumaresq di ajang lomba merupakan sebuah cela di tengah gencarnya upaya memerangi doping. "Dengan mengizinkan dia bermain, tidakkah kita membuka pintu untuk atlet yang secara genetis telah dimodifikasi, " katanya.
Thailand juga memiliki atlet yang bernasib serupa. Dialah kickboxer Pirinya Kiatbusaba, 23 tahun. Lahir di Bangkok, 9 Juni 1981, dengan nama Parinya Jaroenpol, dia mengenal olahraga ini sejak usia tujuh tahun. Sebagai petarung, Jaroenpol disukai penonton karena walau badannya kerempeng, sangat tangguh di ring dan kerap mengumbar tingkah konyol dengan menggoda lawan-lawannya.
Namun, pada 1999, saat berusia 18 tahun, dia melakukan operasi kelamin. Operasi itu menamatkan karier bertarungnya karena Thailand melarang wanita berlaga di ajang kickboxing. "Saya tak menyesal meski saya harus mengorbankan segalanya," katanya.
Pirinya sempat banting setir menjadi model dan menyanyi. Tapi dunia baru ini dijalani tidak terlalu lama. Kickboxing tetap lebih menarik baginya. Akhirnya, dia memutuskan naik ring kembali pada usia 20 tahun. Kali ini Pirinya memilih tampil di Jepang dan Amerika, yang memiliki aturan lebih fleksibel. Sampai sekarang Pirinya menikmati perannya sebagai bintang ring pujaan penonton. "Saya mendapat lebih banyak uang dibanding di Thailand," katanya.
Di Indonesia, kontroversi semacam itu pernah menimpa Wasti, pemain bola voli putri dari DKI Jakarta. Dia sempat dicurigai sebagai bukan wanita asli. Itu gara-gara ia berbadan kekar dan memiliki kemampuan di atas rata-rata. Dalam Pekan Olahraga Nasional 2004 di Palembang, kehadiran Wasti pun sempat diprotes lawan-lawannya. Namun, hasil tes medis yang dilakukan panitia menggugurkan kecurigaan itu. Karena terbukti sebagai wanita asli, Wasti pun boleh bermain.
Nurdin Saleh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo