Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dengan AS$ 10 saja

Huang Chiang Hui/Oey Kian Hoey, atlit angkat besi cina yang mengikuti Asian Games VIII di Bangkok, hanya mendapat uang saku AS$ 10 seorang. (or)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEWAKTU Huang Chiang Hui disebut Oey Kian Hoey, ia pernah memenangkan Mr. Indonesia 1951 dan Mr. Indonesia 1952. Dengan gelar itu atlit binaraga dan angkat besi kelabiran Banten (1930) ini meninggalkan Indonesia. Sejak 1952, ia menetap di Peking dan menjadi atlit angkatbesi Cina yang terkemuka. Beberapa kali ia memecahkan rekor dunia kelas ringan. Kini Huang aktif sebagai pelatih, dan menyertai tim angkat besi RRC ke Asian Games VIII, Bangkok. Prestasi timnya dinilainya "lumayan". Dari 10 kelas yang dipertandingkan, Cina ikut 7 kelas dengan hasil 5 medali emas. Tapi di mana rahasia kebolehan mereka? Wartawan TEMPO, Lukman Setiawan berusaha langsung menggali informasi dari kubu mereka. Laporannya: DI kamar 517, Chavalit Hotel, Bangkok. Hadir Huang dan pimpinan tim, Wang Hai Ju, seorang tua asal propinsi Shansi. Ruang yang luasnya cukupan itu terasa agak sesak. Di meja tulis ada dua semangka besar, beberapa sawo dan jeruk. Di meja lain tampak cangkir Cocacola, yang ternyata tidak sekali pakai lalu dibuang. Roti, obat-obatan, tumpukan peti air-soda dan banyak lagi barang keperluan sehari-hari. Persediaan logistik itu rupanya vital. Selama perlawatan ke Bangkok seorang hanya diberi uang-saku AS$ 10, dan itu pun tidak mereka kuasai. "Semua cukup di sini," kata Huang yang masih lancar berbahasa Indonesia. "Jadi untuk belanja ke luar tidak bisa." Kontingen RRC terdiri atas 400 orang, termasuk rombongan kesenian. Mereka kelihatannya lebih bebas sekarang. Boleh berjalan-jalan ke luar, tapi dengan syarat harus paling sedikit berdua atau berkelompok. "Ini bukan apaapa, hanya menyangkut soal keamanan. Beberapa tahun yang lalu, ketika 'Komplotan Bandit 4' yang dikepalai Chiang Ching masih berkuasa, berbicara berdua dengan orang asing seperti yang kita lakukan di kamar ini, jangan harap bisa terjadi," kata Huang. "Sekarang kita dipersilakan memilih sendiri seragam latihan yang kita sukai. Jadi masing-masing cabang boleh memilih merah, biru atau hijau." Mereka boleh membaca buku asing, majalah apa saja asal tidak porno. Isap rokok "555" dan "Dunhill" juga mereka lakukan meski tidak terang-terangan. Karena kebebasan itu juga tim olahraga Cina banyak melakukan perlawatan ke luar negeri. Menjelang AG VIII, tim renang Cina melawat ke Tunisia dan Yugoslavia. Tim angkat besi ke Amerika Serikat, Perancis dan Inggeris. Dari perlawatan itu mereka merasa masih tertinggal jauh dari Eropa dan Amerika Serikat. Seorang pelatih renang mereka, Mu Hsiang Hsiung, malah memuji teknik dan ketahanan fisik perenang Indonesia yang dilatih di Amerika. Di RRC berlaku juga sistim pelatnas (TC). "Para pemain dikumpulkan selama 4 sampai 6 bulan dalam pusat latihan, diseleksi, lalu dipilih," kata Hou Chia Chang, pemain dobel bulutangkis Cina yang juga berasal dari Indonesia. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, mereka memang sudah dikhususkan dalam sekolah pendidikan jasmani. Para pengajarnya termasuk tokoh-tokoh seperti Huang Chiang Hui dan pelatih nasional lainnya. "Hidup saya sebenarnya enak-enak saja," kata Huang, "pagi hari mengajar teori, sore hari mengajar praktek." Ia menambahkan bahwa pembinaan yang teratur dan intensif baru dibangkitkan lagi 5 tahun terakhir ini. "Selama periode 1965-1972, praktis pembinaan olahraga kacau. Semua dikendalikan 'Komplotan Bandit 4'." Bentuk Baru Keadaan serba tertutup itu membuat mereka seperti "orang yang baru melek". Misalnya, Huang tidak pernah melihat jam tangan yang diperlengkapi dengan stopwatch. Apalagi yang digital dengan baterei. Biaya hidup bagi atlit dan pembina olahraga "tidak masalah". Huang dengan seorang isteri dan dua anak mendapat gaji 100 Yuan ($ 1 = 1,7 Yuan). Di Peking, ia tinggal di flat bertingkat 5 terdiri dari dua kamar dan 1 ruang tamu. "Di atas saya Tang Hsien Hu dan di bawah saya Hou Chia Chang yang keduanya juga sudah berkeluarga." Biaya dan harga barang dia perinci: sewa flat 5 y sebulan, beras 1 kg 40 sen, telur 8 sen, daging 1,80 y, nonton bioskop 25 sen, pakaian satu stel 100 y, baju 6 y dan sepatu 20 y. Tapi arjoji terbilang mahal. Bikinan lokal (Shanghai 120 y. Juga sepeda, 150 y. Rambut para atlit wanita mulai mencari bentuk baru. Mereka sudah meninggalkan mode kepang atau buntut kuda yang dipertahankan belasan tahun."Kini wanita boleh membuat gelombang pada rambutnya meskipun keriting terang-terangan belum dilakukan anak muda," kata Huang. Di samping sebagai pelatih, Huang adalah juga anggota Permusyawaratan Politik RRC. Indonesia, terutama Jakarta, di mana dia dibesarkan dan menjadi terkenal, tak dapat dia lupakan. "Apalagi jika diingat sate kambing dan gado-gadonya. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus