Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di Bawah Bayang-bayang Sang Ayah

Anak-anak mantan petinju kondang bermunculan menapaki jejak ayahnya. Inilah sepak terjang mereka.

28 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Julio Cesar Chavez Jr. Dia masih muda, baru berusia 19 tahun. Tapi lihatlah kelihaian Julio Cesar Chavez Junior dalam melepas pukulan. Dia melancarkan hook kiri pada perut, dan tiba-tiba disusul upper cut yang bersarang telak pada wajah Ryan Maraldo, lawannya. Sang lawan terhuyung-huyung, hampir jatuh. Darah terus meleleh pada pelipis petinju kelas ringan junior dari Amerika Serikat ini. Wasit pun segera menghentikan pertandingan.

Sambil mengacung-acungkan tangan, Chaves Junior bersorak senang. Sekitar sepuluh ribu penonton mengelu-elukannya. Dalam pertarungan non-gelar yang berlangsung di Hotel MGM Grand, Las Vegas, 19 Maret lalu itu, ia menang TKO. Inilah kemenangan ke-17 bagi Chaves Jr. yang baru menekuni tinju sejak dua tahun lalu. "Saya sangat gembira, tapi tak boleh terlena. Saya harus terus berlatih lagi agar menjadi juara dunia," katanya.

Dia ingin punya nama sebesar ayahnya, Julio Cesar Chavez, 43 tahun. Legenda tinju asal Meksiko ini sangat istimewa karena pernah menjadi juara dunia di tiga kelas berbeda: welter junior, ringan junior, dan kelas ringan. Sebagai anak bekas juara dunia, tak mengherankan jika Chavez Jr. mudah "dijual". Sejak memulai debutnya pada September 2003, hampir tiap bulan dia naik ring. Si Junior akan tampil lagi di Texas pada bulan depan, dan bulan berikutnya di Los Angeles. Di kota terakhir, dia akan tampil bersama dengan ayahnya yang akan melakukan pertarungan perpisahan melawan petinju Amerika, Ivan Robinson.

Kendati begitu, gelar juara masih jauh dari jangkauan Chaves Jr. "Dia butuh satu hingga dua tahun lagi untuk menjadi juara," kata Willie Tucker, Presiden Sycuan Promotions, yang menangani pertandingan si Junior.

Mulai berlatih pada usia 16 tahun, keinginan bertinju Chavez Jr. sempat ditentang ayahnya. Berkat kemauan kerasnya, akhirnya hati sang ayah luluh. Walau begitu, ayahnya mengaku tetap tersiksa menyaksikan anaknya dipukuli di atas ring. "Ini hal buruk, saya tak menyukainya. Saya takut hal buruk terjadi padanya," ujar ayahnya.

Bukan tidak mungkin Chavez Jr. akan mampu menyamai kebesaran ayahnya. Dilatih oleh pamannya sendiri, Rodolfo, dia memiliki kehebatan dan gaya bertarung seperti sang ayah: gerakan pinggul yang lincah, sudut pukulan akurat, dan hook kiri yang ampuh. Dia bahkan memiliki kelebihan lain, lebih agresif.

Terbukti, dari 17 kemenangan yang pernah didapat, 12 diraihnya dengan KO.

Ronald Hearns Menjadi anak mantan juara dunia tak hanya memberi kemudahan, tapi juga tekanan. Ini dirasakan oleh Ronald Hearns, 26 tahun. "Orang-orang memiliki motivasi untuk bertarung dan mengalahkan saya semata-mata karena saya adalah anak Thomas Hearns," katanya. Thomas Hearns, sang ayah, adalah juara dunia sejati kelas welter pada akhir 1980-an.

Seperti Chaves Jr, ia pun sempat dilarang bertinju oleh ayahnya. "Saya meminta ayah melatih saya sejak berusia 12 tahun, tapi dia tak pernah mau. Dia tak ingin saya jadi petinju karena menganggap olahraga ini terlalu kejam," ujarnya.

Itu sebabnya, saat kuliah di American University, Washington, Ronald sempat mencurahkan energinya untuk bermain basket. Dia jadi tim inti di kampusnya. Barulah setelah lulus kuliah, keinginannya bertinju sulit dibendung. Dia nekat berlatih tinju dan ayahnya tidak bisa menghalanginya lagi. "Kini Ronald sudah dewasa dan bisa menjaga diri. Dia seorang atlet yang tahu kemampuannya," kata Thomas Hearns, 45 tahun.

Sang anak sekarang digembleng oleh Emanuel Steward, pelatih yang pernah mengantar ayahnya jadi juara dunia. Karena terlambat terjun, Ronald baru melakukan lima pertandingan di kelas menengah. Semua dia menangkan, tiga di antaranya dengan KO.

Ronald yakin, dengan jab andalannya dia akan bisa keluar dari bayang-bayang kebesaran ayahnya. "Saya bermimpi menjadi juara di kelas menengah lalu berpindah kelas dan menjadi juara di kelas berat ringan," katanya.

Tantangannya tak kecil. Di kelas menengah saat ini juga ada dua anak mantan juara dunia yang juga tengah meniti karier, yakni James McGirt Jr. dan Carlos De Leon Jr. Prestasi mereka lumayan bagus. James, 21 tahun, tak terkalahkan dalam enam pertandingan yang dijalaninya. Dia adalah putra dari James "Buddy" McGirt, juara dunia kelas welter dan kelas menengah junior di awal 1990-an.

Carlos De Leon Jr., 25 tahun, malah lebih berpengalaman. Dia telah mencatat 12 kali kemenangan, 9 di antaranya dengan KO. Leon Jr. adalah putra dari juara dunia sejati kelas jelajah asal Puerto Rico, Carlos De Leon.

Cory Spinks Dialah yang paling menonjol di deretan anak-anak para bekas juara dunia. Saat masih berusia 23 tahun, Cory Spinks telah mengecap gelar juara dunia sejati kelas welter sejak Maret 2003. Namun, gelar itu lepas setelah pada Februari lalu dia kalah angka menghadapi petinju Amerika, Jab Judah. "Saya harus menghadapi kekalahan itu sebagai seorang lelaki. Saya mengharapkan sebuah pertandingan ulang," katanya.

Kehadiran Cory Spinks akan segera mengingatkan kita pada kehebatan ayahnya, Leon Spinks. Ia pernah menjadi juara dunia kelas berat setelah mengalahkan Muhammad Ali pada 1978. Kendati begitu, Cory sebenarnya tak banyak bersentuhan dengan ayahnya. Dia lahir dari hubungan di luar nikah Leon dengan Ziade Calvin. Tinggal bersama ibunya, Cory hidup terpisah dari sang ayah. Ayahnya baru mendampinginya setelah Ziade meninggal pada 1999.

Cory dibesarkan dalam lingkungan yang keras. Dia menggambarkan, lingkungan tempat tinggalnya seperti neraka. Hanya yang kuat yang bisa bertahan. "Kakak saya terbunuh pada 1993. Setahun kemudian teman baik saya mengalami nasib sama. Saya beruntung bisa bertahan," katanya.

Mulai terjun ke tinju profesional pada 1997, ia mendapat gemblengan keras dari pelatih Kevin Cunningham. Sang pelatih menilai Cory kurang kejam di ring. "Kadang dia terlalu lembut dan tak memiliki kebuasan sebagai petinju. Itulah sebabnya dia jarang menang KO," katanya. Saat ini Cory sudah mengemas 34 kemenangan, 10 di antaranya dengan KO, dan tiga kali kalah.

Hector Camacho Jr. Tak semua anak bekas juara dunia selalu beruntung. Ini dialami oleh petinju asal Puerto Riko, Hector Camacho Jr., 26 tahun. Kendati sudah naik ring sejak 1996, ia belum juga berhasil meraih juara dunia. Kehebatan ayahnya, Hector "Macho" Camacho, seolah tidak seluruhnya tumpah pada dirinya. Tak hanya menjadi juara dunia, dulu sang ayah pernah menjadi juara di tiga kelas berbeda: ringan, ringan junior, dan menengah.

Sejauh ini, Camacho Junior baru meraih gelar juara kelas welter junior North America Boxing Association (NABA) pada 1999-2001. Gelar itu pun hilang setelah dia beralih kelas ke kelas welter pada 2002 dan dikalahkan petinju Argentina Omar Weiss. Kini peringkatnya berkutat pada posisi 29 WBC. Rekor bertandingnya adalah 36 kali menang (18 KO) dan satu kali kalah. Terakhir ia bertarung pada 28 September lalu melawan Marteze Logan yang berakhir draw.

Bila tak segera bangkit, nasibnya mungkin akan seperti Marvis Frazier, anak Joe Frazier, mantan juara dunia kelas berat pada 1970-1973. Sempat mengikuti jejak ayahnya, berlaga di kelas berat, Marvis, 45 tahun, hanya mengoleksi 19 kemenangan (8 KO) dan 2 kekalahan. Dia dikalahkan oleh Larry Holmes pada 1983 dan oleh Mike Tyson pada 1986. Kini Marvis pensiun dan memilih jadi pendeta. Prestasi Camacho memang masih lebih baik. Dia pun masih terlalu muda untuk pensiun dari dunia tinju.

Nurdin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus