Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhammad Rachman Sawaludin terus merangsek sambil mengobral pukulan. Belum tampak ekspresi letih pada wajahnya. Padahal, dua petinju sudah dihadapinya, masing-masing selama dua ronde. Petinju ketiga yang kini jadi lawannya berkali-kali mundur menghindari pukulan Rachman.
"Bagus, Mat. Terus Mat, terus masuk. Tapi ingat dia bukan lawanmu yang sebenarnya," Muhammad Yunus, pelatih Rachman yang berdiri di samping ring terus berteriak-teriak. Petinju berusia 33 tahun ini memang biasa disapa Rahmat oleh orang-orang sekelilingnya. Senin sore pekan lalu itu, dia tengah menjalani latihan keras di Sasana AKAS, Probolinggo, Jawa Timur.
Rachman mesti menyiapkan diri. Pada 3 April mendatang dia akan mempertahankan gelar juara dunia kelas terbang mini versi Federasi Tinju dunia (IBF) di Merauke, Papua, melawan penantang asal Thailand, Fahlan Sakkreerin, 36 tahun. Rachman adalah satu dari dua juara dunia yang saat ini dimiliki Indonesia. Satu lagi gelar juara dunia di kelas bulu versi Asosiasi Tinju Dunia (WBA) dipegang oleh Chrisjon.
Buat mengasah kemampuan, Rachman melakukan latih tanding sebanyak tiga kali?Senin, Rabu, dan Jumat?dalam sepekan. Dia bertarung selama sekitar delapan ronde, melawan tiga sampai empat petinju kidal. Ini untuk membiasakan diri menghadapi Fahlan yang mengandalkan tangan kiri. Di luar ketiga hari itu, menunya lain lagi: latihan teknik dan fisik. Dia berlari sejauh 10 kilometer pada pagi hari. Sorenya, ia menjalani latihan teknik selama kira-kira dua jam.
Penggemblengan fisik yang lebih berat telah dijalaninya selama dua bulan di Gunung Bromo, Jawa Timur. "Kini Rachman tinggal menjaga kondisi saja. Porsi latihannya pun sekadar untuk menjaga kecepatan dan refleks," kata Yunus,
Kelincahan Rachman terlihat saat latih tanding. Kakinya terus bergerak, mengajak si lawan yang bertubuh lebih tinggi, bertarung dalam jarak dekat.
Dia berkali-kali melancarkan pukulan ke perut. Menurut Yunus, ini merupakan cara untuk memancing lawan membuka area atasnya. "Konsentrasi lawan terganggu jika bagian perutnya dihujani pukulan," ujarnya.
Sehabis bertarung selama enam ronde, dia belum berhenti. Rachman melanjutkan latihan dengan memukul samsak selama 15 menit. Tak lama kemudian, dia melakukan skipping, disusul dengan latihan shadow boxing. Kakinya yang kecil terus bergerak lincah, kepalan bogemnya ditinjukan ke udara sambil menatap pada sebidang cermin lebar yang kusam.
"Anda lihat tadi kan? Walau lawan saya tinggi dan tangannya panjang, saya bisa bikin mereka kewalahan. Kalau mereka lawan beneran, mungkin mereka sudah ada yang KO," kata Rachman seusai latihan. Dia tampak percaya diri. Lelaki kelahiran Merauke, Papua, ini yakin sekali bisa mempertahankan gelarnya.
Gelar juara dunia itu diraihnya 14 September tahun lalu setelah mengalahkan petinju Kolombia Daniel Reyes. Sesudah jadi juara, rezeki pun mengalir kepada Rachman. Selain mendapat bayaran Rp 100 juta dari pertandingan, ia juga mendapat bonus dari Gubernur Jawa Timur sebesar Rp 60 juta. Rachman mengaku dijanjikan pula hadiah rumah tipe 70 oleh gubernur. "Tapi hingga kini rumah itu belum diberikan," katanya.
Sampai sekarang Rachman masih tinggal di rumah kontrakannya di Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, Probolinggo. Di sana, ia tinggal bersama istrinya yang ketiga, Dyah Retnoningsih, 35 tahun. Istri pertama dan keduanya sudah dicerai akhir tahun lalu. Di depan rumahnya, tampak sebuah Suzuki Escudo hitam keluaran 2003 yang baru beberapa bulan dibeli.
Setelah menjalani latihan keras, kini Rachman dalam kondisi terbaiknya. Berat badannya sudah menyusut dari 50 kilogram menjadi 47,1 kilogram, bobot yang ideal untuk kelas terbang mini. "Kalau saat ini disuruh naik ring pun, saya sudah sangat siap lahir batin," katanya. Keyakinan yang besar muncul karena ia sudah pernah menghadapi Fahlan dalam pertarungan non-gelar yang diadakan di Bangkok pada 1995. "Saya menang TKO di ronde ketujuh. Saat itu saya masih memakai nama Muhammad Rahmat," ujarnya.
Pelatihnya berharap Rachman tak lengah, sebab lawannya tak bisa dianggap enteng. Fahlan memiliki pukulan tangan kiri yang keras. "Selain itu, dia juga lebih kenyang pengalaman bertanding," kata Yunus. Sang lawan mengantongi rekor 54 kali menang (23 KO), empat kali kalah, dan dua draw. Ini sedikit lebih baik dengan prestasi Rachman: bertanding 49 kali menang (21 KO), 3 kali draw, dan tujuh kalah.
Meski sangat yakin ketika ditanya persiapan, Rachman langsung meradang begitu disinggung soal bayaran. Dia mengaku hanya dibayar Rp 250 juta untuk pertarungan itu. Menurut dia, ini bukan bayaran yang pantas bagi seorang juara dunia. "Kemarin saya sempat ngambek gara-gara soal ini. Tulis saja, biar Dondo tahu, " ujarnya. Dondo yang disebutnya tak lain Dondo Sugiarto, promotornya. Dia adalah anak almarhum Herry "Aseng " Sugiarto, promotor yang dulu menangani Rachman.
Dipepet oleh jadwal pertandingan yang sudah dekat, sang juara dunia tidak punya pilihan lain. Dia akhirnya menerima bayaran itu. Dan kalau Rachman amat bersemangat bertarung pada 3 April nanti, itu karena ia akan tampil di Merauke, di depan publik kota kelahirannya.
Nurdin, Abdi Purmono (Probolinggo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo