PARA pemain menggebrak meja. Bidak dan protes pun berpelantingan bersama. Suasana ribut. "Mana ketua panitia? Mana dia?" Tapi sang ketua panitia entah raib di mana. Maka, turnamen catur di Wisma Catur KONI Ja-Bar, Bandung, Senin pekan lalu, pun terhenti. Akibatnya, hadiah bagi juara tak terbayar lunas. Penyelenggara turnamen tampaknya sangat ambisius. Turnamen itu, kata mereka, untuk memperingati (wah, wah, wah) Hari ABRI, Hapsak Pancasila, HUT Golkar Hari Sumpah Pemuda, dan Hari Pahlawan. Ternyata, kejuaraan ini cukup menarik minat: 92 atlet dari 7 daerah -- Sum-Ut, Sum-Sel, Lampung, DKI Jakarta, Ja-Teng, Ja-Tim, dan Ja-Bar -- mengikutinya. Turnamen dibuka dengan pemukulan gong oleh Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung yang juga Ketua KONI Kodya Bandung, 29 Oktober lalu. Tempatnya di panggung terbuka, dengan makanan dan minuman berlimpah. "Saya merasa kaget kok mewah sekali pembukaan ini," komentar Ed Dasuki, Ketua Umum Percasi Ja-Bar. Penyelenggara turnamen ini klub Pion Rahayu -- klub catur Bandung yang berdiri 30 tahun lalu. Pertandingan yang menggunakan sistem Swiss 11 babak ini hingga babak ke-10 berjalan mulus. Tapi sehari menjelang penutupan terjadi keributan. Gara-garanya, secara mendadak panitia mengundurkan acara penutupan yang seharusnya 10 November menjadi 22 November. Otomatis pembagian hadiah pun tertunda. Para pemain pun langsung memprotes. "Ini benar-benar keterlaluan," kata Master Indonesia (MI) Eddy Handoko, salah seorang peserta dari Jakarta, dengan nada kesal. "Kami lalu mogok," Cecep Kosasih, peserta dari Ja-Bar, menyambung. Akibatnya, enam partai babak terakhir yang seharusnya dimainkan pada hari Senin urung. Kericuhan dapat diatasi setelah panitia berjanji: penutupan tetap dilaksakan sesuai dengan jadwal, tapi panitia hanya sanggup membayar 50% dari hadiah yang dijanjikan. Sisanya akan dibayar 22 November nanti. Para pemain pun menerima dan pertandingan dilanjutkan. Pada 10 November lalu pertandingan selesai dan menghasilkan 20 peringkat. Juara pertama, Awam Wahono dari Ja-Teng, berhak menerima Rp 1 juta. Juara ke-2, MI Eddy Handoko, berhak menerima hadiah Rp 600.000. Para peserta lain berhak menerima Rp 325.000 sampai Rp 25.000, hadiah terkecil. Total jumlah hadiah Rp 3 juta. Ketika acara penutupan, tak ada panitia yang tampak. Pihak Percasi Ja-Bar, yang ikut bertanggung jawab, kelabakan. "Kami tunggu hingga jam 8 malam, panitia tak muncul. Ya, akhirnya kami yang harus nomboki dulu untuk membayar yang 50% itu," kata Dasuki. Panitia turnamen ini, menurut Dasuki, hanya berspekulasi. Harapan mereka, dengan uang pendaftaran Rp 20.000 tiap peserta ditambah dana dari sponsor, hadiah dapat tertutup. Ternyata, meleset. Berapa dana yang bisa terkumpul, panitia tak mau memberikan komentar. Yang jelas, dana dari Bir Bintang Rp 250.000 dan minuman gratis dari FN. Jauh-jauh hari, Percasi Ja-Bar telah menyodorkan syarat. Supaya uang Rp 3 juta dan biaya wasit diserahkan lebih dulu kepada Percasi. Waktu itu panitia menyetujui. Tapi sampai turnamen berakhir, uang tak kunjung diserahkan. Ketua panitia, Faisal, hingga sekarang tak dapat ditemui. Istrinya membantah pemberitaan yang memojokkan panitia. "Kami bukannya menghilang, tapi sedang mencari uang. Sebab, uang yang ada belum dicairkan semua," kata Ny. Faisal yang mengaku sebagai koordinator turnamen itu. Diakui oleh Ny. Faisal, dana yang terkumpul memang kurang. Dia kecewa atas kurangnya dukungan dari pihak pemerintah. Sumbangan Rp 50.000 dari Wali Kota Bandung dan Rp 150.000 dari Gubernur Ja-Bar, dirasakannya terlalu kecil. Pihak Percasi Ja-Bar telah menjatuhkan sanksi. Selama dua tahun Pion Rahayu tak diperbolehkan mengadakan turnamen. Sedangkan bagi Faisal dan istrinya, "Karena ini menjurus penipuan, maka saya sudah melaporkan pada yang berwajib," kata Dasuki. Laporan Ida Farida (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini