RAUNGAN sirene dan tepuk tangan gemuruh dari sekitar 2.000 penonton yang memadati Gedung Bola Basket, Halim, Kediri, menandai pembukaan kejuaraan Tenis Meja Yunior Asia III 14 November lalu. Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI), Ali Said, membuka kejuaraan lima hari yang diikuti 14 negara itu. Ini untuk kedua kalinya Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan tenis meja tingkat Asia, setelah sebelumnya menjadi tuan rumah Kejuaraan Tenis Meja Asia, 1983 lalu. Empat negara besar dalam tenis meja, RRC, Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara, ikut ambil bagian dalam kejuaraan yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali ini. Menjelang kejuaraan panitia sempat tegang. Soalnya, tim Iran, setiba di Jakarta, menolak pergi ke Kediri dengan biaya sendiri. Alasannya, dalam undangan disebutkan kejuaraan dilangsungkan di Jakarta. Berkat sikap tegas Ali Said ("Silakan pulang bila menolak ikut"), tim Iran akhirnya berangkat juga ke Kediri. Buat Indonesia sendiri. "Tidak ada target," tutur Ali Said kepada Budiono Darsono dari TEMPO. Dalam kejuaraan kedua di Nagoya, Jepang, 1985, tim putri Indonesia menempati urutan ke-6, di bawah empat negara besar dan Taiwan. Sedangkan regu putra berada di peringkat ke-7. "Lebih baik tanpa target tapi hasilnya baik, daripada pakai target-targetan tapi hasilnya meleset," tambah Ali Said yang Ketua Mahkamah Agung ini. Willy Waroka, Sekjen PTMSI, membenarkan. "Sungguh mimpi di siang bolong," katanya, "jika tim putri kita bisa masuk 5 besar. Mampu mengalahkan Taiwan saja sudah bagus." Nada serupa juga dikemukakan oleh pelatih putri tim Indonesia, Diana Wuisan. "Memang berat, kekuatan tim putri kita tidak seimbang," kata Diana. Tim Indonesia hanya mengandalkan kepada peraih dua medali emas SEA Games XIV lalu, Rosy Syech Abubakar, 15 tahun. Perbedaan kemampuan Rosy dengan pemain pendampingnya terlalu mencolok. Apa yang dikhawatirkan Willy Waroka dan Diana Wuisan terbukti. Meski di hari pembukaan tim putri mampu menggulung Singapura dan Malaysia 3-0, mereka harus mengakui keperkasaan Jepang dan Korea Selatan juga 3-0. Dengan hasil itu, Indonesia hanya menempati urutan ketiga dalam Pool B, di bawah Jepang dan Korea Selatan. Sehingga, peluang Indonesia untuk bisa masuk 4 besar sirna. Untuk memperebutkan tempat kelima, Rosy dan kawan-kawan harus bisa menundukkan Taiwan. Perjuangan tim putra untuk memperbaiki peringkat tampaknya tidak begitu berat. Berada di Pool B bersama Taiwan, Iran, dan Qatar -- yang urung datang putra-putra Indonesia sudah masuk 8 besar. Tinggal menghadapi Taiwan untuk memperebutkan gelar juara pool setelah menggunduli Iran 5-0 dan menang WO dari Qatar. Mengapa itu di Kediri, padahal Kota Madya Kediri belum memiliki hotel berstandar internasional. Rahasianya: Gudang Garam yang menanggung seluruh biaya sekitar Rp 1,5 milyar. "Pokoknya, kami akan memberikan servis sebaik mungkin, jangan sampai memalukan," ujar Rachman Halim, Presdir PT Gudang Garam. Presiden Federasi Tenis Meja Internasional yang telah meninjau ke Kediri berpendapat, Gedung Olah Raga Sanjaya merupakan gedung tenis meja terbesar di kawasan Asia. Gedung yang dibangun Gudang Garam ini mampu menampung 12 meja dengan arena ukuran internasional (7 X 14 m). Padahal, Istora Senayan hanya mampu menampung 9 meja. "Itu pun harus mengurangi luas arena menjadi 6 x 12 m.," kata Willy Waroka. Para negara peserta juga memuji persiapan tuan rumah. "Sudah cukup memadai dan layak untuk pertandingan tingkat internasional," ujar Wang Fu Cheng, salah seorang pelatih tim Cina. Hal senada dilontarkan oleh para manajer tim lainnya. Namun, ada yang mereka sayangkan: penginapannya banyak nyamuk. R.N.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini