Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di Sini Saja, Atlit

Untuk menghadapi Sea Games X, tidak diadakan latihan di luar negeri, cukup mendatangkan pelatih dari luar negeri. (or)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN 1979, tahun domestik bagi atlit Indonesia. Tiada lagi latihan ke luar negeri. Begitu keputusan Ketua Harian KONI Pusat, D. Soeprajogi pekan lalu. "Untuk menghadapi SEA Garnes X," katanya, "Cukup didatangkan pelatih dari luar sebagai gantinya." Soeprajogi cukup mengejutkan, memang. Ketika menghadapi Asian Games VIII di Bangkok Desember lalu, hampir seluruh dari 11 cabang olahraga yang dipersiapkan kebagian jatah di luar negeri. Renang, misalnya, sudah sejak tahun 1975 di San Diego, AS. Juga tenis meja di Senta, Yugoslavia sampai waktu yang panjang. Latihan yang murni di dalam negeri hanya bulutankis. Untuk persiapan SEA Games X di Jakarta September depan, KONI Pusat jelas menghadapi kekurangan dana. "Dari 650 juta yang diperlukan, pemerintah memberi cuma Rp 500 juta," tutur Soeprajogi. Indonesia harus mempersiapkan 18 cabang olahraga yang dipertandingkan di SEA Games nanti. Mengingat keterbatasan biaya itu, Soeprajogi memilih pelatih yang berasal dari negara sosialis dengan bayaran sedikit lebih murah dibandingkan mereka yang berasal dari Barat. KONI Pusat menyediakan honorarium US$1000 per bulan plus ongkos tinggal di sini untuk pelatih dari negara sosialis. Pelatnas SEA Games X dimulai Maret. Waktunya sangat mendesak. Tampaknya KONI Pusat tak mempunyai banyak pilihan. Apalagi mengingat seorang atlit yang dilatih di luar negeri akan meminta biaya sedikitnya US$ 450/bulan. Ada untung-rugi untuk mendatangkan pelatih atau mengirimkan atlit ke luar negeri. Bila ia berlatih di luar negeri, "banyak sekali pertandingan yang bisa diikuti," cerita Soeprajogi. 'Kalau pelatih didatangkan, jumlah atlit yang memetik manfaat bisa lebih banyak." Di kandang sendiri, tentu saja, atlit tak bisa menakar kekuatan lawan. Bikin Hancur? Gagasan Soeprajogi mengecewakan olahragawannya sendiri. Atlit panahan, Donald Pandiangan, misalnya, berpendapat: "Di luar negeri, kita punya kesempatan lebih banyak." Mengenai pendatangan pelatih, ia tampak agak keberatan. "Kalau latihan di dalam negeri, lebih baik ditangani langsung oleh pelatih Indonesia," ucap Pandiangan. "Supaya hubungan batin antara si atlit dan pelatih lebih dekat." Keberatan Pandiangan itu tampak didasari oleh pengalamannya menghadapi AG VIII lalu. Lima minggu menjelang keberangkatan, KONI Pusat mendatangkan Tadeusz Purzycki, pelatih panahan dari Polandia. Bagaimana kenyataannya? "Prestasi kita hancur, gara-gara pelatih itu (maksudnya: Purzycki) melakukan perombakan terhadap teknik, timng, dan moment yang sudah biasa kita lakukan selama ini," lanjut Pandiangan. "Lain hal, kalau persiapannya lebih panjang. Sedikitnya 1 tahun." Di AG VIII, tim panahan Indonesia hanya merenggut 1 medali perunggu dari 2 medali emas yang diharapkan. Di mata pelatih Indonesia, kehadiran rekannya dari luar negeri memang dirasakan perlu. Tapi bukan untuk langsung menangani atlit, melainkan buat menatar saja. Pendapat itu antara lain tercermin dari pelatih renang, drs. Saparjiman. "Pelatih kita sebetulnya tidak kalah dibandingkan mereka," komentar pelatih W. T. Item, juga dari renang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus