Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

PRSI Cemas, Item Optimis

Kristiono Sumono dan Naniek Suwadji mengundurkan diri sebagai perenang, walau sulit dicarikan gantinya. (or)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH muda, dia sudah ingin pensiun. Perenang nasional, Kristiono Sumono, 20 tahun, tampak tak bisa ditawar lagi. Dia mau mengetuk kembali pintu sekolah. Hampir setahun waktunya tersita untuk mempersiapkan diri guna menghadapi Asian Games VIII di Bangkok, Desember 1978. "Saya ingin menyelesaikan studi dulu," alasannya. Terakhir sebagai siswa tahun kedua pada Southwestern College di San Diego, AS, Kristiono menggoncangkan PRSI. Sulit dicarikan penggantinya saat ini. Dalam AG VIII ia memang tak berhasil menggeser kedudukan perenang Jepang atau Filipina dari tempat pertama. Tapi di SEA Games IX, Kuala Lumpur, tahun sebelumnya ia meraih 7 medali emas untuk kontingen Indonesia. Menghadapi SEA Games X di Jakarta, September depan, cabang renang kelihatan masih diharapkan menjadi tambang medali emas bagi Indonesia. Masalahnya, siapakah yang bakal menggantikan kedudukan Kristiono? "Jerry dan Johny harus bisa mengambil oper," ujar W.T. Item, pelatih renang nasional. Jerry dan Johny, keduanya putera Item, adalah perenang inti bersama Kristiono dalam AG VIII. Persoalannya pelik. Sebab Kristiono mengkhususkan diri dalam gaya bebas, sementara Jerry merupakan spesialis gaya kupu-kupu. Pengganti lain, Johny, memang mengikuti jejak Kristiono. Cuma ia belum sematang perenang yang bakal digantikannya. "Untuk mengambil alih semua nomor Kristiono memang sulit," lanjut Item. "Makanya nanti akan diambil nomor tertentu saia." Menghadapi SEA Games X di Jakarta, September depan, cabang renang kelihatan masih diharapkan menjadi tambang medali emas bagi Indonesia. Masalahnya, siapakah yang bakal menggantikan kedudukan Kristiono? "Jerry dan Johny harus bisa mengambil oper," ujar W.T. Item, pelatih renang nasional. Jerry dan Johny, keduanya putera Item, adalah perenang inti bersama Kristiono dalam AG VIII. Persoalannya pelik. Sebab Kristiono mengkhususkan diri dalam gaya bebas, sementara Jerry merupakan spesialis gaya kupu-kupu. Pengganti lain, Johny, memang mengikuti jejak Kristiono. Cuma ia belum sematang perenang yang bakal digantikannya. "Untuk mengambil alih semua nomor Kristiono memang sulit," lanjut Item. "Makanya nanti akan diambil nomor tertentu saja." Kristiono adalah pemegang rekor SEA Games IX mata lomba 100 m, 200 m, 400 m, dan 1.500 gaya bebas. Tingginya 172 cm dan beratnya 64 kg. Pelatih Mike Troy mengasuhnya di San Diego sejak Juni 1975. Dialah perenang pertama Indonesia yang berhasil melampaui rekor AG (1974), tapi prestasi tersebut telah dipertajam lagi oleh perenang Jepang di Bangkok. Tak banyak yang mengira bahwa perjalanan karir Kristiono justru dimulai dari kali, di belakang rumahnya di Banda Aceh. Sumono, ayah Kristiono, menjabat Kepala Imigrasi di sana tahun 1962. Tahun 1967, keluarga Sumono hijrah ke Jakarta. Dan Kristiono kemudian bergabung dengan klub renang Tirta aruna yang diasuh oleh M. F. Siregar, Sekjen KONI Pusat. Dari Tirta Taruna, ia terpilih untuk ikut Kejuaraan Renang elompok Umur I di Singapura. Ia adah produk pertama dari program kempok umur PRSI. Sejak itu ia belum pernah absen dari setiap kegiatan renang nasional maupun internasional. Tapi Kristiono yang penuh bakat itu kini untuk kedua kalinya menyatakan selamat tinggal pada dunia renang dan memilih sekolah sebagai tujuan utama. Tahun 1974, ketika masih duduk di kelas I SMA Setia Budi, ia menginginkan istirahat supaya bisa naik ke kelas II Pas-Pal. Setelah naik kelas, ia dibujuk lagi oleh Siregar supaya mau berenang lagi. Ia menurut. Kemudian ia berangkat ke San Diego untuk berlatih dan menambah pengalaman bertanding sambil melanjutkan pelajaran. Namun kedua tujuan yang berbeda itu ternyata tak bisa dirangkulnya secara baik. Sekolahnya jadi terlantar. Dan, kini, ia memilih sekolah. "Bagaimana pun ia, toh harus memikirkan masa depannya," kata Ketua Umum PRSI, D. Soeprajogi yang kelihatan sedih kehilangan Kristiono untuk SEA Games X. Jejak Kristiono untuk ke luar kolam tampak diikuti pula oleh perenang putri, Naniek Juliati Suwaji. "Saya sudah terlalu tua untuk dunia renang," kata Naniek, 22 tahun. Bagi Naniek, mahasiswi tingkat II pada Fakultas Teknik Universitas Kristen Petra di Surabaya, agaknya bukan hanya masalah umur. Ia akan segera menaiki pelaminan dengan pelatihnya, Iskandar. Rencana pernikahan mereka awal tahun ini. Selanjutnya ia ingin menjadi pelatih. Tambah mencemaskan bagi PRSI dalam menghadapi SEA Games X. Waktu SEA Games IX, 1977, Naniek memboyong 4 medali emas dan 2 perak. Di dalam negeri, Naniek dari klub PR Hiu, Surabaya hampir tak ada saingan untuk nomor gaya bebas, gaya dada, gaya kupu-kupu, maupun gaya punggung. Disiplin? Melihat jurang prestasi generasi Kristiono dan Naniek dengan angkatan di bawah mereka cukup jauh, masyarakat lalu meragukan pembinaan kelompok umur oleh PRSI sejak 1967. "Pembinaan lewat kelompok umur tidak gagal," kata Soeprajogi. "Hanya saja memang tidak selalu ada perenang yang istimewa seperti Kristiono atau Naniek." Menurut Soeprajogi, program pembinaan yang dituangkan PRSI sebetulnya udah cocok. Cuma masih banyak di antara orang tua perenang yang belum bisa menopang program tersebut. "Kalau orang tua perenang tersebut kaya atau dari kaum intelektuil, umumnya mereka lebih mementingkan masa depan anaknya," lanjut Soeprajogi. "Yang maju dalam olahraga itu, umumnya malah anak orang biasa." Tapi di mata M. T. Item, pendidikan di sekolah Indonesia belum bisa berjalan seiring dengan program olahraga. "Di Amerika Serikat, misalnya, hal itu sudah jalan bersama." Jalan ke luar dari kesulitan ini dicoba dengan mendirik.an sekolah khusus tingkat SMP dan SMA bai olahragawan di Ragunan, Jakarta. Di sana, mereka dimasukkan dalam asrama. Menurut Item, sistem asrama itu akan membuat atlitnya jemu dengan suasana yang itu-itu saja. "Perlu ada wadah pendidikan lanjutan untuk yang sudah tamat dari sana," katanya. Merangkaknya prestasi perenang pengganti juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Misalnya, pelatih sulit untuk memberikan latihan angkat besi yang diperlukan. "Kebanyakan perenang kita tidak disiplin pada diri sendiri," tambah Item. Namun Item tampak masih optimis menghadapi SEA Games. Terutama setelah melihat prestasi yang dicapai perenang nasional dalam Kejuaraan Kelompok Umur Antar Klub di Bandung akhir Desember. Di sana dipecahkan 10 rekor nasional. "Renang masih cerah," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus