Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di sini sepakat, di sana berbeda

Dua kelompok tae kwon do indonesia pti dan fti bersatu membentuk pengurus besar (pb) taekwond indonesia. timbul persoalan untuk mengikuti kejuaraan internasional, pilih wtf atau itf. (or)

11 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESAMA taekwondo lokal rupanya tak mau bersaing lagi. Ada Persatuan Taekwondo Indonesia (PTI) pada mulanya. Ada pula kemudian Federasi Taekwondo Indonesia (FTI). Sesudah lama berpisah, hanya karena berbeda sistem pertandingan, keduanya kini sepakat untuk bersatu. Tapi perbedaan sistern itu belum sepenuhnya bisa diausi. PTI yang dipimpin Leo Lopulisa mempunyai sistem sama dengan ITF (Federasi Taekwondo Internasional) yang berpusat di Kanada. Adalah Choi Hong-kee, orang Korea yang mendirikan ITF, yang menguji Lopulisa untuk naik tingkat Dan II (1972). Sedang Lopulisa menggemari sistem kontrak terkontrol (controlled contact). FTI yang dipimpin Sugiri, Dirjen Perhubungan Udara, menggunakan sistem kontak penuh (full contact). Seorang pengusaha asal Korea, Kim Yong-tai, pernah membina mereka yang terkemuka di FTI. Kim bermukim di Indonesia sebelum pindah ke Australia dalam tahun 1970-an. Persaingan antara PTI dan FTI terutama menonjol di Semarang, Surabaya dan Medan. Di negera asalnya, Korea, taekwondo pun mengalami persaingan organisasi. "Tak perlu persaingan itu kita impor pula," kata Lopulisa. Sugiri pun pernah sependapat dengan Lopulisa ketika keduanya menghadap D. Suprayogi, tokoh KONI, tahun 1977. Namun keduanya waktu itu terlalu sibuk dengan urusan masing-masing hingga niat persatuan tertunda terus. Bila keduanya tetap berpisah, demikian sikap KONI, taekwondo tak mungkin dipertandingkan dalam PON 1981, yang berlangsung September. Agaknya itulah yang mendorong PTI dan FTI mengadakan musyawarah di KONI, 28 Maret, selama 3 jam. Kedua golongan itu akhirnya sepakat membentuk Pengurus Besar (PB) Taekwondo Indonesia. Lopulisa terpilih sebagai ketua umum, sedang Sugiri sebagai pembina. Karena Lopulisa akan segera bertugas di luar negeri, tokoh lain tampaknya akan memegang peranan guna mengatasi pertikaian semula mengenai kontak penuh atau kontak terkontrol. Dalam PB itu terdapat juga Kadapol Metro Jaya Anton Sudjarwo (Ketua I), Manunggal Maladi bekas FTI (Ketua II) dan Suharno Gunawan bekas PTI (Ketua III). Tantangan pertama bagi masyarakat taekwondo Indonesia adalah Kejuaraan Nasional 24-26 April di Senayan. Sistem full contact akan dipakai dalam pertandingan itu, tapi penggemar controlled contact akan dapat kesempatan mengisi acara demonstrasi. "Biarkan saja (kedua sistem itu) berkembang secara alamiah," kata Sugiri. Artinya, siapa saja yang berpindah dari satu ke lain sistem tak perlu takut lagi. "Mereka bebas memilih," sambung Lopulisa. Di dalam negeri persoalannya sudah selesai tampaknya. Namun PB Taekwondo masih harus memutuskan bagaimana cara mengikuti kejuaraan internasional. Mau pilih sistem WTF atau ITF? Kejuaraan dunia di Santa Clara mulai 26 Juli, misalnya, akan memakai dewan juri dari WTF. Bagi peserta bekas FTI yang dulu dekat dengan WTF soal ranking dalam pertandingan tak akan jadi soal. Tapi juri WTF mungkin menolak peserta bekas PTI yang ranking-nya belum diakui organisasi internasional itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus