HAMPIR dua tahun tertunda rencana peluncurannya. Proyek Space
Shuttle sudah menelan biaya jauh melampaui anggarannya semula.
Tampaknya kini berbagai kesulitan sudah teratasi.
Dua pekan lalu program Amerika Serikat itu sempat mengambil jiwa
seorang pekerja. Pekan lalu uji coba mesin pesawat itu untuk
kesekian kali dilakukan dengan berhasil, melambungkan harapan
peluncurannya kelak. Di Landasan NASA (Pusat Ruang Angkasa),
Tanjung (Cape) Kennedy, Florida, AS, peluncuran Space Shuttle
pertama yang diharapkan pekan ini.
Peluncuran dan operasinya memang sudah ditunggu berbagai negara.
Banyak instansi sudah memesan tempat, hingga kini 47 penerbangan
pesawat shuttle yang diberi nama Columbia, sudah terjual. Juga
Indonesia sudah memesan tempat untuk meluncurkan satelit
komunikasi Palapa generasi berikutnya.
Columbia merupakan yang pertama dari sebuah armada. Saat ini 3
pesawat serupa dalam berbagai tahap penyelesaian, hingga
menjelang pertengahan 1980-an diharapkan beroperasi suatu sistem
angkutan ruang angkasa. Armada ini bakal menggantikan hampir
semua sarana pesawat ruang angkasa lainnya, terutama yang
berdasarkan roket dan peralatan yang sebagian besar terbuang.
"Saat kami memasuki tahap operasi dan bisa menerapkan suatu
jadwal penerbangan tetap, kemungkinan komersial tak terhingga,"
kata Jesse Moore yang mengkoordinasikan rencana penerbangan
shuttle di NASA.
Tahap operasi penuh diharapkan dalam tahun 1982, setelah pesawat
Columbia melakukan 4 kali penerbangan tes ke ruang angkasa.
Setiap penerbangan tes itu dikemudikan seorang komandan dan
seorang pilot. Penerbangan yang direncanakan pekan ini --
menurut rencana 54 jam -- akan dikemudikan oleh John W. Young
sebagai komandan dan Kapten Robert L. Crippen sebagai pilot.
Young, 50 tahun sudah berpengalaman dalam penerbangan ke ruang
angkasa, bahkan ke bulan. Bagi Crippen, 43 tahun, penerbangan
ini pertama kali meski ia sudah mempersiapkan diri sejak 1968.
Kedua astronaut itu terpilih dalam Maret 1978, ketika NASA
memperkirakan penerbangan perdana Space Shuttle pada
pertengahan 1979. Sementara tertunda, keduanya menyibukkan diri
dengan berbagai jenis latihan persiapan. Mereka berlatih dengan
simulator yang menyerupai keadaan cockpit Columbia. Pada layar
televisi simulator itu tampil keadaan di ruang angkasa dan
keadaan mendarat kembali di bumi. Semua gambar dikendalikan
komputer.
Keunikannya ialah pesawat itu, setelah mengorbit di ruang
angkasa, kembali mendarat di bumi seperti pesawat terbang biasa.
Pesawat itu akan bisa diluncurkan berulang kali hingga --
seperti dikemukakan NASA -- penerbangan ke ruang angkasa menjadi
murah.
Bukan hanya itu. Sebagian besar peralatan yang diluncurkan akan
kembali utuh ke bumi. Selama ini dalam peluncuran ke ruang
angkasa sebagian besar tabung roket dan peralatan lain dilepas
dan hancur dalam atmosfir hingga yang kembali hanya kapsul yang
memuat para astronaut.
Tujuan utama Space Shuttle ialah mengangkut berbagai benda dan
peralatan ke ruang angkasa. Untuk itu pesawatnya dilengkapi
sebuah palka -- panjang 18 m dengan diameter 4,5 m -- yang bisa
memuat baran sampai 30 ton. Sejumlah satelit bisa diangkutnya
ke dalam orbit sesuai dengan kebutuhan. Bahkan satelit yang
rusak dalam orbit akan bisa direparasi atau diangkut kembali ke
bumi jika perlu.
Pesawat itu bisa pula berfungsi sebagai laboratorium penelitian
di ruang angkasa, membantu penelitian astronomi, pengamatan
cuaca di bumi, menemukan sumber daya alam, meneliti samudra dan
bertindak sebagai bengkel pengangkut barang untuk berbagai
konstruksi di ruang angkasa kelak. Menjelang tahun 1985, menurut
rencana, sebuah teleskop raksasa bergaris tengah 2,43 m akan
diangkutnya. Alat itu, bisa mengamat ruang angkasa 7 kali lebih
jauh dari teleskop di bumi kini.
Space Shuttle untuk tujuan militer juga suatu kemungkinan.
Terutama penempatan berbagai satelit pengintai dan pos komando
di ruang angkasa yang lengkap dengan peluru kendali. "Kami
merencanakan peralihan ke sistem shutle menjelang tahun 1983,"
kata Harold Brown, Menteri Pertahanan zaman Carter, tahun lalu.
"Ketergantungan kami pada shuttle menjadi mutlak."
Tentu saja rencana ini tidak terlepas dari pengamatan Uni
Soviet. Suratkabar resmi Pravda telah menuduh AS menyebarkan
perlombaan senjata ke dalam ruang angkasa.
Yang bakal dilontarkan ke ruang angkasa itu terdiri atas empat
komponen. Komponen utama ialah Columbia, pesawat pengorbit.
Besarnya mirip sebuah DC-9, jenis pesawat jet milik Indonesia
yang pekan lalu dibajak ke Bangkok. Perbedaan utama ialah
sayapnya berbentuk delta dan terpasang di bagian belakang tubuh
pesawat.
Columbia menggunakan 3 mesin utama yang dinyalakan dengan bahan
bakar hidrogen dan oksigen cair. Pesawat ini nongkrong di atas
tangki bahan bakar cair ini yang panjangnya 47 m, lebih panjang
dan besar daripada pengorbit itu sendiri. Pada sisi kiri dan
kanan tangki raksasa, yang terbuat dari aluminium khusus itu,
terpasang tabung roket yang lebih kecil berisikan bahan bakar
padat.
Pesawat Layang-layang
Dua menit pertama dari saat peluncuran, dua roket ini membantu
dorongan ketiga mesin Columbia. Setelah itu kedua tabung yang
sudah kosong itu dilepas dan jatuh kembali ke Samudra Atlantik
dengan parasut. Tabung ini dipungut untuk kemudian dipergunakan
lagi setelah diisi kembali dengan bahan bakar padat. Ini berupa
campuran aluminium perkhlorat, bubuk aluminium, oksida besi dan
bahan perekat polimer.
Enam menit berikutnya kendaraan ini didorong mesin utama yang
memperoleh bahan akar cair dari tangki raksasa. Setelah kosong,
tangki ini pun dilepas dan jatuh. Komponen ini hancur dalam
lapisan atmosfir. Selanjutnya Columbia dikendalikan dua roket
kecil pada tubuhnya untuk menemukan posisinya yang tepat dalam
orbit. Kedua roket ini juga nanti mengarahkan pesawat pengorbit
itu untuk kembali ke atmosfir bumi dan kemudian mendarat tanpa
mesin, seperti pesawat layang-layang raksasa.
Mendekati landasan sepanjang 5 km -- kecepatannya masih berkisar
370 km per jam -- pesawat ini membuka rodanya. Hanya itu yang
dilakukan secara manual. Semua manouvre lainnya dikendalikan
oleh komputer. Para astronaut bertugas mengawasi keempat
komputer dalam Columbia dan mengoreksinya bila terjadi
kesalahan. Satu komputer lagi dicadangkan.
Kombinasi roket, tangki dan pesawat ruang angkasa berkembang
dari berbagai rencana, keputusan dan kompromi sejak Presiden
Nixon menyetujui proyek Space Shuttle, Januari 1972.
Problem terutama menyangkut lapisan pelindung yang harus
menyerap panas yang mencapai hampir 1.500øC bila Columbia
memasuki kembali lapisan udara bumi. Lapisan ini terbuat dari
30.992 lembar tegel kaca silika. Setiap lembar berbentuk sesuai
dengan bagian tubuh yang dilindunginya dan harus lengket
demikian kuat hingga tahan panas dan guncangan udara. Menurut
Marshall Kaplan, ahli NASA, kehilangan satu lembar saja bisa
menyebabkan kebakaran total. Ternyata waktu diuji ribuan lembar
tegel tidak memenuhi syarat dan ribuan lagi mengalami kegagalan
setelah pesawat Columbia diangkut dari perusahaan Rockwell
International di California ke Tanjung Kennedy, menumpang di
punggung sebuah Boeing 747. Ratusan juru teknik muda terpaksa
dikerahkan siang malam membuka semua lembar tegel itu dan
mengembalikannya lagi kemudian.
Problem lain terjadi dalam pengembangan mesin utama Columbia.
Mesin ini paling mutakhir, relatif kecil, harus mampu
mengembangkan daya dorong sebesar 170 ton lebih dan bertahan
terhadap berbagai tekanan luar biasa. Proses pengembangan mesin
itu penuh dengan berbagai kegagalan: Katup yang meledak,
sambungan las yang tidak tahan, tabung bahan bakar yang pecah,
daun turbin yang retak. Bahkan pernah mesin itu sendiri meledak.
Awal 1979, Pemerintahan Carter pernah mengkhawatirkan nasib
proyek shuttle ini. Carter mengusahakan dana tambahaan.
Anggarannya mencapai US$ 6,3 milyar (Rp 3.937 milyar) --
dihitung dengan nilai dollar tahun 1971. Kalau diperhitungkan
tingkat inflasi, kini ia bisa mencapai US$ 10 milyar (Rp 6.250
milyar), bahkan jauh lebih dari itu jika juga diperhitungkan
ongkos, lain yang berhubungan tidak langsung dengan proyek ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini