Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STADION renang Senayan, Jakarta masih merupakan kolam kejutan
prestasi bagi dunia olahraga Indonesia. Empat rekor nasional
dibenamkan lagi oleh perenang Jerry Item, Nunung Selowati, dan
Kristiono dalam acara dwi lomba Indonesia-Coronado Navv Swim
Association (CNSA), tanggal 3 dan 24 Desember lalu. Penajaman
waktu tempuh itu tercatat pada nomor 100 m gaya kupu-kupu (59,99
detik), 200 m gaya ganti perorangan (2 menit 15,90 detik), 200 m
gaya kupu-kupu (2 menit 29,99 detik) dan 100 m gaya bebas (54,88
detik).
Tapi di balik pematokan rekor baru itu, dwi lomba ini sekaligus
mengungkapkan kelemahan perenang puteri Indonesia. Hampir semua
mata lomba untuk wanita diboyong oleh perenang CNSA. Kecuali
nomor 100 m dan 200 m gaya dada - kedua nomor ini dipegang oleh
Anita Saparjiman. Kekurangan yang menyolok terlihat dalam nomor
gaya bebas. "Untuk gaya bebas wanita kita harus kerja keras,"
komentar pelatih Iskandar. "Kalau di SEA Games saja, kita belum
dapat. Apalagi nanti di Asian Games." Di SEA Games IX, Nopember
lalu medali emas gaya bebas diborong oleh perenang Singapura,
Junie Sng dalam nomor 200 m, 400 m, dan 800 m. Sementara lomba
100 m dipegang oleh Rachaniwan Bulakul dari Muangthai.
Tak Menonjol
Pengamatan jauh ke depan dari Iskandar itu didorong oleh
terpautnya prestasi Naniek Suwaji yang akan menikah dengan
pelatihnya, Iskandar tahun depan dengan perenang pengganti.
Misalnya, Agustin Subandi maupun Maulinawaty yang dalam dwi
lomba kemarin ditumnkan dalam nomor 4 x 100 m estafet gaya
ganti. Kedua perenang yang turun dalam nomor gaya bebas ini
belum memperlihatkan jangkauan yang menonjol seperti Naniek.
Puteri keluarga Suwaji ini adalah pemegang rekor nasional gaya
bebas.
Adakah kekurangan yang dicemaskan Iskandar itu bisa ditutupi?
"Kenapa tidak," kata Mike Troy, pelatih CNSA yang juga bertindak
sebagai pembina percnang Indonesia di Amerika Serikat.
"Indonesia punya bakatbakat yang baik. Masalahnya, bagaimana
mengarahkan mereka dengan sistim latihan yang baik pula dan
memberi kesempatan pada mereka untuk bertanding sebanyak
mungkin."
Usaha itu telah dilakukan, memang. Tapi dari 9 perenang
Indonesia (angka ini menurut Troy) yang berlatih di klub CNSA
hanya Kristiono dan Jerry yang baru memperlihatkan kejutan.
Sementara di bagian puteri tampak begitu-begitu saja. Bahkan
yang menonjol malah Naniek yang lebih banyak berlatih di
Surabaya maupun Nunung Selowati yang sama sekali tidak kebagian
mengecap latihan di luar negeri.
Melihat kemajuan prestasi dari luar negeri yang tidak menonjol
itu, tak ayal pelatih klub Baruna, drs. Saparjiman enggan untuk
mengirim puterinya, Anita untuk kembali ke Amerika Serikat.
"Masak selama 14 bulan di sana, Anita majunya cuma 0,2 detik,"
ujar Saparjiman. Sebelum Anita berangkat ke Amerika Serikat,
prestasinya dalam nomor 100 m gaya dada tercatat 1 menit 21,08
detik. Ia berlatih di klub Norcal, California di bawah asuhan
William Redley. Menurut seorang pembina yang keberatan ditulis
nama, klub Norcal ini adalah perkumpulan yang tak begitu ternama
dibandingkan CNSA.
Adakah penempatan perenang tertentu di klub tertentu pula
lantaran adanya pcrsaingan sesama perkumpulan di sini? Tampaknya
demikian. Mungkinkah PRSI menjawab tantangan prestasi jika
kepentingan klub masih membias dalam mempersiapkan perenang
nasional?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo