Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Bagi Yang Tak Gila Gelar

Di beberapa kota besar akan dibuka program pendidikan tanpa gelar untuk menampung para pelajar. sebagai proyek percontohan telah dibangun polyteknik mekanik swiss di bandung atas bantuan swiss. (pdk)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA tahun 1980, begitulah rencana P & K, pilihan pendidikan tinggi untuk orangtua dan anak-anaknya akan bertambah. Di beberapa kota besar akan dibuka pendidikan ketrampilan berjangka waktu mulai dari satu sampai tiga tahun. Terutama pendidikan tehnik. Pendidikan ini ditujukan kepada para orang tua dan anak-anaknya yang bukan pemburu gelar sarjana, tapi sekedar ingin pengetahuan yang bisa dipakai langsung dalam industri yang lagi berkembang seperti sekarang. Program pendidikan non-degree (tanpa gelar) ini, seperti yang diceritakan Dirjen Pendidikan Tinggi Prof Dody Tisnaamidjaja, memiliki tujuan rangkap. Dia akan dibuka untuk menampung para pelajar yang gagal masuk universitas Selain itu dia merupakan usaha pemerintah untuk memenuhi tuntutan masyarakat, terutama pertumbuhan industri yang menginginkan bentuk ketrampilan di bawah taraf sarjana, tapi di atas lulusan STM. Kepandaian seperti itu kabarnya sudah merupakan kebutuhan mendesak bagi perusahaan-perusahaan seperti Nurtanio, Siemens dan beberapa lagi. Sebab sampai sekarang keahlian sebagai perawat mesin (maintenance mechanics), pembuat perkakas mesin (tool maker) dan perencana gambar (draftsman designer) merupakan barang impor. Insinyur kita kalau ditempatkan di bagian itu rasanya terlalu tinggi. Tapi kalau anak lulusan STM yang dipasang di sana kemahirannya belum cukup. Untuk memantapkan rencana ini sebuah proyek percontohan dibanun di Bandung. Dilaksanakan oleh tenaga-tenaga dari ITB dengan bantuan pemerintah Swiss, berupa uang $ 2,8 juta, peralatan dan tenaga ahli: Bangunan sekolah itu terletak di daerah Dago, pada sebuah lembah yang diapit bukitbukit. Nama resminya Polyteknik Mekanik Swiss. Bea Siswa Kompleks perguruan itu terdiri dari dua bagian. Deretan untuk kelas, perpustakaan, kantor dan yang sederet lagi merupakan bangunan yang terbesar. Bagian ini dipergunakan untuk bengkel yang berisi rupa-rupa peralatan. Mulai dari mesin penguji ketepatan yang diletakkan dalam ruangan 20ø mesin bubut, martil, obeng sampai ke minyak gemuk. Polyteknik ini dibuka sejak tahun 1976. Ada 500 pendaftar lulusan SMA dan STM, tapi yang diterima hanya 50. Untuk tahun-tahun berikutnya pun hanya sejumlah itu saja yang bakal diterima, karena terbatasnya peralatan tehnik. Untuk satu tahun uang sekolahnya Rp 60.000. Uang ini sudah meliputi dua stel pakaian kerja dan asuransi kecelakaan bagi siswa. Dia memberikan bea siswa untuk siswa yang berbakat dan berasal dari keluarga kurang mampu. 10% dari siswanya adalah penerima bea siswa itu. Menurut Direkturllya, ir Hadiwaratama, polyteknik ini "sebenarnya ingin ditujukan kepada anak-anak yang berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi sedang, sebab merekalah sebenarnya yang menginginkan pekerjaan langsung. Tapi niat itu terbentur karena adanya test masuk. Kalau saya hanya menerima mereka yang kurang mampu, testing jadi lak berguna. Padahal standar pengetahuan dan ketrampilan diperlukan." Niat yang kuat untuk memperuntukkan perguruan ini bagi mereka yang lemah dan sedang kedudukan sosialnya, agaknya didasarkan pada pandangan bahwa tiap bantuan semestinya dijatuhkan kepada yang lemah. "Anda tahu filsafat dari bantuan adalah memberikan kepada yang paling miskin," kata Stefan Wunderlin, ketua dosen polyteknik itu kepada wartawan TEMPO, Martin Aleida. "Tapi lihatlah," sambungnya seraya cepat bangkit dari tempat duduk dan menyingkapkan gordeng jendela. "Hampir semua pakai motor. Malahan ada yang pernah datang pakai mobil. Tapi kemudian kami larang, karena kebetulan kami tidak menyediakan parkir mobil untuk siswa," kata anak muda Swiss ini tertawa. Tenaga Kasar Orang Swiss yang mengajar di sini masih melihat adanya motivasi yang kurang tepat dari siswa untuk masuk ke sekolah yang bagaikan bengkel itu, di mana dua pertiga dari masa pendidikan dihabiskan di bengkel. "Saya harap mereka datang ke mari bukan karena tidak diterima di perguruan tinggi. lni sesuatu yang baru, karena itu sulit. Tapi bagaimana pun sekolah seperti ini diperlukan. Setidak-tidaknya untuk menyatakan bahwa pendidikan tenaga kasar itu sama pentingnya dengan pendidikan yang lain," ucap Wunderlin. Empat-lima siswa menyatakan polyteknik tersebut memang benar-benar sebagai pilihannya. "Soalnya begitu lulus bisa masuk kerja," kata seorang yang sudah pernah duduk di kelas II STTN. Harapan anak muda ini mungkin akan benar, sebab sudah ada beberapa perusahaan yang memesan pembuatan perkakas di situ. Penyusunan kurikulumnya berdasarkan perpaduan antara yang terdapat di Swiss dengan kebutuhan yang kira-kira dituntut oleh pertumbuhan industri di sini. Untuk membagi jurusan bagi siswa yang sudah duduk di kelas III perguruan ini nampaknya menemui kesulitan. Bagaimana dia akan membagi persentase bagian pembuatan perkakas, perencana gambar dan perawat mesin. Sebab, seperti yang dikatakan seorang staf pengajar, dari pihak tenaga kerja belum ada gambaran mengenai perimbangan bagian itu dalam perindustrian kita. "Jadi pembagian itu semata-mata didasarkan pada perkakas yang ada di sini. Bukan atas kebutuhan yang ada di masyarakat," sambungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus