Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Lain Di KL, Lain Senayan

Kesebelasan inti pssi sea games yang mencatat serangkaian kemenangan di kuala lumpur akhirnya dikalahkan oleh kesebelasan tamu, dynamo zagreb di senayan dengan skor 5-1. (or)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM turnamen SEA Games di Kuala Lumpur, Nopember lalu, Kesebelasan Indonesia memang tak terkalahkan. Mencatat serangkaian kemenangan atas Malaysia (2-1), Brunei (4-0) selain Pilipina (1-1) -- pada penyisihan pool, dalam pertandingan lanjutan lawan semi-finalis Muangthai skor juga menunjukkan angka sama (1-1) ketika permainan yang ricuh dihentikan oleh Wasit Othman Omar dari Malaysia. Ekor kericuhan itu akhirnya menempatkan Indonesia lawan Burma untuk medali perunggu, tapi pertandingan batal karena Indonesia menolak. "Di lapangan kita tak pernah kalah. Lihat saja bukti-buktinya," kata manajer tim sepakbola, Acub Zainal. "Kita kalah llanya karena wasitnya berat sebelah." Kurang Darah Betulkah tim Indonesia merupakan kesebelasan yang tangguh? Di stadion utama Senayan, Jakarta, 25 Desember lalu, rasa penasaran untuk melihat kenyataan permainan tim nasional itu telah mengundang sekitar 25.000 pengunjung guna melihat langsung ketrampilan Iswadi dkk. Turun dengan pemain inti SEA Games (kecuali Robby Binur), ternyata wajah permainan PSSI masih tak berubah. Menurun malah. Kesebelasan tamu, Dynamo Zagreb dari Yugoslavia, yang dalam perlawatan di Hongkong dibikin tak berkutik oleh para pemain koloni Inggeris itu, di sini justru merajalela. Di awal permainan saja trio penyerang Kranjcar-Mustadanagic-Zupetic telah mengobrak-abrik pertahanan kwartet Oyong-Suaeb-Auri-Rumahpasal. Dan selalu mengancam gawang Ronny Pasla. Menjelang turun minum, 4 gol bersarang di jala PSSI. Bagi PSSI, pengecilan angka kekalahan itu hanya dimungkinkan oleh tendangan penalti. Betapa tidak. Di barisan depan, masuknya Robby Binur di posisi kanan luar sama sekali tidak menghidupkan permainan. Ia memang sering mendapat bola, tapi seolah tidak tahu harus berbuat apa. Operannya tak pernah mantap di kaki kawan --apalagi untuk mengharap bisa mengancam gawang Dynamo Zagreb yang dijaga oleh Stincic. Di sisi kiri, tugas yang diserahkan kepada Andi Lala untuk menciptakan penghalang bagi Risdianto pun berakhir serupap. Andi hampir tak pernah lolos dari back kanan Devcic. Bentuk kerjasama yang tidak berbentuk ini sudah tentu makin mematikan gerak Risdianto yang terkenal agak malas mencari bola. Bagaimana mungkin Risdianto berimprovisasi mengancam gawang lawan, jika bola hanya hampir pernah melekat mantap di kakinya? Kelemahan barisan penyerang dalam membuka peluang ini tak lepas pula dari kekurang-mantapan barisan penghubung Iswadi-Junaidi-Anjas. Sering serangan yang mereka bangun dengan baik dari bawah kandas di garis tengah lapangan. Karena gerak mereka dapat dengan mudah dibaca lawan. Bahkan penggantian Anjas dengan Sofyan Hadi tak merobah pola sama sekali. Mereka masih bermain dengan operan-operan panjang atau melambung. Padahal rata-rata pemain Eropa trampil sekali mencegat bola yang demikian. Kalau saja mereka mencoba bermain cepat dengan operan pendek, keadaannya mungkin akan laim Tapi untuk hermain dengan pola demikian tuntutan stamina pun tinggi -- dan inilah yang tidak terlihat ketika kemarin. Nyaris semua pemain PSSI bermain seperti kurang darah -- lesu. Vitamin D Lumpuhnya gerak di lini tengah, menyebabkan ancaman total ke daerah pertahanan tak terelakkan. Dalam keadaan demikian kepanikan dari poros halang Oyong Liza yang mengatur pertahanan, sulit dihindarkan. Tidak heran jika ia sering mencari kaki lawan daripada bola guna menyelamatkan benteng. Cara yang kasar itu semula mungkin diharap membuat lawan gentar. Ternyata penyerang Dynamo Zagreb tidak sebodoh yang mereka duga. Mereka hampir tak pernah membuka serangan dari tengah. Selalu dari pinggir. Dan cepat. Kepanikan pemain belakang PSSI (termasuk Kiper Ronny Pasla) tampak makin meninggi ketika gol-gol datang beruntun. Sementara balasan yang diharap dari trio Risdianto-Robby-Lala tak juga lahir. Tidak aneh jika semangat juang tim jadi mengendor. Padahal menangnya Indonesia lawan Malaysia di Kuala Lumpur sahamnya adalah semangat yang menyala-nyala itu. Angka aknir 5-1 membuktikan bahwa daya juang PSSI itulah yang merosot. Adakah ini lantaran kekurangan 'vitamin D', alias uang saku? Wallahualam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus