PERAWAKANNYA sedang saja. Tinggi 156 cm dan berat 51 kg. Berkulit putih dengan mata agak sipit, dia termasuk gadis yang lembut dan pemalu. Tapi dari gebrakan tangannyalah, tim karate Indonesia memperoleh satu-satunya emas. Anneke Mantiri memang membikin kejutan di arena kejuaraan karate Asia Pasifik (APUKO) VI di Kinabalu, Malaysia Timur, pertengahan bulan ini. Gadis Manado ini merupakan karateka Indonesia pertama yang berhasil memperoleh emas pada kejuaraan yang sudah berlangsung sepuluh tahun itu. Atas nama FORKI (Federasi Olah Raga Karate Indonesia) Indonesia mengikuti kejuaraan yang diikuti jago-jago karate dari 15 negara, termasuk di antaranya Jepang itu, dengan mengirimkan 22 karateka, delapan di antaranya putri. Dan hanya Anneke yang bisa menggondol medali emas - dia memenangkan pertarungan di kelas ringan (53 kg) nomor perseorangan putri. Indonesia sendiri sudah ikut kejuaraan yang diselenggarakan dua tahun sekali ini sejak kejuaraan pertama pada 1974. Namun, selama ini beberapa karateka, misalnya Advent Bangun, paling banter hanya bisa merebut medali perunggu. Antara lain pada Kejuaraan APUKO II/1976 di Jakarta dan Kejuaraaan APUKO V/1983 di Nagoya, Jepang. Tak heran kalau kemenangan Anneke yang menjadikan kontingen Indonesia memperoleh 1 emas, 1 perak, dan 5 perunggu di Kinabalu itu disambut gembira oleh pengurus besar FORKI. "Ini keberhasilan terbesar atlet karate kita di arena internasional," ujar Sekretaris Jenderal PB FORKI Adam Saleh berseri-seri. Malah kini, dengan hasil itu, kata Adam Saleh lagi, FORKI sudah berani mengusulkan agar di SEA Games dua tahun mendatang di Jakarta, karate, yang di SEA Games XIII Bangkok tak dipertandingkan, "Supaya diperlombakan." Artinya, di Pekan Olah Raga Asia Tenggara itu nanti akan ada tambahan 14 medali. "Sekitar 10 medali emas minimal bisa kira rebut," kata Adam. Anneke, rupanya, memang boleh dianggap pembuka lembaran baru bagi keluarga FORKI. Itulah sebabnya, di daerahnya, terutama di lingkungan FORKI Jawa Timur, gadis yang kini bermukim di Surabaya itu dianggap Srikandi. "Kami akan memberi dia hadiah khusus. Persisnya, belum tahu, tapi pokoknya, pasti menyenangkan," kata Boy Crain, Ketua Umum PB Forki Jawa Timur kepada Jalil Hakim dari TEMPO. Ditemui di rumahnya, Anneke, lulusan SMA Persit Putera Wijaya, Surabaya, tahun lalu, hanya mengumbar senyum ketika diberi tahu soal hadiah itu. "Saya sebenarnya sama sekali tak berambisi untuk menang. Maklum, baru pertama kali ikut," tuturnya terus terang. Bertanding rileks, dia bisa menumbangkan empat lawan tangguh, antara lain Hayoshi Hiroka, juara kelas 53 kg Kejuaraan APUKO V, dan Yoko Tominaga, bekas juara dunia itu, dari Jepang. Pemegang Ban Hitam (Dan II) ini dengan demikian melengkapi gelar juara - semuanya di kelas ringan - yang direbutnya sejak 1982. Yaitu, 4 kali juara tingkat daerah, 7 kali juara nasional kelas ringan, juara III PON, dan juara Piala Kasad. Prestasi yang lumayan. Sebab, anak bungsu dari enam bersaudara keluarga Jarich Mantiri itu sebenarnya baru mengenal karate sekitar lima tahun. Ini pun secara kebetulan: karena abangnya, William Mantiri, kopda marinir, adalah pelatih karate. Anneke, yang mengaku semula punya hobi menyanyi, atletik, dan tenis meja, terus terang mengaku dipaksa abangnya, yang menampung dia di Surabaya itu, belajar karate. "Waktu itu saya paksa, karena saya pikir di karate dia bisa lebih cepat berprestasi daripada menyanyi," tambah William, yang mengaku sempat menghajar adiknya yang waktu itu duduk di kelas II SMP dengan kayu, agar mau ikut berlatih. Kini, sudah jadi juara Asia Pasifik, gadis yang suka gusar karena sering dianggap cewek nonpri ini boleh ditunggu untuk gelar yang lebih tinggi di kejuaraan dunia (WUKO) akhir tahun depan di Australia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini