KONTINGEN Indonesia yang baru jadi pecundang di Bangkok disambut dengan prihatin. Tiba seluruhnya di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, Kamis malam pekan lalu, rombongan yang gagal mempertahankan gelar sebagai pengumpul medali emas terbanyak di SEA Games XIII itu bahkan langsung dibubarkan oleh Ketua Umum KONI Pusat Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sepuluh menit setelah turun dari pesawat. Upacara pembubaran itu memang terasa sendu. Mula-mula Sultan, yang didampingi pimpinan teras KONI lainnya, menerima laporan Ketua Kontingen Gatot Soewagio. Setelah itu, disaksikan sekitar 300 atlet dan ofisial yang hampir semua tampak lesu, ia menghampiri Gatot dan mengalungkan untaian bunga ke leher pimpman kontingen itu. Tepuk tangan terdengar sebentar ketika Gatot dengan wajah haru menerima uluran tangan Sultan. Lalu, setelah mengalungkan juga untaian bunga kepada pimpinan cabang olah raga yang berbaris di belakang Gatot, Sultan mengambil mikrofon. Dan setelah mengucapkan terima kasih kepada semua atlet, ia membubarkan kontingen tersebut. Tak berarti semua sudah selesai. Sebab seperti diakui Sultan sendiri kepada TEMPO sesaat sebelum kontingen tiba di pelabuhan udara itu, "KONI pasti akan mengadakan evaluasi" semua penyebab kegagalan tersebut. Evaluasi memang sudah jelas harus dibuat. Sebab, Presiden Soeharto sendiri beberapa jam sebelum seluruh kontingen itu sampai di Jakarta, sudah meminta Menpora Abdul Gafur agar segera menelaah secara mendalam semua sebab kegagalan kontingen Indonesia itu. KONI termasuk pihak yang ditugasi Presiden untuk mengadakan penelaahan. Maklum, sebagai satu-satunya induk organisasi yang diakui pemerintah, lembaga inilah memang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Apalagi, tak lain KONI juga yang mengatur pemanfaatan dana Rp 3 milyar dari pemerintah untuk SEA Games XIII Bangkok. Antara lain dengan dana itu, KONI, yang sudah menyatakan sanggup mempertahankan gelar sebagai pengumpul medali emas, akhirnya menentukan cabang-cabang olah raga yang boleh ikut SEA Games. Sebanyak 18 cabang ditetapkan bisa ikut. Dan untuk itu mereka semua harus bisa memenuhi target yang dibebankan KONI. Tapi belakangan ternyata beberapa cabang, di antaranya panahan, angkat besi, tinju, dan tenis meja, gagal memenuhi target yang diminta KONI. Bagaimana pertanggungjawaban KONI? Ketua Harian Dadang Suprayogi tegas menyatakan ia kecewa dan merasa gagal. Ditambah sudah lelah, karena sudah sejak 1960 ikut memimpin KONI, purnawirawan letjen yang kini berusia 71 tahun itu sudah mengumumkan keinginannya untuk mengundurkan diri. "Saya dan Sri Sultan memang sudah lama mau mundur dari KONI jadi sebenarnya jika itu saya umumkan sekarang, sebenarnya tak hanya karena kegagalan kontingen, tapi karena memang telah lama berniat mundur," ujar ayah dua anak itu lagi ketika ditemui sedang menunggu kedatangan kontingen Indonesia dari Bangkok. Apa yang diucapkan Suprayogi itu dibenarkan Sri Sultan. "Saya apalagi. Sudah sejak PON I (1948) jadi pimpinan. Sudah begitu lama, wah, capek," kata Sultan, yang kini berusia 73 tahun itu, sambil memijit-mijit dahinya. Jelas, menurut Suprayogi pengunduran diri itu akan dilakukan bertepatan dengan Kongres yang ancar-ancarnya dilakukan April tahun mendatang. Sikap pimpinan KONI yang lain? Gatot Soewagio, 59, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI, yang sudah lima kali sejak 1977 memimpin kontingen Indonesia SEA Games, mengatakan dia tak akan mundur. "Saya, sih, terserah Musornas (Musyawarah Olah Raga Nasional) saja nanti. Kalau saya dipilih lagi, saya siap," kata Ketua I KONI yang sudah aktif sejak 1978 itu. Ayah enam anak kelahiran Binangun, Kroya, Jawa Tengah, ini tak melihat ada alasan tepat buat dia yang menggemari olah raga untuk mundur, hanya karena kegagalan Indonesia di Bangkok. Malahan, dia melihat momentum kekalahan ini perlu dimanfaatkan untuk menyempurnakan pembinaan olah raga Indonesia. "Saya akan minta semua pimpinan cabang olah raga untuk memikirkan dengan lebih serius kenapa bisa gagal," kata Gatot. Secara terus terang, katanya lagi, dia akan menagih janji dari pengurus besar pimpinan cabang olah raga itu. "Dulu, janji dapat emas, kenapa kemudian gagal," katanya. Pensiunan mayjen ini, yang pernah melontarkan target 80 medali emas buat kontingen Indonesia di SEA Games, belum mau mengutarakan apa kekurangan KONI sendiri selama ini. Tapi, Bob Hasan, Ketua PB PASI terus terang menyatakan, kemunduran itu secara keseluruhan karena lemahnya organisasi dan manajemen. Soal organisasi, dia melihat salah kaprah selama ini. KONI dijadikan satu-satunya organisasi yang bertanggung jawab terhadap naik-turunnya prestasi olah raga. Dia menyebut contoh adanya pengakuan Suprayogi. "Seharusnya biarkan semua cabang yang bertanggung jawab tentang itu, sebab merekalah yang sebenarnya membina," katanya. Pengusaha sejumlah perusahaan ini juga mengkritik KONI yang dianggapnya belum rapi menata pembinaan olah raga secara menyeluruh. "Sering timbul kesan KONI, rasanya, memberikan prioritas pembinaan buat cabang-cabang olah raga tertentu. Sedangkan cabang lain keleleran," ujar Bob tanpa menyebut contoh. Dia juga menilai soal kekurangan dana, yang kerap diutarakan pimpinan KONI, sebenarnya bisa diatasi kalau syarat manajemen dan organisasi tadi diperbaiki. Kalau dua syarat tadi beres, sambung Bob, semua akan jadi jelas. Dana juga bisa mudah. "Seperti yang kami alami di atletik, bantuan bisa datang dari mana-mana. Karena pemberi dana yakin, uangnya tak dipakai buat keperluan macam-macam," kata pengusaha kelahiran Palembang ini. MS Laporan Amran Nasution dan Didi Prambadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini