KOLOMBIA punya banyak nama Escobar. Yang dikenal lebih dulu tentulah Pablo Escobar, orang nomor satu jaringan bisnis kokain, yang kini mengasingkan diri ke Kuba. Escobar lain yang kini meraih popularitas adalah Andres Escobar. Dialah pemain belakang klub Nacional Medellin yang menempel ketat Marco van Basten pada perebutan Piala Toyota, Ahad lalu, di Tokyo. Andres, 23 tahun, membuat mandul van Basten, pemain Terbaik Eropa 1989 dan Pemain Kedua Terbaik Dunia 1989 pilihan majalah World Soccer. Toh, akhirnya, Nacional kalah juga. Dan AC Milan, juara Piala Super dan Piala Champions 1989, akhirnya, merebut Piala Toyota, lambang supremasi kejuaraan antarklub dunia. Itulah hadiah ulang tahun ke-90 AC Milan, yang jatuh pada Senin pekan ini. "Kami hadiahkan kemenangan ini untuk ketidakberuntungan Ruud Gullit," ujar manajer Arrigo Sacchi. Gullit masih absen karena cedera kakinya. Pertandingan itu sendiri, memang, menarik. Atletico Nacional Medellin, juara Libertadores Cup (kejuaraan antarklub Amerika Latin) 1989, diperkuat delapan pemain nasional Kolombia. Pelatih Medellin Francisco Maturana adalah pelatih tim Piala Dunia Kolombia. Di klub yang kurang terkenal ini -- Iswadi Idris, misalnya, mengaku tak pernah dengar klub ini -- ada bintang nyentrik, namun bagus: Rene Higuita, 23 tahun, penjaga gawang. Marco van Basten ditantangnya duel di kotak penaltinya. Bak macan tutul -- karena pakaiannya loreng -- Rene menerkam bola di kaki van Basten. Penampilan Rene Higuita merupakan hihuran lain bagi penonton di Stadion National Tokyo. Rambutnya yang keriting sebahu dan tingkahnya yang tak pernah betah diam di bawah mistar sungguh menarik ditonton. Sekali waktu, di luar garis penalti, bola umpan lawan dihentikannya dengan dadanya, lalu lain kali ia tampak seperti penyerang yang mengecoh Basten dan mengirim umpan dengan kakinya ke lapangan tengah. Jangan kaget, sebagai kiper, Higuita sering bikin gol. Dalam sebuah pertandingan kompetisi di Kolombia, Higuita tiba-tiba berlari kencang meninggalkan gawang, menyambut umpan dan sekaligus mencetak gol ke gawang lawan. Ketika Nacional memenangkan pertandingan final Piala Libertadores dengan adu penalti melawan Olimpia Paraguay, bulan lalu, Higuita ikut mengambil penalti dan menceploskan si kulit bundar. Ia, dulunya, penyerang tengah. Atraksi Rene Higuita bukan tak ada bahayanya. Di babak pertama, Marco van Basten dengan cerdik me-"lob" bola melampaui Higuita yang sudah maju ke depan. Higuita tak mampu bereaksi sedikit pun, namun tendangan Basten melenceng ke samping kanan. Gawang Medellin selamat. Gol tunggal AC Milan didapat dengan susah payah. Ketika itu, di babak kedua perpanjangan waktu, Alberigo Evani, yang masuk lapangan menggantikan gelandang Diego Fuser, mengambil tendangan bebas, sedikit di luar kotak gawang Higuita. Wasit Erik Frediksson dari Swedia menghukum pemain belakang Medellin yang "menebang" van Basten di garis penalti. Higuita mengira Roberto Donadoni yang akan menembak, sebab Donadoni berdiri di depan bola seolah akan menembak sisi kiri gawang Higuita. Tapi, Evani melihat celah di sisi kanan barisan "tembok" Medellin. Ia menendang bola ke celah itu, dan gol! Evani dinyatakan sebagai pemain terbaik dan mendapat sebuah sedan Toyota Carina putih 1.600 cc berharga 1,5 juta yen yang diparkir di sisi lapangan hijau. Kalau dihitung sejak Piala Toyota diperebutkan pada 1980, klub sepak bola Amerika Latin unggul 7-3 atas klub Eropa. Jadi, kalau kehebatan sepak bola benua "samba" itu tak terdengar nyaring di sini, harap maklum. Sebab, pemberitaan kompetisi di Eropa memang lebih gencar. Toriq Hadad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini