PEMAIN asing kini tak haram bermain untuk klub-klub di Indonesia. Tapi, tunggu dulu. Itu agaknya hanya berlaku untuk tenis meja, bukan sepak bola, basket, atau lainnya. Pada putaran ke-4 Sirkit Laga Tenis Meja Utama (Silatama) yang berakhir Ahad lalu di Gelanggang Olahraga Lokasari, Jakarta, klub Bank Central Asia (BCA) Jakarta menurunkan pemain asing itu. Ia adalah peraih medali perak SEA Games Kuala Lumpur 1988 asal Muangthai, Manop Kathawang, pemain kidal berkaca mata minus. Silatama ini menarik karena, selain ada Manop, diundang pula Korea Club Selection dari Korea Selatan. Tim putra Korea ini akhirnya keluar sebagai juara, sedang tim putrinya kalah dari klub Sanjaya Kediri. Kehadiran Manop mengangkat tim BCA. Pada putaran ke-3 Silatama yang lalu, tim yang disponsori bank milik konglomerat Liem Sioe Liong ini hanya berada di urutan kedelapan alias juru kunci. Tapi begitu Manop bergabung, BCA langsung melejit ke urutan pertama putaran ke-4 di antara klub lokal. Ihwal pemain asing itu menambah variasi putaran Silatama, yang dimulai sejak 1982 ini. "Tujuannya untuk memancing prestasi pemain-pemain kita," ujar Direktur Silatama Budi S. Pranoto. Ada maksud lain. Yakni, kata Pranoto, mengintip kekuatan Muangthai, yang merupakan saingan terberat Indonesia di SEA Games Manila mendatang. Lho, apa bukan Manop yang justru bisa mengintip semua pemain terbaik Indonesia? Bagaimanapun, mendatangkan Manop dan tim Korea, "Lebih efisien daripada kita harus mengirim pemain berlatih ke luar negeri," kata Pranoto lagi. Untuk itu, kabarnya, Manop diberi honor sekitar Rp 500 ribu selama berlangsungnya putaran ke-4 Silatama ini. Plus biaya tiket pulang-pergi dan akomodasi selama di Jakarta. Akankah Manop dipakai terus oleh BCA? "Ini kan baru percobaan. Kalau nantinya disetujui PTMSI, ya, akan diteruskan," ujar Gunawan Sutedja, manajer tim BCA. Kalau pemain asing ini disetujui Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) yang kini dipegang Ali Said, akan banyak klub yang mencontoh. "Mungkin saja kita mendatangkan pemain asing," ujar Beng Kusnan, pelatih klub Djarum Kudus. Asal, kata Beng, hanya satu pemain untuk tiap klub. Kalau lebih dari satu, Beng khawatir akan menutup kesempatan berprestasi pemain lokal. Johny da Costa, bekas pemain nasional yang kini melatih klub Kayuh Baimbay Banjarmasin, juga mendukung. "Kami sangat setuju Manop main di sini," kata Johny. Bagi Manop Kathawang, Silatama banyak manfaatnya. "Ini turnamen besar dan bagus. Di Bangkok tak ada turnamen seperti ini," ujar pemain nomor satu Muangthai yang bergabung dengan klub Yasaka Bangkok ini. Bulan depan, ia pulang ke negerinya untuk mengikuti Thailand Championship. Sebelum PTMSI, pemain asing pernah dicoba di Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) pada musim kompetisi 1988. Klub Pelita Jaya Jakarta bahkan sudah mendatangkan Dariell Smith, pemain basket asal Illinois, AS, yang jadi warga negara Filipina, dan Geraldo V. Ramos juga dari Filipina. Klub lain, Asaba Jakarta, sudah menghadirkan Marvin Johnson dan Phil Apney, dua pemain kulit hitam asal AS. Sayang, mereka tak jadi berlaga di depan publik Indonesia, karena tiba-tiba ada larangan dari Ketua PB Perbasi (Persatuan Basket Seluruh Indonesia) Harmoko. "Pemain asing hanya boleh sebagai pelatih dan mitra tanding," ujar Harmoko waktu itu. PSSI pun pernah membolehkan. Fandi Ahmad bermain untuk Niac Mitra, Jairo Matos untuk Pardedetex Medan. Penonton berjubel. Begitu ada larangan, penonton pun menyurut. Dan nyatanya, Galatama tetap saja jalan di tempat. Toriq Hadad, Liston P. Siregar, dan Tri Budianto S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini