Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hanya Pikal

Mutu turnamen piala presiden iv menurun, tim uni soviet menjadi juara umum. ellyas pical dari indonesia berhasil menundukan petinju korea selatan, hong dong sih dan meraih medali emas.

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK Ambon itu telah mengenakan sarung tinju sejak berusia 13 tahun. Gara-ara sarung tinju itu pula ia terpaksa meninggalkan bangku kelas dua SMP. Itulah Ellias Pikal, 21 tahun, satu-satunya atlet Indonesia yang meraih medali emas dan sekaligus menjadi Petinju Terbaik dari turnamen Piala Presiden IV di Istora Senayan, Jakarta, minggu lampau. Sehari-hari dipanggil Elli, ia dalam final menundukkan petinju Korea Selatan, Hong Dong Sik dengan angka. Ini merupakan partai terbagus yang pernah dimainkannya. "Padahal persiapannya lebih pendek dibandingkan kejuaraan tahun lalu," katanya. Tahun 1979, ia pun meraih medali emas. Di dalam negeri, Pikal selama dua tahun terakhir merupakan petinju tak terkalahkan. Ia memegang gelar kampiun nasional di kelas terbang. Teddy van Room -- pelatih nasional yang meninggal tahun lalu -- pernah membinanya di Ambon. Pelatihnya sekarang ialah Josef Tahupiary. Dilahirkan di Saparua, Pikal dikenal rajin latihan, di luar maupun dalam pelatnas. Bahkan tidak jarang di bawah panas terik. Tidak heran bila berat badannya (51 kg) stabil dan kondisinya terjaga baik. "Cita-cita saya menjadi juara Asia," kata petinju ini yang tingginya cuma 162 cm. Syamsul Anwar, kampiun nasional yang sekarang menjadi pelatih, menilai bahwa Pikal bisa meraih keinginannya itu. "Pukulannya komplit," katanya. Di luar ring, kehidupan Pikal tak begitu menonjol. Ia masih menganggur. Dengan 35 petinjunya yang terbagi dalam lima tim, Indonesia bisa menempatkan empat finalis saja. Tahun lalu, juga lima regu, tujuh finalisnya. "Saya kira tim Indonesia mundur sekali," kata Tahupiary. Ia mempersoalkan pemusatan latihan yang pendek. Tapi Tranggono, Sekjen Pertina, menyebut tim Indonesia justru berhasil. "Banyak petinju baru yang berkesempatan mengikuti turnamen internasional ini," katanya. Tim Uni Soviet yang menjadi juara umum, menurut pelatih Nagim Khususnutdinov, cuma memasuki pemusatan latihan selama dua pekan. "Sebelumnya kami latihan di kota masing-masing," kata petinju Samson Hacatryan. Regu Soviet memboyong lima medali emas dan Piala (bergilir) Presiden. Khusnutdinov mengatakan tim Indonesia tampak seperti kurang persiapan untuk terjun dalam suatu turnamen besar. "Teknik bertanding mereka masih buruk, dan tak punya pukulan mematikan." Tapi petinju Indonesia umumnya punya semangat menggebu-gebu. "Semangat saja tidak mendukung untuk menang," kata Khusnutdinov. Mutu turnamen Piala Presiden IV juga menurun. Hampir semua tim yang diundang mengirimkan atlet "kelas dua" mereka. Sedikit saja yang menonjol. Salah satu di antaranya adalah Ruben Mares dari Filipina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus