Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hari Ini, Merah Putih Di Tangkai ...

Suasana menyambut penakluk cina, iie sumirat dan juara all england, Rudy Hartono di Jakarta. Para pengagum mereka banyak yang nekad untuk berjabat tangan. (or)

10 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA masih gondrong. Tapi tidak lagi mencat kukunya dengan warna-warni cutex. Dialah, Iie Sumirat, 26 tahun pemain bulutangkis nasional yang oleh sebuah poster di Jalan Pramuka dijuluki: Iie, The Giant Killer. Melangkah turun di tangga pesawat Singapore Airlines sambil mengacungkan piala kemenangan. Lagak lagunya tetap seperti dulu. Selesai Ketua KONI Bidang Luar Negeri, Soeprajogi, mengalungkan bunga di lehernya, ia menyelinap dari suasana protokoler yang belum usai. Ia menemui kedua orang tuanya serta isterinya Tientje Rosalinda Nur, 18 tahun. Sambil mengecup pipi sang isteri, Iie langsung menanyakan keadaan kedua puterinya -- Melly, 1 1/2 tahun dan Mella, 3 bulan "Bagaimana keadaan anak-anak di rumah?". Belum sempat isterinya bercerita kecuali mengatakan bahwa kedua anaknya sehat-sehat -- Iie telah digiring petugas protokol ke mobil terbuka untuk melakukan pawai kemenangan "Tien, tunggu di Senayan, ya", lanjut Iie yang masih digeluti rasa kangen. Lalu ia menyelinap di tengah silang tangan pemujanya yang ingin berjabatan salam dengan dirinya. Ia tak sendiri. "Super star" lain, yang lebih senior dan lebih kalem. Rudy Hartono, juga terpaksa pula membagi kekangenan dengan tunangannya Jane, adiknya yang juga pemain bulutangkis, Utami, dan publik. Yang agak lega, barangkali cuma Christian. Ia masih sempat mengobrol beberapa menit dengan pacarnya di luar ruang VIP. Melihat sambutan massa yang begitu antusias, pelatih Tahir Jide tak sanggup menahan isak -- tanda kegembiraan -- ketika ia juga dikalungi bunga. Membakar Suasana pengelu-eluan pada Kamis, 1 April sore itu bukan hanya terjadi di lapangan terbang Halim Perdanakusuma. Juga di sepanjang jalan yang dilewati rombongan. Di jalan Pramuka dan Matraman, massa telah memenuhi pinggir jalan dan jalur hijau sejak siang, dengan pakaian aneka warna dan bendera- bendera merah putih kecil di tangan di antaranya malah ada yang memasangkannya di tangkai raket. Dan mereka seolah tak memperdulikan terik matahari yang membakar untuk dapat melihat wajah-wajah sang juara. Tiba di Balaikota DKI Jakarta, massa penanti kian tak terkendalikan. Mereka tidak lagi menghiraukan petugas keamanan. Langsung menyerbu Rudy dan Iie. Bahkan Wakil Gubernur, Urip Wilodo yang mewakili Ali Sadikin pun tak kuasa menghindari kepungan publik yang mengerumuni kedua jago itu. "Kalau sudah begini, orang tidak lagi menghiraukan siapa itu Wakil Gubernur. Pokoknya bisa salaman dengan Rudy dan Iie", komentar seorang pengagum juara. Di Senayan, ceritanya lain lagi. Meski publik jumlahnya tak sebesar di Balaikola, tapi nekadnya nauzubillah. Begitu Rudy dan Iie turun dari kendaraan, seorang gadis bernama Uli langsung mendaratkan cium di pipi Rudy selepas mereka berjabat tangan. Dan ciuman itu diulanginya lagi ketika Rudy keluar dari ruangan. "Inilah, Uli", ujar si gadis dengan bangga. Sementara Rudy yang terpeleset di tangga akibat serbuan gadis-gadis itu hanya mengomentari: "Wah, payah deh, nih.". Tapi kisah serbuan massa itu masih kalah menarik dibanding dengan liku-liku prestasi mereka. Sejak dikalahkan oleh Svend Pri dalam final All England tahun lalu jalan yang ditempuh Rudy bukannya enteng. Tak kurang pelatih atletik Jerman Barat, Bert Sumser, ikut mengamati latihan pemulihan kondisinya. Dan usahanya ternyata tidak sia-sia. Ia membabat habis semua musuhnya. Tak terkecuali finalis senegaranya, Liem Swie King. Meski terselip sedikit kekecewaan atas gagalnya ia mengambil revans terhadap Svend Pri, tapi "itu tidak menjadi soal", ucap Rudy. "All Indonesian Final juga merupakan salah satu target kita". Menikah? Tersiarnya kabar bahwa Rudy Hartono, 26 tahun akan menikahi pacarnya seusai turnamen All England 1976 bukannya tak menggoda wartawan untuk menanyai kehidupan pribadinya. "Soal menikah?", Rudy balik bertanya dan tersenyum, "tunggu saja habis perebutan Piala Thomas nanti. Sekarang ini konsentrasi saya masih ditujukan pada persiapan turnamen Piala Thomas, Mei depan". Akan halnya Iie Sumirat kisah perjalanan karirnya pun tak kurang asyik. Menjelang seleksi untuk masuk pelatnas, Desember lalu ia masih membuat surat pernyataan bahwa ia akan mengikuti latihan dan bimbingan yang diberikan pembina dengan sungguh-sungguh. "Surat pernyataan itu saya suruh buat -- isinya tidak didiktekan -- bukan lantaran saya masih meragukan mental Iie. Melainkan untuk menguatkan dirinya dalam mencapai prestasi", kata Ketua Pengurus Daerah PBSI Jawa Barat, Emon Suparman kepada TEMPO. Apa yang dilakukan Emon Suparman itu tidak terlalu ganjil, memang. Mengingat surat serupa sudah beberapa kali ditulis Iie. Dan toh masih tidak memberi jaminan perubahan terhadap tingkahnya yang sukar dipegang. "Itu kan du]u. Belakangan ini tidak lagi", bela isterinya. Dipertemukan oleh nasib di akhir 1973, Iie langsung kesengsem pada Tientje anak gadis tetangganya yang harus indah kontrakan di belakang rumahnya. Semula saya tak tertarik padanya. Juga saya tidak tahu bahwa ia seorang pemain nasional", cerita Tientje. "Apa yang mendekatkan saya pada Iie kemudian adalah nasehatnya. Iie mengatakan pada saya: Tien sebagai anak gadis, kau tidak usah sering ke pesta. Tidak baik dilihat orang. Nasehat itulah yang menyebabkan saya melihat Iie sebagai suatu pribadi yang lain". Berpacaran selama 3 bulan, Iie langsung mengajukan pinangan pada orangtua Tientje. "Semula saya mengira Iie itu orang Tionghoa", tutur nyonya Sofiah, ibu Tientje, yang rupa masih mempersoalkan masalah itu. Tapi, "bukan itu keberatan kami kena menerima lamaran Iie. Kami menginginkan agar Tientje -- ketika dilamar Iie baru tamat SMIP -- lebih dulu melanjutkan sekolah. Dan lagi pula ia sudah dipertunangkan dengan seorang insinyur pertanian, orang Palembang juga". Keberatan itu ternyata tldak membuat Iie mundur. Kepada Tientje, ia mengatakan: "Kalau saya tak jadi kawin sama kanu, saya akan berhenti main untuk selamanya", ancam Iie seperti yang dituturkan kembali oleh Tientje kepada TEMPO. Dan Tientje tak dapat berbuat lain kecuali pasrah di samping juga mendesak orangtuanya agar lamaran diterima. Iie memang terus bermain bulutangkis setelah mereka menikah di bulan Januari 1974. Juga sering minggat dari pelatnas. "Waktu saya mengandung Melly -- puteri pertama mereka -- bukan main tingkah Iie. Saya seolah tak sanggup lagi untuk menyadarkannya agar tidak kabur dari training centre", tambah Tientje. Dan, "baru setelah kami nasehati terus, ia mulai mengerti", sela nyonya Sofiah. Dilahirkan sebagai anak kelima dari sepuluh bersaudara, sejak kecil Iie memang terkenal sebagai anak yang bandel. "Ia berlainan sekali dengan kakaknya Nara (bekas pemain ganda Piala Thomas 1970). Sering melawan pada orangtua", ujar ayahnya, Atik Suyana menceritakan masa lamlpau Iie. Tapi. "belakangan ini, ia sudah berubah seratus delapan puluh derajat". Meminta restu menjelang ke Bangkok -- suatu yang jarang dilakukan Iie di masa sebelumnya -- sukses memang diraih Iie di sana. Namun kesuksesan itu bukan tak ditebus keluarganya dengan pengorbanan. Keponakan Iie, Gumilang, hanya sempat melihat dunia selama 7 jam pada Sabtu, 7 Maret yang bertepatan dengan hari pertandingan finalnya dengan Hou Chia Chang. Anehnya, itu justru dianggap pertanda baik. "Setelah musibah itu, saya merasa yakin bahwa Iie akan keluar sebagai pemenang", kata Tara Sujana. "Ketika Iie menang di Singapura (1972) dulu juga begitu. Waktu itu yang meninggal adalah kakak ibu, Nedi Wirya". Melihat prestasi yang diperlihatkan Iie di Bangkok, adakah itu bisa dijadikan jaminan bahwa temperamennya yang "aneh" telah pupus? Melihat pengakuan isterinya, agaknya memang begitu. Tapi ini tentu harus dibuktikannya dalam turnamen-turnamen mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus