NASIB team PSSI Garuda tak ubah ibarat pasukan kalah perang,
selepas menelan kenyataan pahit dalam turnamen Merdeka Games di
Kuala Lumpur (7 s/d 22 Agustus) -- dipecundangi oleh Burma (5-1)
Jepang (6-0), Korea Selatan (2-0), Malaysia (7-1), India (3-1),
dan Muangthai (1-0). Pulang kandang tak pula dilihat sebelah
mata. Di bandr udara Halim Perdanakusuma, Senin 23 Agustus
petang mereka hanya dijemput oleh Sekretaris Umum PSSI,
Yumarsono, seorang. Padahal sehari sebelumnya hampir seluruh
Pimpinan PSSI menampakkan muka menanti team PSSI Harimau yang
pulang dari Eropa, di tempat yang sama.
Ketidak-beruntungan PSSI Garuda sudah dikira dari semula,
memang. Tanpa Johannes Auri, Lukman Santoso, Suhatman, Nobon,
dan Waskito yang terpilih memperkuat barisan PSSI Hadmau,
ketimpangan bagi PSSI Garuda datang menempati poisi yang
ditinggalkan. "Sebenarnya PSSI Garuda tidak perlu kalah demikian
tragis, andaikata pemain intinya tidak ditarik untuk tour
Eropa", dalih team manager Muhono. "Ini kesalahan dalam
organisasi kerja kita".
Dari kaca mata pelatih, kelemahan yang merundung PSSI Garuda itu
tak terelakkan lantaran masa latihan yang pendek. "Mereka
praktis cuma berkumpul satu minggu", ujar pelatih Januar
Pribadi. "Bagaimana mungkin kita menghadirkan suatu team kompak
dan kuat". Di balik semua itu tak kurang pula muncul persoalan
uang saku pemain yang turun menetes. Selama di Kuala Lumpur,
para pemain hanya memperoleh uang jajan sebesar 6 ringgit
Malaysia (sekitar Rp 800) dari jumlah Rp 2.000 yang disediakan.
Dari kaitan uang saku yang terbatas itu, terbetiklah cerita
bahwa ada pemain yang terpaksa menahan lapar di tengah malam
karena uang yang diterima tak cukup untuk membeli sepiring nasi
ekstra.
100-0
Kekalahan tragis yang diderita PSSI Garuda itu ternyata tidak
mengagetkan Ketua Umum PSSI, Bardosono. Menjelang acara
peresmian Liga Sepakbola Profesional di Jakarta 15 Agustus malam
ia mengatakan: "Kalau perlu kalah 10-0, lebih baik. Merdeka
Games bukanlah target kita". Lalu Bardosono pun membuka pundi
alasan bahwa kekalahan PSSI Garuda di Kuala Lumpur adalah
merupakan strategi PSSI daiam mengelabui calon lawan --
Hongkong, Malaysia, Muangthai, dan Singapura -- yang bakal
dihadapi dalam Pre World Cup di Singapura, Pebruari depan.
"Karena itu jangankan kalah 10-0. Kalah 30-0 atau bahkan 100-0
malah semakin baik. Biar lawan makin keliru tentang kekuatan
kita", lanjut Bardosono. Dan, "nanti di Singapura kita kejutkan
mereka".
Team pengejut memang telah dipersiapkan. Pilihan jatuh pada PSSI
Harimau. Setelah memetik pengalaman di Eropa, pekan ini
ketrampilan PSSI Harimau akan diuji di tingkat Asia. Turnamen
yang dipilih adalah President's Cup di Seoul, Korea Selatan.
Usai itu para pemain akan diterjun secara terpisah oleh klub
masing-masing dalam Kompetisi Antar Klub Pro, Oktober nanti.
"Dari hasil turnamen inilah kita tentukan siapa-siapa pemain
yang akan memasuki pelatnas Pre World Cup", lanjut Bardosono.
"Intinya tak lebih dari pemain PSSI Harimau yang sekarang".
Dan beban penggodogan untuk turnamen Pre World Cup ini akan
diserahkan kepada Tony Pogaknik, pelatih PSSI di tahun 50-an.
Pelatnas yang akan dimulai 1 Nopember depan itu, selain
merupakan tantangan pertama bagi pemain prof Indonesia, juga
bakal merupakan lembaran baru bagi sejarah pelatnas. Untuk
pertama kalinya dalam riwayat PSSI pelatnas yang akan memakan
waktu 3 bulan itu bakal dihijrahkan dalam 4 kota -- Salatiga,
Cirebon, Jakarta, dan Medan. "Penunjukan keempat kota ini selain
untuk mencegah kejemuan pemain di suatu tempat, juga guna
menyesuaikan iklim dengan tempat pertandingan nanti", cerita
Bardosono.
1000 Dollar AS
Penyesuaian lain yang bakal diberikan Bardosono adalah mengenai
uang saku pemain. Sekalipun ia tidak mau menyebut angka, tapi ia
telah memberikan ancar-ancar: minimal sama dengan uang saku
waktu pelatnas Pre Olimpik. "Mungkin juga bisa lebih", tambah
Bardosono. Yang sudah pasti adalah honorarium bagi Tony
Pogaknik. Ia akan mendapat 1000 dollar AS (Rp 420.000) per bulan
-- Coerver untuk jangka kontrak 2 tahun (berakhir sebelum
waktunya) mendapat 400.000 Gulden (Rp 60. 000.000). Adakah Tony
Pogaknik yang sudah mulai uzur itu akan mampu membawa PSSI
Harimau ke ambang kejayaan. Secara fisik, ia memang tak mungkin
diharapkan banyak untuk mampu memberi contoh ketimbang Coerver.
Tapi, "cara kerjanya lebih baik dan sistimatis dibandingkan
dengan Coerver", kata Bardosono. Dan, "untuk memberi contoh ia
akan dibantu oleh sejumlah asisten". Sebelum heboh kasus kontrak
Sinyo Aliandu, Tony Pogaknik pernah menyatakan bahwa ia akan
memakai Sinyo dan Januar Pribadi sebagai pembantu. "Siapa-siapa
yang akan menjadi pembantu Tony sampai sekarang belum
ditetapkan", tambah Bardosono.
Lepas dari honorarium yang lebih rendah dari Coerver, dalam soal
wewenang Tony Pogaknik mendapat 'kekuasaan' yang sama dengan
Coener. Tugasnya adalah memilih, melatih, dan mengusulkan
susunan team. Dan, "final decision (keputusan akhir)nya terletak
di tangan Ketua Umum" kata Bardosono. Akan mampukah PSSI Harimau
membuat kejutan di Singapura? "Di atas kertas, saya yakin kita
akan menang", perhitungan Bardosono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini