PENGALAMAN yang ditimba dalam lawatan ke Eropa ternyata tidak
memberi banyak warna terhadap permainan PSSI Harimau. Gaya
perorangan Amerika Latin masih tampak lebih dominan ketimbang
kekompakan regu ala team Jerman Barat atau Belanda. Rabu, 6
Oktober malam PSSI Harimau kembali melakukan sergapan dalam pola
dasar itu melayani ketrampilan kesebelasan Sao Paolo, Brasil di
stadion utama, Senayan. Apa yang tersisa dari mereka memang tak
lebih dari pengandalan pada beberapa nama tenar seperti Iswadi,
Risdianto, Andi Lala, Anjas Asmara, dan Ronny Pasla. Sementara
pemain sisa kelihatan lebih banyak bergerak sembari mencari
penyesuaian bentuk lama, mengingat mereka sudah hampir 3 bulan
tak pernah turun bersama. "Kebanyakan dari pemain PSSI Harimau
tidak berada dalam form terbaiknya". komentar team manager
Hutasoit. "Lagi pula waktu untuk latihan bersama sangat pendek".
Turun dalam kondisi yang tidak prima memang tak mungkin
mengharapkan pemain PSSI Harimau menyuguhkan ketrampilan yang
memukau. Di lini depan untuk 45 menit pertama, gebrakan yang
dilakukan oleh kwartet Anjas Asmara - Andi Lala - Tumsila Hadi
Ismanto hampir selalu kandas di pertahanan lawan yang dijaga
oleh 4 kawan Nelsinho-Mauro-Ademir- Nelson Prandi. Adakala Andi
Lala berhasil melepaskan diri dari penjagaan back kanan
elsinho. Tapi umpan tajam yang diberikannya ke mulut gawang
sering menjadi mentah kembali. Lantaran Tumsila maupun Hadi
Ismanto tidak berdaya melakukan sergapan kilat. Mereka nyaris
selalu mati kutu dalam menerobos penjagaan Nelson Prandi dkk.
Padahal permainan kwartet back Sao Paolo ini tidak terlalu
kelihatan menonjol. Kecuali pada diri back kiri Mauro. Ia
betul-betul merupakan prolotype back masa kini. Cara ia menempel
dan mengebiri gerak lawan tampak begitu terkendali. Kehadirannya
selalu tepat di tempat mana ia dibutuhkan.
Simson
Sekalipun Mauro bersama gelandang kiri, Carlos sempat kecolongan
ketika mematahkan operan yang dikirimkan back kanan PSSI
Harimau, Simson Rumahpasal ke alamat Hadi Ismanto -- yang
kemudian membuahkan gol bagi PSSI Harimau. Tapi kesalahan itu
lebih merupakan produk dari keragu-raguan Carlos yang berdiri
di garis pertahanan terakhir. Ia mungkin mengira Mauro masih
membayangi di belakang dirinya. Kenyataannya tidak. Begitu Hadi
Ismanto terlepas dari penjagaannya, bola dengan cepat bersarang
di jala Sergio yang tak dapat berbuat apa-apa untuk melakukan
penyelamatan.
Keunggulan PSSI Harimau -- setengah main kedudukan 0-0 -- itu
ternyata tidak mampu dipertahankan oleh Iswadi Idris dan
kawan-kawan sampai peluit panjang berbunyi. Karena tak lama
kemudian kiri luar Sao Paulo Eloi yang tengah menggiring bola ke
arah mulut gawang di area penalti ia dihadang oleh Simson
Rumahpasal dan Nobon. Ia tertelungkup. Sehingga wasit Soedarso
menunjuk titik penalti sebagai hukuman. Tendangan hukuman
dilakukan oleh Wilson Carrasco. Dan tak terselamatkan oleh
Ronny Pasla.
Hidupnya permainan PSSI Harimau di babak kedua tak terlepas dari
andil Risdianto dan Nobon yang masuk menggantikan Tumsila dan
Sofyan Hadi. Tapi penggantian itu tidak merubah permainan
secara mendasar. Sebab di lapangan tengah tugas penghubung yang
dibebankan pada Nobon masih belum dapat mengisi kekosongan yang
ditinggalkan Junaedi Abdillah -- pemain ini telah berjanji tidak
akan main untuk kesebelasan nasional selama Bardoson masih jadi
pimpinan PSSI (TEMPO, 25 September 1976).
Di garis pertahanan belakang, kenyataan yang dihadapi PSSI
Harimau juga tak begitu rancak. Sekalipun tugas pengamanan ini
dipikul oleh Johanes Auri - Oyong Lisa - Suaeb Rizal - Simson
Rumahpasal -- kecuali Simson Rumahpasal yang tak mengecewakan --
selebihnya adalah bekas pemain Pre Olimpik. Tapi kerjasama di
antara mereka kelihatan menurun dibandingkan dulu. Berkali-kali
penyerang tengah Titica lepas dari penjagaan mereka. Untunglah
malam itu Ronny Pasla bermain gemilang dalam menyelamatkan
tembakan lawan yang mengancam dan berbahaya.
Melihat takaran permainan yang diperlihatkan PSSI Harimau --
team ini akan menjadi inti regu Pre World Cup Indonesia 1976 --
kesangsian bukan tak membuntuti. Perubahan yang mendasar perlu
diadakan terhadap mereka. Terutama dalam menjalin keutuhan regu.
Akan dalam masalah perorangan gerak-gerak yang tak perlu patut
ditekan seminimal mungkin. Akankah Tony Pogaknik mampu
menciptakan iklim seperti yang telah ditumbuhkan Coerver? Ini
akan membutuhkan waktu yang panjang, tentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini