PERKARA Sawito Kartowibowo, juga paling banyak mendapat
tanggapan dari tokoh-tokoh DPP-PDI.
Makanya hasil rapat pleno DPP 28 September dan 5 Oktober lalu,
boleh dianggap paling lengkap menjelaskan sikap bersama seluruh
komponen PDI. Ditandatangani Ketua Umum Sanusi Hardjadinata dan
Sekjen Sabam Sirait, pernyataan resmi DPP-PDI yang dikeluarkan
pada hari Angkatan Perang itu mencela usaha Sawito "yang
berwatak anti-demokrasi dan berbahaya bagi keselamatan bangsa
dan negara".
Melalui pernyataan itu, PDI juga mendesak pemerintah untuk
mengambil "langkah-langkah penelitian dan pengusutan secara
tuntas yang bisa menemukan dan meniadakan segala bibit dan
sumbernya". Untuk mencegah timbulnya usaha-usaha serupa, PDI
berpendapat bahwa "perlu terus-menerus dibina komunikasi dua
arah yang efektif antara Rakyat dan Pemerintah melalui
lembaga-lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan di segala
tingkat".
Mengapa sampai bisa timbul serentetan pernyataan itu? Seorang
anggota DPP PDI yang tak mau disebut namanya hanya mengatakan:
"waktu itu sudah menjelang Lebaran, sehingga susah untuk
berkumpul dan mengadakan rapat. Makanya ketue fraksi PDI dalam
DPK Anton Simatupang dan salah satu ketua DPP, Achmad
Sukarmadidjaja mengeluarkan pernyataan lebih dahulu. Namun kedua
pernyataan itu, plus wawancara ketua DPP Usep Ranumiharja dengan
Sinar Harapan, sudah diterima dengan baik dalam rapat pleno
DPP".
Tapi masih ada satu hal yang aneh, yakni pelanggaran aturan
pengurus PDI. Sebab ketua-ketua DPP wewenangnya hanya terbatas
pada kompartemen (bidang)nya. Sedang pernyataan politis ke luar,
menurut aturan DPP hanya boleh dikeluarkan oleh Ketua Umum dan
Sekjen, atau seorang Ketua dan Sekjen, atau Wakil Sekjen dengan
Ketua Umum. Jadi baik pernyataan Anton Simatupan yang
eks-Parkindo, maupun Achmad Sukarmadidjaya yang eks-IPKI dan
Usep Ranumiharja yang dikenal sebagai tokoh PNI Osa-Usep,
tidak mewakili seluruh DPP-PDI.
Seperti diketahui, dua hari setelah penjelasan pemerintah
tentang gerakan Sawito ketiga tokoh PDI itu hampir serenlak
mengeluarkan pernyataan pendapat tentang Sawito. Di Senayan,
fraksi PDI di DPR-RI mengeluarkan pernyataan pendapat yang
ditandatangani ketuanya, Anton Simatupang itulah. Isinya menolak
penggantian kepemimpinan negara secara ilegal dan
inkonstitusionil, sambil mengajak masyarakat "tetap memelihara
kesatuan dan persatuan Bangsa . . di bawah kepemimpinan Presiden
Soeharto".
Pernyataan fraksi PDI ituham disiarkan oleh koran-koran hari
Senin 27 September. Sedang yang disiarkan sore hari Jumat
tanggal 4 September itu juga adalah wawancara Usep itu, yang
senada dengan Anton dalam mengutuk 'gerakan Sawito' itu, tapi
formulasinya lebih matang.
Bermulut Manis
"Pada hakekatnya", kata bekas dubes RI di Hanoi itu, "semua cara
penggulingan kekuasaan mempunyai arti yang sama. Yaitu
menumbuhkan (cara-cara) perombakan kekuasaan politik secara
mendadak di luar pengetahuan dan persetujuan kuat, tanpa
mengikut-sertakan rakyat yang cara-cara menegakkan kekuasaan
politiknya diatur oleh UUD. Hal tersebut biasa disebut coup
d'etat' katanya.
Malam harinya, ketua DPP Achmad Sukarmadidjaja masih merasa
perlu menyiarkan "pernyataan DPP-PDI" lewat RRI. Melalui
pernyataan itu, Achmad menyatakan syukur ke hadirat Tuhan bahwa
usaha jahat komplotan tersebut itu akhirnya terbongkar dan
ketahuan". Se- lanjutnya dia mengharapkan kewaspadaan pemerintah
terhadap"oknum-oknum" yang di muka bermulut manis dengan
menyatakan setuju dan mendukung Mandataris MPR, namun dalam
kehidupan sehari-hari malah sebaliknya, kerjanya tidak lain dari
pada kasak-kusuk menghembus-hembus(kan) fitnah dan racun berbisa
dalam masyarakat ke alamat Mandataris MPR/Pimpinan Nasional",
kata Achmad.
Lantas, selama Lebaran dan han Minggu sesudahnya: 'gencatan
senjata'. Senin 27 Agustus, pernyataan fraksi PDI No. IST/ FPDI/
DPR-RI/IX/ 1976 tersiar bersama-sama dengan pernyataan Achmad
Sukarmadidjaja. Seolah-oleh ada perlombaan untuk meyakinkan
Kepala Negara. Kamis 29 September lalu, Ketua Umum DPP-PDI
Sanusi dan Ketua DPP Usep Ranumiharja menghadap Presiden di
Cendana untuk menjelaskan duduk perkara di seputar Sawito dan
Karnaradjasa, anggota PDI yang ikut ditahan itu. Tak selesai di
situ, hari berikutnya muncul pula Achmad Sukarmadidjaja yang
sebelum menghadap Presiden di Cendana berkata pada Kompas "saya
kali ini datang sebagai warganegara biasa".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini