Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pernyataan

Tokoh-tokoh pdi menilai perkara sawito kartowibowo sebagai satu sikap anti demokrasi dan berbahaya bagi negara. karena itu perlu dibina komunikasi yang efektif antara rakyat dan pemerintah. (nas)

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKARA Sawito Kartowibowo, juga paling banyak mendapat tanggapan dari tokoh-tokoh DPP-PDI. Makanya hasil rapat pleno DPP 28 September dan 5 Oktober lalu, boleh dianggap paling lengkap menjelaskan sikap bersama seluruh komponen PDI. Ditandatangani Ketua Umum Sanusi Hardjadinata dan Sekjen Sabam Sirait, pernyataan resmi DPP-PDI yang dikeluarkan pada hari Angkatan Perang itu mencela usaha Sawito "yang berwatak anti-demokrasi dan berbahaya bagi keselamatan bangsa dan negara". Melalui pernyataan itu, PDI juga mendesak pemerintah untuk mengambil "langkah-langkah penelitian dan pengusutan secara tuntas yang bisa menemukan dan meniadakan segala bibit dan sumbernya". Untuk mencegah timbulnya usaha-usaha serupa, PDI berpendapat bahwa "perlu terus-menerus dibina komunikasi dua arah yang efektif antara Rakyat dan Pemerintah melalui lembaga-lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan di segala tingkat". Mengapa sampai bisa timbul serentetan pernyataan itu? Seorang anggota DPP PDI yang tak mau disebut namanya hanya mengatakan: "waktu itu sudah menjelang Lebaran, sehingga susah untuk berkumpul dan mengadakan rapat. Makanya ketue fraksi PDI dalam DPK Anton Simatupang dan salah satu ketua DPP, Achmad Sukarmadidjaja mengeluarkan pernyataan lebih dahulu. Namun kedua pernyataan itu, plus wawancara ketua DPP Usep Ranumiharja dengan Sinar Harapan, sudah diterima dengan baik dalam rapat pleno DPP". Tapi masih ada satu hal yang aneh, yakni pelanggaran aturan pengurus PDI. Sebab ketua-ketua DPP wewenangnya hanya terbatas pada kompartemen (bidang)nya. Sedang pernyataan politis ke luar, menurut aturan DPP hanya boleh dikeluarkan oleh Ketua Umum dan Sekjen, atau seorang Ketua dan Sekjen, atau Wakil Sekjen dengan Ketua Umum. Jadi baik pernyataan Anton Simatupan yang eks-Parkindo, maupun Achmad Sukarmadidjaya yang eks-IPKI dan Usep Ranumiharja yang dikenal sebagai tokoh PNI Osa-Usep, tidak mewakili seluruh DPP-PDI. Seperti diketahui, dua hari setelah penjelasan pemerintah tentang gerakan Sawito ketiga tokoh PDI itu hampir serenlak mengeluarkan pernyataan pendapat tentang Sawito. Di Senayan, fraksi PDI di DPR-RI mengeluarkan pernyataan pendapat yang ditandatangani ketuanya, Anton Simatupang itulah. Isinya menolak penggantian kepemimpinan negara secara ilegal dan inkonstitusionil, sambil mengajak masyarakat "tetap memelihara kesatuan dan persatuan Bangsa . . di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto". Pernyataan fraksi PDI ituham disiarkan oleh koran-koran hari Senin 27 September. Sedang yang disiarkan sore hari Jumat tanggal 4 September itu juga adalah wawancara Usep itu, yang senada dengan Anton dalam mengutuk 'gerakan Sawito' itu, tapi formulasinya lebih matang. Bermulut Manis "Pada hakekatnya", kata bekas dubes RI di Hanoi itu, "semua cara penggulingan kekuasaan mempunyai arti yang sama. Yaitu menumbuhkan (cara-cara) perombakan kekuasaan politik secara mendadak di luar pengetahuan dan persetujuan kuat, tanpa mengikut-sertakan rakyat yang cara-cara menegakkan kekuasaan politiknya diatur oleh UUD. Hal tersebut biasa disebut coup d'etat' katanya. Malam harinya, ketua DPP Achmad Sukarmadidjaja masih merasa perlu menyiarkan "pernyataan DPP-PDI" lewat RRI. Melalui pernyataan itu, Achmad menyatakan syukur ke hadirat Tuhan bahwa usaha jahat komplotan tersebut itu akhirnya terbongkar dan ketahuan". Se- lanjutnya dia mengharapkan kewaspadaan pemerintah terhadap"oknum-oknum" yang di muka bermulut manis dengan menyatakan setuju dan mendukung Mandataris MPR, namun dalam kehidupan sehari-hari malah sebaliknya, kerjanya tidak lain dari pada kasak-kusuk menghembus-hembus(kan) fitnah dan racun berbisa dalam masyarakat ke alamat Mandataris MPR/Pimpinan Nasional", kata Achmad. Lantas, selama Lebaran dan han Minggu sesudahnya: 'gencatan senjata'. Senin 27 Agustus, pernyataan fraksi PDI No. IST/ FPDI/ DPR-RI/IX/ 1976 tersiar bersama-sama dengan pernyataan Achmad Sukarmadidjaja. Seolah-oleh ada perlombaan untuk meyakinkan Kepala Negara. Kamis 29 September lalu, Ketua Umum DPP-PDI Sanusi dan Ketua DPP Usep Ranumiharja menghadap Presiden di Cendana untuk menjelaskan duduk perkara di seputar Sawito dan Karnaradjasa, anggota PDI yang ikut ditahan itu. Tak selesai di situ, hari berikutnya muncul pula Achmad Sukarmadidjaja yang sebelum menghadap Presiden di Cendana berkata pada Kompas "saya kali ini datang sebagai warganegara biasa".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus