Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Juara Sepi Hura-hura

Kemenangan Roger Federer di US Open kian mengukuhkan dominasinya di tenis putra. Rileks dan menikmati hidup.

17 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIKLUS hidup Roger Federer nyaris persis jarum jam. Siang hingga sore dia berlatih sekitar empat jam. Setelah tidur panjang sekitar 10 jam, ia akan bangun tepat pukul 10 pagi. Setelah itu, dia akan kembali berlatih. Tidur panjang, nutrisi yang tepat, dan porsi latihan rutin itu lah membuatnya selalu fresh saat bertanding di lapangan.

Contoh paling mutakhir, ya, terjadi Ahad pekan silam, saat ia bermain di final grand slam, US Open. Bermain te nang dalam setiap set, Federer berhasil menang dalam kejuaraan itu empat kali berturut-turut. Tak hanya duit US$ 2,4 juta (Rp 22,5 miliar) yang diperolehnya, tapi juga kehormatan luar biasa.

Federer, petenis asal Swiss ini menyamai raihan Bill Tilden 87 tahun silam. Sebuah prestasi yang bakal sulit diraih petenis lain. Maklum, persaingan di masa depan akan makin ketat. Fede rer juga sudah bertengger di posisi nomor satu sejak 2 Februari tiga tahun silam. Ini adalah waktu terlama yang pernah diraih petenis dunia.

Kemenangan ini juga kian mendekatkannya kepada rekor Pete Sampras. Hingga kini, pria yang fasih berbahasa Inggris, Prancis, dan Jerman ini sudah mengumpulkan 12 piala grand slam, terpaut dua dari petenis Amerika Serikat itu. Namun, di usianya yang masih 26 tahun, tiga piala lagi tentu bukan soal yang sulit.

Ahad pekan silam, dengan berpaka i an serba hitam, Federer mengangkat pia la. ”Dia pantas untuk menang. Dia bermain sangat baik,” kata Novak Djokovic, 20 tahun, petenis asal Serbia yang menjadi lawannya. Dia kalah dengan skor 6-7, 6-7, dan 4-6. Djokovic pun segera beranjak meninggalkan arena saat Federer mengangkat tinggi-tinggi piala tersebut. Hatinya gundah.

Kesedihan yang sama pernah dialami Federer 14 tahun silam. Ketika itu, saat terjun di sebuah turnamen junior, Federer yang masih belasan tahun itu kalah. Sehabis membanting raket, dia pun menangis sejadi-jadinya, hampir setengah jam tiada henti. Sepanjang perjalanan pulang, kedua orang tuanya hanya diam membisu.

Penyebab kekalahan itu bukan karena kemampuan teknis atau fisiknya yang kedodoran, melainkan emosi Ro ger yang gampang tersulut. Emosi nya acap kali mengacaukan permainannya. Robert dan Lynette, orang tuanya akhirnya menggaji Peter Carter, bekas petenis profesional asal Australia untuk melatih anaknya. Bukan saja tekniknya, tapi juga temperamennya.

Olahraga ini memang tak sekadar membutuhkan teknik dan pukulan bagus. Tekanan dan suasana di lapangan memang kerap membuat pemain gampang tersulut emosinya. John McEnroe, petenis asal Amerika, sering kali tak bisa bermain dengan benar saat penyakit marah-marahnya kambuh. Pun de ngan Andre Agassi. Untunglah, kelemah an Federer sudah terdeteksi sejak awal.

Pilihan orang tuanya benar. Hasilnya luar biasa. Federer bisa lebih santai di lapangan. Semua kelihatan dari cara nya bertanding saat ini. Saat bertarung di depan ribuan penonton, menghadapi bola yang datang dengan kecepatan ting gi dan sering tak terduga arahnya, Ro ger masih bisa tersenyum.

Sekalipun luput mengembalikan bola, hampir tak terlihat ekspresi kekesalannya. Ternyata dia malah menikmatinya. ”Menyenangkan sekali berada dalam situasi seperti itu. Saat itu kita tengah berpikir akan menang,” katanya suatu ketika.

Bakat tenis Federer tumpah dari ibunya, Lynette Federer, yang berasal dari Afrika Selatan. Robert, sang ayah, adalah seorang teknisi laboratorium di sebuah pabrik obat. Saat bertugas di Afrika Selatan mereka bertemu. Dari perkawinan itu lahirlah Roger.

Sepulang tugas, pasangan Federer pun balik ke Basel, Swiss. Lynette yang menjadi pelatih tenis di sebuah klub kecil selalu membawa Roger ke lapangan. Saat berusia tiga tahun, Roger sudah berlatih. Lawannya adalah tembok di garasinya. ”Dia sudah fanatik dengan tenis di usia sekecil itu. Tiada hari tanpa memainkan bola,” kata Lynette.

Kemampuannya di lapangan memang luar biasa. Berbagai eks bintang petenis dunia memujinya setinggi langit. John McEnroe menyebutnya sebagai pemain terbaik saat ini. Begitu pula dengan Boris Becker. ”Saya bangga bila diban dingkan dengan Roger,” kata Rod Laver, petenis legendaris asal Australia. ”Ge raknya seperti puisi,” kata Cliff Drysdale, komentator televisi yang juga pernah menjadi petenis.

Meskipun pujian yang datang bertubi-tubi ke arahnya, Federer tidak berubah. Dalam kehidupan sehari-hari, dia tetap saja berpenampilan kalem, seperti yang terlihat di lapangan. Jalannya lurus seperti kereta api. Sungguh kontras de ngan seluruh keberhasilan yang telah diperolehnya selama ini.

Padahal, sejak terjun menjadi petenis profesional pada 1998, Federer telah mengumpulkan US$ 36 juta atau sekitar Rp 338 miliar). Pria kelahiran 18 Agustus 1981 ini juga masih mendapatkan tambahan dari iklan dengan menjadi bintang iklan Nike, Wilson, dan Gillette. Sejak 2003, Fede rer menjual produk kosmetik pria dengan label RF.

Toh, semua itu tak membuat Federer hidup di mena ra gading. Pada Desember 2003, dia mendirikan Ro ger Federer Foundation untuk membantu anak-anak yang tidak beruntung, terutama di Afri ka. Pada 2004, dia mengumpulkan dana untuk anak-anak korban tsunami di Tamil Nadu, India. Dia juga menjadi duta Unicef sejak akhir 2006.

Federer juga jauh dari gosip. Hingga kini, dia masih lengket dengan Miroslava ”Mirka” Vavrinec, bekas petenis Swiss yang dipacarinya sejak 2000. Gara-gara cedera lutut, Mirka mundur dari tenis dan kini menjadi manajer Roger. Bagi Roger, Mirka yang tiga tahun lebih tua itu dianggap ikut pula menjadikannya sukses seperti sekarang.

Namun, soal penampilan, Roger ter nyata punya pilihan yang mahal. Tak ada merek lain di tubuhnya kecuali Prada. ”Bahkan sampai celana dalamnya pun harus merek itu,” kata Mirka sambil terbahak. ”Kami pergi ke Milan dan memesan dalam jumlah yang banyak. Aku tidak ingin kelihatan old fashioned. Aku ingin tampil lebih muda, bahkan seksi,” kata Federer.

Pasangan ini tinggal di sebuah rumah di Oberwil, Switzerland. Di saat lain mereka singgah di apartemen di Basel, yang tidak saja sangat indah, tapi juga komplet dalam soal fasilitas dan prestise. Namun, sebetulnya mereka sering tidak berada di rumah karena bertan ding. ”Kami suka pergi ke resor, spa. Kami menyukai Asia, mereka sangat sopan,” katanya.

Tempat favoritnya adalah Maladewa, Dubai, dan pegunungan Swiss. Tapi, namanya juga Federer, saat berlibur pun dia harus berlatih. Setiap harinya, dia menghabiskan waktu sekitar tiga sampai empat jam dan tambahan waktu sekitar dua jam untuk meningkatkan fisik. Di saat senggang, dia bermain sepak bola, bola basket, squash, dan pingpong.

Kini dia masih memiliki target untuk melengkapi kariernya, yakni memenangi medali emas Olimpiade. Ini menjadi tantangannya yang paling berat. ”Tahun depan adalah tahun Olimpiade, sangat menggairahkan. Mudah-mudahan saya bisa berbuat lebih baik ketimbang yang dulu,” katanya.

Prestasi Federer di ajang Olimpiade tak sebagus yang diperolehnya di medan lain. Dalam Olimpiade Sydney 2000, dia hanya sampai di posisi keempat. Prestasinya empat tahun kemudian di Athena lebih buruk lagi. Langsung knock out di babak kedua. Meskipun kalah, dia meng anggap penampilannya di Olimpiade merupakan peristiwa yang berharga dalam kariernya.

Turnamen grand slam lain yang belum juga diraihnya adalah France Open. Entah apa sebabnya, dia selalu kandas. Padahal, dia tumbuh berlatih di lapangan tanah liat. Tiga tahun berturut-turut dia selalu menyerah kepada Nadal. Padahal, di Wimbledon, Nadal bisa dia kalahkan. Dua misteri inilah yang menjadi target Roger Federer berikutnya.

Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus