PUJAAN baru khalayak tinju pro dunia sudah lahir. Berkulit hitam dengan lingkar leher dan tubuh kekar -- tinggi 180 cm dan berat sekitar 89 kg dialah Mike (Michael) Tyson, juara baru tinju kelas berat dunia versi Dewan Tinju Dunia (WBC). Bekas bergajul di daerah Brooklyn, New York, Mike, 20, berhak menyandang mahkota terhormat itu -- sekaligus gelar lain: juara termuda dalam sejarah tinju pro dunia -- setelah secara sensasional Sabtu malam pekan lalu, menumbangkan juara bertahan Trevor Berbick, 32, dalam pertarungan perebutan gelar di stadion tinju Arena Hilton, Las Vegas, Nevada. Sekitar 8.000 penonton tampak bersorak-sorai menyambut kemenangan bersejarah petinju muda itu. Wajar. Sebab, Mike Tyson memang tampil memikat. Ia bertarung dengan gaya seorang fighter yang ganas. Sejak ronde pertama dimulai, ia menggempur Berbick dengan serentetan pukulan yang dilancarkannya dengan cepat. Di ronde pertama saja, tak kurang enam kali pukulan hook dan straight-nya bersarang telak di wajah Berbick. Dan dua kali setidaknya juara kelahiran Jamaica dan kini warga negara Kanada ini, terjajar sempoyongan, menahan gencarnya serangan penantangnya Di akhir ronde ini, iamalah sempat jatuh kendati kemudian bisa bangkit kembali. Di ronde kedua, serangan Tyson -- yang mendapat bayaran sekitar Rp 2,5 milyar makin ganas. Dan di sela tepuk riuh para penonton, 2 kali ia berhasil membuat jatuh sang juara yang menerima honor sekitar Rp 4 milyar itu. Tapi, baru di menit kedua, setelah sebuah hook kirinya mendarat telak di daerah pelipis kanan lawan, segalanya menjadi pasti: Berbick jatuh terjengkang. Juara yang sudah bertanding 31 kali dan menang KO 23 kali itu, sebenarnya, tampak masih berusaha bangkit. Gagal. Setelah tiga kali terjerembab, Berbick menyerah. Wasit Mills Lane, yang sebelumnya sudah menghitung sampai 9, segera menggiringnya ke pinggir ring. Dan kemudian langsung memutuskan Tyson menang KO. Maka, rekor juara tinju termuda, yang sudah sekitar 30 tahun disandang petinju tersohor Floyd Patterson, pun pecah. Patterson menjadi juara dunia pada usia 21 tahun 11 bulan, setelah bertarung 30 kali selama 50 bulan menggeluti tinju bayaran. Sedangkan Mike Tyson, juara tahun ini, baru berusia 20 tahun, 4 bulan, 22 hari. Dia baru bertanding 27 kali dalam 20 bulan petualangannya di tinju pro. "Dia benar-benar anak ajaib," puji Angelo Dundee, pelatih tinju terkenal, yang antara lain pernah menangam bekas juara dunia Muhammad Ali, beberapa saat setelah kemenangan Tyson. Ikut membantu persiapan Berbick menjelang pertarungannya menghadapi Tyson, Dundee termasuk salah satu tokoh yang sejak semula meramalkan anak asuhannya itu mampu mempertahankan gelar. Tapi kali ini dia meleset. "Tyson bertarung sebagus George Foreman ketika mengalahkan Joe Fraier di Kingston, Jamaica, 1973. Sasaran pukulannya selalu tepat. Dan gerak kepalan tangannya ternyata lebih cepat dari yang kami bayangkan," tambah Dundee, terus terang. Ini bukan pujian basabasi, agaknya. Sebab, Tyson, memang bukan petlniu karbitan. Dia adalah anak didik langsung Cus D'Amato, pelatih kenamaan yang, antara lain, pernah melatih hingga jadi juara dunia (1956-1960) Floyd Patterson. Adalah Cus (meninggal dunia dalam usia 77 tahun, November tahun lalu) yang menanamkan semua: dasar, teknik, dan filosofi bertinju kepada Tyson, selama sekitar lima tahun. Tyson mulai dilatih Cus sejak usia 13 tahun. Yakni beberapa hari setelah remaja ini ditariknya dari tempat penitipan anak (laki-laki) nakal, Tyron School di pedalaman New York. Masa kecil Tyson memang tak menyenangkan. Riwayat ayahnya tak begitu diketahui. Dan dia tumbuh dan dibesarkan ibunya, Lorna Tyson, seorang guru, bersama dua saudaranya. Tyson adalah anak bungsu. Dan, tanpa ayah, jadi anak yang manja. Kenakalannya tak terkendalikan ibunya ketika ia menginjak usia 10 tahun. Dalam umur semuda itu bocah penggemar burung merpati ini -- hingga jadi juara dunia ini dia masih memelihara 70 ekor merpati di rumah barunya di New York -- sudah sering terlibat pelbagai tindak kenakalan: mencopet dan memeras di pelbagai jalan di daerah Brooklyn. Karena kenakalannya itu, tak heran, ia jadi kerap dikirim ke tempat penitipan anak. Terakhir dia masuk Tyron School dan dekat dengan Bobby Stewart, seorang pekerja di sekolah itu. Bobby dulu petinju bayaran. Dari dialah -- selalu sebelumnya dengan janji Tyson mau mengembangkan pelajaran membacanya -- bocah nakal ini belajar tinju. Bobby rupanya melihat bakat terpendam ada pada Tyson. Dia lalu menghubungi Cus D'Amato. Dan pelatih ini kontan bersemangat menangani Tyson setelah beberapa kali menjajal kemampuan daya tangkapnya. "Dia berpotensi besar jadi juara dunia," itulah kesimpulan Cus yang disampaikannya kepada beberapa temannya di sasananya di Catskill, New York. Perkiraan itu ternyata benar. Dengan sosok yang termasuk pendek dibandingkan rata-rata petinju dunia -- misalnya, terbukti dia 9 cm lebih pendek dari Berbick -- Tyson ternyata cepat mencuat jadi petinju dengan pelbagai kelebihan. Terutama dalam kecepatan dan kekerasan pukulannya. Karena itu, sejak masih di amatir -- ia sempat main 26 kali, sebelum terjun ke profesional -- ia dijuluki "Bocah Dinamit" oleh para wartawan. Gaya dan kekuatannya bertinju di usia remaja itu mengingatkan banyak tokoh petinju, termasuk Jose Torres, bekas juara dunia WBC kelas ringan, yang juga salah seorang mentornya, pada George Foreman, Rocky Marciano, dan Joe Frazier ketika muda "Tapi, saya bisa mengatakan Tyson lebih cepat, dan lebih bertenaga dibandingkan mereka itu," kata Jose Torres. Memang masih harus ditunggu apakah Tyson kelak bisa lebih besar dari para pendahulunya itu. Yang pasti, sudah ada tekad dari petinju yang selalu mengingat jasa gurunya Cus D'Amato, "Saya tak bakal bisa begini tanpa Cus," katanya dengan mata berkaca-kaca sesaat setelah merebut gelar. "Jika bisa jadi juara termuda, saya akan bisa pula menjadi juara tertua." Marah Sakti, Laporan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini