SEJAK awal Faisal mengaku membunuh istrinya. Bahkan ia sendiri yang datang ke kantor polisi menyerahkan tangan sambil menyatakan, bahwa ia sengaja membunuh ibu tiga orang anaknya yang tengah hamil itu, Roqaiyah, 25, karena cemburu. Motif dan bukti cukup. Tapi Pengadilan Negeri Sidoarjo, ternyata, membebaskan Faisal, 35, dari tuntutan hukum, karena menganggap terdakwa tidak waras. Kini Faisal bebas keluyuran ke mana mau. Masa pembunuh boleh keluyuran? "Itu bukan urusan kami -- sebab menyangkut hak asasi manusia. Dasar putusan kami adalah surat keterangan dr. Onny Lindarwati ini," kata Ketua Majelis Hakim Soeryanto. Dalam surat itu tercantum bahwa Faisal -- yang dalam bahasa sederhananya mengidap penyakit jiwa menahun tapi kumat-kumatan. Surat ini turun setelah Faisal menginap di RS Jiwa Sumberporong, Malang, selama tiga bulan. "Sepintas lalu, ia kelihatan seperti orang normal. Tapi, tiba-tiba bisa 'ngelantur ke sana kemari," kata Soeryanto, menjelaskan. Kalau hakim sudah yakin demikian, memang begitu keputusan seharusnya. Ceritanya memang agak aneh. Entah sejak kapan Faisal menaruh dendam pada istrinya yang, katanya, terlibat cinta dengan orang ketiga. "Saya cemburu, sebab istri saya ada main dengan sopir," begitu ceritanya kepada TEMPO. Dengan pisau dapur, istrinya, yang tengah tidur di samping dua anaknya itu, dihabisi seketika. Cuma, si kecil Faiz, bocah enam tahun, diam-diam merekam peristiwa itu di balik bantalnya. Karena ketakutan, "Saya sampai ndak bisa tidur," katanya kemudian. Sang ayah, yang sempat merokok setelah menikam istrinya, lalu menelepon abangnya di Surabaya. "Hallo, Abdullah, saya Faisal. Istriku mati," kata si penelepon, dan klek, telepon terputus. Karena penasaran ditelepon subuh-subuh, apalagi dengan berita kematian, Abdullah menghubungi kembali. "Masya Allah, jawaban yang saya terima betul, istri Faisal mati." "Yang membuat saya makin kaget justru pengakuan Faisal bahwa Roqaiyah mati di tangannya," kata saudara kandung Faisal itu. Mulanya, Abdullah setengah percaya, "Sebab, Faisal memang temperamennya tinggi dan pernah mengidap kelainan jiwa. Ketika disusul ke rumahnya, Faisal telah menyerahkan diri ke Polsek Waru." Ayah korban, Abdullah Chatib, mengatakan bahwa anaknya dibunuh secara sadistis. Pensiunan AD itu tidak yakin menantunya berpenyakit jiwa -- bukankah ia bisa menelepon segala? Mulanya jaksa, yang sebelumnya menganggap terdakwa waras-waras saja, menuntut hukuman 15 tahun. Setelah melihat surat dokter, ia mencabut sendiri tuntutannya. "Bagaimanapun, kenyataannya dia tidak waras," kata Jaksa Effendi Sanusi. Ia juga mendengar, Faisal -- pedagang tegel yang tampan ini -- suka mengamuk dan melempar jatah ransumnya, ketlka dlpenksa di LP. Ditambah lagi, ya, cengar-cengir di persidangan itu. Kasus ini mengingatkan pada cerita yang belum begitu lama, tentang Fauzi, pedagang besi tua yang dituduh Jaksa J.R. Bangun sebagai otak pembunuh Peragawati Yulia Yassin, Juni 1981. Tapi, apa mau dikata, dua carik keterangan psikiater -- dari dokter dan rumah sakit yang berbeda -- menegaskan bahwa Fauzi, 67, menderita gangguan pola berpikir dan kemunduran kematangan pribadi. Diduga, akibat kecelakaan lalu lintas sepuluh tahun sebelumnya. Sampai ke tingkat Mahkamah Agung, Mei lalu, Haji Fauzi divonis bebas. Alasan Maje!is Hakim Agung yang dipimpin Adi Andojo, ketika itu, karena Fauzi tidak terbukti membunuh -- tanpa mempersoakan gila tidaknya. Kasus Fauzi pernah menghebohkan. Di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kerjanya tidur melulu -- di kursi atau nggloso di lantai. Tapi, di luar sidang, tiga wartawan memergokinya mampu menawar bajaj, mengejar bis, bahkan ngobrol dengan tetangganya di dalam kendaraan umum. Hakim Soeryanto keberatan kasus Faisal ini disamakan dengan Fauzi. Tetapi, seorang hakim senior di Malang mengatakan, pembuktian dengan visum dokter tidak mutlak. "Harus diteliti, adakah kelainan jiwanya itu setelah atau sebelum melakukan tindak pidana," katanya. Kalau penyakitnya muncul setelah berbuat, dan mungkin bisa disembuhkan, tuntutan pidana belum selesai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini