PELATIH ternyata bisa main akal, seperti terjadi dalam Kejuaraan
Bulutangkis Nasional.
Di Palembang dua pekan lalu, Icuk Sugiarto yang dijagoi bakal
menjadi kampiun telah tergelincir. Pada saat kedudukan
rubber-set (15-10 dan 9-15) pelatihnya memintanya untuk
melepaskan peluang, dan memberikannya pada Kurniahu Gideon. "Itu
taktik," ungkap asisten pelatih tim Jakarta, Aziz Bakri. "Kami
harus memperhitungkan partai ganda."
Aziz mengatakan Icuk tiba-tiba terserang flu. Nyatanya Icuk yang
kemudian berpasangan dengan Sigit Pamungkas berhasil menyabet
gelar setelah menundukkan Undang/Sugeng Subagyo dari Jawa Barat.
Andaikata perhitungan keliru? "Ya, risiko," lanjut Aziz.
Icuk dan Kurniahu sebetulnya berimhang. Tapi siapakah Kurniahu?
Ia, 21 tahun, adalah anak seorang pedagang kelontong di
Surabaya. Berlatih di Klub Suryanaga sejak usia 13 tahun, ia
mulai dikenal ketika menjadi runer-up untuk nomor tunggal
junior dalam Kejuaraan Nasional 1976 di Medan. Lawannya di final
waktu itu adalah Icuk.
Tahun 1977, atas saran pelatih Zulkarnaen Kurniawan, ayah Rudy
Hartono, ia hijrah ke Jakarta. Dan ia bergabung dengan Klub Jaya
Raya A. Tapi ke pelatnas ia tetap belum terpanggil. Pelatih Klub
Jaya Raya A, Rudy Hartono mengatakan anak asuhannya ini cukup
berpotensi untuk menjadi pemain andalan, tapi "buka untuk saat
sekarang." Kurniahu memang sudah menjadi juara nasional. "Cuma
kelasnya yang bagaimana?"
Di Palembang, para tokoh pelatnas seperti Liem Swie King, Lius
Pongoh, Hadianto, Hastomo Arbi (putra) serta Ivanna, Verawaty,
Tati Sumirah dan Tjan So Gwan (putri) tak ambil bagian. Mereka
dipersiapkan untuk Kejuaraan Bulutangkis Dunia ke-2 di Jakarta
pekan depan.
Yang diperkirakan lebih cepat maju dibanding Kurniahu adalah
Icuk, 18 tahun, dari SMA Ragunan, Jakarta. Pernah ia mengikuti
latihan bersama di pelatnas dan merepotkan bagi Lius, misalnya.
"Satu atau dua tahun lagi ia akan menjadi pemain nasional yang
tangguh," kata Ridwan, pelatihnya.
Di bagian putri, kampiun nasional adalah Hoo Djai Ging kelahiran
Yogyakarta. "Kalau pemain yang ada di pelatnas sekarang ikut,
mungkin saya tidak jadi juara," ujarnya.
Djai Ging pernah dipanggil memasuki pelatnas putri dua tahun
lalu. Ketrampilannya masih di bawah Ivanna dan Verawaty. Tapi
"saya akan berusaha menyaingi mereka," tambahnya.
Djai Ging, 21 tahun, sehari-hari adal1h kasir Bank Central Asia,
dan berlatih di Klub Djarum 76, Semarang. Waktu di Palembang,
saingan Djai Ging antara lain Novianti Mawardi, unggulan pertama
Kejuaraan Bulutangkis Nasional 1980.
Sudah menjadi juara nasional dan warganegara Indonesia, Djai
Ging tidak ingin mengganti nama. "Saya takut kalau ganti nama,
orang malah nggak tahu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini