Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sayang, Tak Bisa Ditawar Lagi

Reaksi terhadap kenaikan harga bbm: mahasiswa mengadakan angket, kadin menolak pendapat pemerintah yang menganggap kenaikan harga barang adalah 4-6%, menteri subroto meninjau pasar-pasar.

24 Mei 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KENAIKAN Harga Bahan Bakar Minyak ternyata tidak saja mendorong kenaikan berbagai barang. Politik juga menaik suhunya. Mahasiswa Universitas Indonesia 8 Mei yang lalu melancarkan protes terhadap kenaikan BBM tersebut. "BBM naik, derita rakyat," demikian bunyi sebuah poster di puncak kantor rektoriat perguruan tinggi yang terletak di Jalan Salemba Raya, Jakarta. Suasana hari itu kelihatan memang agak ramai. Kebetulan bertepatan dengan mulai dijualnya formulir penerimaan mahasiswa untuk proyek perintis I. Tapi memang ada gelagat baru dalam aksi para mahasiwa sekali ini. Mereka menyebarkan questionaire (daftar pertanyaan) ke tengah masyarakat untuk mengetahui tanggapan orang banyak terhadap kenaikan harga BBM. Daftar pertanyaan sebanyak 4 halaman itu antara lain menanyakan apakah si responden "mengerti mengapa harga minyak harus dinaikkan" dan "pembelian bahan makanan apa yang berkurang setelah adanya kenaikan BBM." Hari itu beberapa pedagang di Pasar Kenari, termasuk seorang pengecer "Teh Botol" menjadi responden. Ingkar Janji "Yang kami lakukan ini nggak mungkin keisengan," kata Henny, aktivis dari "Dewan" Mahasiswa Ul. "Kami tidak ingin dinilai tidak rasional, tidak obyektif, tidak ilmiah," sambut Biner Tobing, aktivis mahasiswa yang lain. Pada hari itu juga berhasil dikumpul 514 jawaban dari responden. Tito Sulistiyo, ketua senat mahasiswa Fakultas Ekonomi Ul mengharapkan 2700 responden akan terkumpul dari seluruh wilayah ibukota. Hasil pengumpulan pendapat itu direncanakan sudah dapat diumumkan seminggu kemudian. Tapi ternyata mundur, karena beberapa aktivis terlibat dalam tugas lain di fakultasnya. Ditambah lagi kesibukan mencetak kembali daftar pertanyaan, karena yang dibutuhkan mencapai 9000 lembar. Pengumpulan pendapat mengenai kenaikan BBM ini dilaksanakan para mahasiswa tidak hanya di Ul. Kabarnya, Institut Tehnologi Bandung dan Institut Tehnologi Surabaya malahan melakukannya lebih awal. Menyusul tinjauan dan wawancara di pasar-pasar Jakarta, Semarang dan Surabaya yang dilakukan oleh Menteri Subroto, Sumarlin dan beberapa pejabat tinggi pemerintah yan berkaitan dengan minyak. Ketua Umum Kadin Pusat Hasyim Ning maupun F.H. Eman (ketua Kompartemen Industri dan Energi, Kadin) menolak pendapat pemerintah yang menganggap kenaikan harga barang yang wajar adalah 4 sampai 6%. "Tak mungkin. Sebab semua komponen akan terkena akibat kenaikan BBM. Berilah kesempatan pengusaha untuk menaikkan harga secara wajar. Menurut perhitungan saya, kenaikan harga yang wajar sekitar 15%," ulas Eman. Perselltase kenaikan harga berbagai barang konsumsi kelihatannya memang bervariasi. Tekstil, sebagaimana dikatakan Musa dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia malahan akan sukar bergerak naik karena pasar memang lemah. Sejak semula ia memperhitungkan paling banter kenaikan harga tekstil mencapai 3 %. Semen dan beton yang beberapa bulan menjelang dinaikkannya harga BBM menghilang dari pasar, akan mengalami kenaikan yang cukup berat. Ini terutama disebabkan bahan bakar yang digunakan kedua hasil industri ini membutuhkan komponen BBM yang besar. Direktur Jenderal Industri Kimia Dasar. Ir. Hartarto pernah mengungkapkan komponen BBM dalam industri semen mencapai 27% dari seluruh ongkos produksi. Kenaikan BBM yang sebenarnya sudah jadi acara tahunan, ditempuh pemerintah untuk mengendurkan diri dari tekanan subsidi yang cukup tinggi. Untuk tahun 1980/1981 berjumlah Rp 828 milyar. Keberatan orang terutama didasarkan pada terlalu dekatnya jarak tindakan ini dengan langkah-langkah kebijaksanaan sebelumnya. Seperti Knop 15 tahun 1978 dan kenaikan BBM 5 April 1979. Tapi bagaimanapun kenaikan sudah tak bisa ditawar lagi, seperti kata Sabam Sirait, Wakil Ketua Fraksi PDI dalam diskusi Forum Studi dan Komunikasi (Fosko) di Hotel Sabang, 14 Mei. Kini tinggal menjaga jangan sampai terjadi kenaikan yang melonjak melebihi kewajaran. "Kenaikan harga memang pasti terjadi. Tetapi yang penting, kenaikan harga ini harus sesuai dengan kalkulasinya," kata pengamat masalah ekonomi Drs. Kaptin Adisumarta kepada harian Kompas. Droping barang oleh pemerintah secara besar-besaran adalah jalan yang tepat, katanya. Posisi pemerintah sendiri, secara politik lan keuangan, sungguh kuat. Mungkin karena itu kritik-kritik tajam hanya dibiarkan akan lewat dengan sendirinya - seperti di tahun lalu. Sementara itu, naiknya pendapatan karena naiknya harga minyak ekspor (lihat Minyak) memberi keleluasaan bagi pemerintah untuk misalnya mempengaruhi situasi pasar. Tinggal soalnya meyakinkan masyarakat, bahwa pembangunan yang berhasil tidak selalu berarti murah sandang, murah pangan dalam arti yang sederhana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus