Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kalah Menang Angin-Anginan

Prestasi Icuk, dan kemenangan dalam kejuaraan bulu tangkis dunia di kopenhagen. (or)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANPA kehadiran Lim Swie King yang mendadak sakit di All England tahun lalu, Icuk Sugiarto memang "terpaksa" jadi pemain yang paling diharapkan menang. Karena itu ketika gagal -- kalah ketika baru melawan musuhnya yang pertama banyak yang kecewa. Bahkan ketika gagal lagi di Kejuaran Terbuka Hongkong, enam bulan kemudian, anak karyawan RRI Solo itu hampir jadi simbol merosotnya prestasi bulutangkis Indonesia. Namun ketika Minggu lalu Icuk mengalahkan Lim Swie King di final Kejuaraan Dunia di Kopenhagen, banyak juga orang kaget. Bahkan Icuk sendiri tidak percaya. "Rasanya seperti mimpi. Dari segi teknik saya sungguh belum tandingan King. Saya hanya beruntung lebih muda. Seakan-akan bukan saya yang bertanding, tapi orang lain," katanya terharu. Icuk mungkin benar. Sebagai pemain tunggal, namanya ketika muncul pertama kali di gelanggang bulutangkis, tidak segera populer. Lim Swie King, misalnya, ketika berumur 18 telah menjadi juara nasional. Lius Pongoh pada umur yang sama telah menjadi juara nasional yunior, kejuaraan yang pialanya pernah direbut Rudy Hartono pada umur 14. Masuk ke sekolah Ragunan -- SMA tempat para atlet sekolah -- tahun 1978, Icuk lebih banyak bermain tidak sebagai pemain tunggal. Debutnya yang pertama dalam umur 18, menjadi juara ganda berpasangan dengan Sigit Pamungkas pada kejuaraan nasional di Palembang tahun 1980. Kedudukan ini dipertahankannya setahun kemudian pada PON X. Pada arena yang sama, Icuk kemudian juga merebut juara III tunggal putra. Karirnya sebagai pemain tunggal nampaknya kurang mendapat dukungan PBSI. Ketika pertandingan Piala Thomas maupun kejuaraan perseorangan Asian Games, keduanya di tahun 1982, Icuk tidak diturunkan. Bahkan pada kejuaraan Piala Alba di Kualalumpur, Agustus tahun lalu, Icuk ditolak untuk menggantikan Lius Pongoh, yang mendadak sakit, oleh panitia setempat, dengan alasan belum dianggap pemain setingkat dunia. Padahal tahun itu Icuk telah meraih juara II, Kejuaran Terbuka India dan baru saja menggondol Kejuaraan Terbukan Indonesia II. Prestasi Icuk, sebagai pemain tunggal, sebenarnya tidak jelek. Memang pernah kalah dari pemain yang kurang terkenal seperti Claus Thompsen dari Denmark Kevin Joly dari Inggris dan terakhir oleh Tian Biangyi dari RRC. Namun Misbun Sidek (Malaysia), Prakash Padukone (India) dan bahkan juara All England tahun lalu, Luan Jin pernah dikalahkan Icuk. Dengan prestasinya yang angin-anginan itu, Icuk nampaknya belum akan mampu menggantikan Lim Swie King atau apalagi Rudy Hartono bila diukur dari prestasi All England, misalnya. King jadi juara All England pertama kali pada umur 22 selama tiga kali. Sedangkan Rudy, juara All England 8 kali, meraihnya pada umur 19 tahun. "Icuk seorang pemain yang komplit. Stroke, reaksi, dan fisiknya bagus. Cuma hatinya kecil -- itu saja," kata Willy Budiman dari Komisi Teknik PBSI beberapa waktu lalu. Kini Icuk, pemain berumur 20 tahun itu telah membuktikan dirinya punya nyali besar. Sekalipun gagal di dua kejuaraan sebelumnya, Icuk mampu menjadi juara resmi dunia paling muda selama ini. Dengan prestasi itu Icuk telah mengangkat dirinya sejajar dengan pemain dunia lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus