Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sebuah silet untuk menang

Icuk Sugiarto, berhasil keluar sebagai juara dalam kejuaraan bulu tangkis dunia di kopenhagen. (or)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA melompat tinggi-tinggi dan melemparkan raketnya tanpa arah. Buat Icuk Sugiarto, akhir set ketiga dalam final melawan Liem Swie King pada Kejuaraan Dunia di Kopenhagen itu, rupanya bukan hanya berarti kemenangan. Tetapi juga datangnya kebebasan setelah bertarung alot dan melelahkan dengan teman sendiri. Sesaat ia kelihatan bingung disergap kilatan kamera yang diarahkan kepadanya. Dia seakan-akan baru mendapat pegangan setelah melihat Tahir Djide. Ia berlari, merangkul dan menangis terisak-isak dalam pelukan pelatihnya itu. Bisa dimaklumi bagaimana bergalaunya perasaan Icuk dalam menyambut kemenangannya itu. Dia yang bersama Liem Swie King berhasil maju ke final menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia belum hancur sama sekali. Malahan membuktikan bahwa dalam kejuaraan resmi seperti di Kopenhagen itu, Indonesia mampu membuktikan dirinya sebagai yang terkuat dalam tunggal putra. Dengan tidak memberikan kesempatan bagi pemain negara lain untuk tampil sekalipun hanya sebagai runner-up. Pertarungan Icuk-Liem yang berkesudahan 15-8, 12-15, 17-16 itu juga menjadi tontonan yang paling menarik dari seluruh partai. King, sebagaimana corak permainannya selama ini, tampil dengan pola menyerang. Melepaskan drop, smash dan lob-lob yang tajam mematahkan pinggang. Icuk tampil dengan permainan bertahan yang amat fanatik. Sehingga dia kelihatannya tak ubah seperti robot yang siap mengembalikan bola yang datang dengan jalan bagaimanapun. Membuat King terkuras tenaganya dan kecewa karena tak bisa menembus pertahanan Icuk yang ampuh bagaikan tembok. Semula orang menduga kedua pemain Indonesia itu akan tampil seadanya. Tetapi setelah pertarungan yang memakan waktu lebih dari satu setengah jam, 6.000 penonton yang memadati Bronby Hallen benarbenar merasa puas. Tepuk tangan panjang sebagai tanda kagum terhadap teknik kedua pemain menggema beberapa menit. Ratu Margarethe II tak ketinggalan memberikan aplaus. Ratu seakan-akan datang hanya untuk partai tunggal dari Indonesia itu. Sebab setelah pertarungan Icuk-Liem dia segera meninggalkan gelanggang, meskipun masih ada beberapa partai final yang lain. Icuk kelihatannya benar-benar mempersiapkan diri. Kebetulan mereka berdua tinggal dalam kamar yang sama. Hari menjelang pertandingan, sebelum sarapan pagi, Icuk dipijat masseur Adi Budiman. Ia juga meminta seorang temannya yang tinggal di Denmark untuk membelikan pisau silet. Pisau itu digunakannya untuk mengikis bagian tapak kakinya yang kulitnya menebal. "Biar tidur sekamar. Makan semeja. Kalau di arena pertandingan ya, harus bertanding sebagaimana seorang atlet," katanya pelan kepada Lukman Setiawan dari TEMPO. King tampaknya agak tegang. Juara All England 3 kali itu memang harus menempuh jalan yang lebih keras untuk mencapai final. Dia dihadang pemain kuat Denmark, Steen Flatberg. Dicegat pemain RRC, Chen Chang-jie dan terakhir harus menundukkan musuh lama yang paling dia takuti, Han Jian. Itulah makanya sejak kejuaraan dibuka dia tampak selalu murung: Beberapa saat menjelang pertandingan melawan Flatberg, King mengeluh kepada Sumarsono. "Kok badan saya terasa amat panas," keluhnya. Sumarsono sempat berpikir keras untuk memilih WO atau bertanding terus dengan batuan obat. Tetapi obat apa? King sudah makan ginseng obat panas Neozep dan entah apa lagi. Karena gejala panas itu tidak menghilang juga, Sumarsono akhirnya memanggil dokter. Setelah diperiksa, King dianjurkan "kalau bisa jangan main dulu." Dan kalau main juga harus menelan obat yang diberikan dokter yaitu Paracetamol. Dekat mejelang pertandingan suhu tubuhnya turun setelah menelan obat yang diberikan dokter itu. Dan akhirnya dia tampil juga bertanding. Sewaktu pertandingan mencapai set terakhir, King merasakan badannya seperti melayang-layang. Ketika itu Flatberg menggunakan kesempatan untuk meraih angka balasan. Untung King bisa menyudahi pertandingan dengan straight-set. Seandainya rubber-set. Tak tahulah apa yang akan terjadi. Karena begitu sampai di hotel, King buru-buru mencari kakus dan tumpahlah isi perutnya yang bercampur obat panas, Paracetamol itu. Kejayaan Icuk dan Liem di Kopenhagen itu memang merupakan angin penyegar bagi tim bulutangkis Indonesia yang sejak 3 tahun belakangan ini menderita kekalahan beruntun di arena Thomas Cup, All England dan Asia Games. Terutama dari pemain RRC. Dan keunggulan dalam nomor tunggal putra ini masih juga harus dibuktikan dalam Kejuaraan Terbuka Indonesia, Agustus mendatang di Jakarta. Pihak Indonesia berusaha keras untuk mempertahankan kedudukan yang secara merangkak dicapai Icuk itu. Dalam kejuaraan itu diharapkan pemain-pemain RRC tetap akan tampil bersama pemain negara lain. Ada kabar RRC tidak akan ambil bagian, karena di negara tersebut sedang berlangsung pekan olah raga nasional. Tetapi para pemainnya sendiri berhasrat untuk datang. "Kirimlah tiketnya segera. Pasti saya akan datang," kata Han Jian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus