SEKALI ini PSSI bertindak keras. Pemain yang baru berniat tapi
belum menerima uang suap sudah diskorsnya. Yaitu berlaku untuk
poros halang Marselly Tambayong 2 tahun dan kiper Endang Tirtana
1 tahun dengan masa percobaan 6 bulan sejak pertengahan November
lalu. Keduanya dari klub Galatama Warna Agung.
Serentak dengan hukuman tadi, PSSI juga mengumumkan secara
terbuka nama 12 bandar dan makelar suap dari Semarang serta 10
lainnya dari Jakarta, termasuk Jeffry Suganda Gunawan. PSSI
agaknya sudah kehilangan kesabaran "Kalau mau koboi-koboian kita
bisa mengerahkan para pecinta Sepakbola untuk mengeroyok dan
membakar rumah para penyuap," kata Ali Sadikin, Ketua Umum PSSI,
seusai mengumumkan skorsing itu pekan lalu di Senayan. "Soal
suap ini sudah menyangkut masalah nasional yang harus dihadapi
secara tuntas."
Di Semarang pengurus PSIS juga sudah mengambil keputusan tidak
akan lagi memakai Budiman. Penyerang PSIS ini di hadapan tim
pemeriksa gabungan di antaranya dari kejaksaan, mengaku menerima
suap Rp 400.000 dari Oey Tjong Liat. Bandar suap yang tinggal di
kompleks perumahan mewah Tanah Mas Semarang Utara ini mengeduk
keuntungan sedikitnya Rp 650.000 dari hasil seri 1 - 1
pertandingan PSIS-Persipal (Palu). "Kami sedang meminta
pengukuhan hukuman itu ke PSSI Pusat" kata drs. Soeprapto, ketua
Komda PSSI Jawa Tengah. "Dan tentu kalau sudah dikukuhkan kami
tidak bisa mengubah hukuman."
Pernah beberapa pemain inti PSSI seperti Ronny Pasla dan Iswadi
Idris dipengaruhi bandar suap. PSSI juga sudah menskors mereka.
Tapi kemudian mereka diampuni. PSSI ketika itu cukup lunak,
mengakibatkan para pemain yang masih bersih seolah mendapat
angin. Kini PSSI berubah bersikap keras dan ingin menegakkan
disiplin.
Belakangan ini sebagian pemain mengabaikan peraturan klub
(organisasi). Kaslan Rosidi, pemimpin klub Cahaya Kita, memecat
10 pemain intinya yang dituduh melanggar disiplin organisasi.
"Mereka main gaple sampai jauh malam, kadang dengan taruhan
uang. dan juga merokok yang bisa merongrong kesehatan mereka
sendiri," kata Kaslan.
Tuduhan Kaslan itu disanggah pihak pemain. Mereka memang ada
persoalan dengan pimpinan karena honor 3 bulan hak mereka belum
dibayar. "Tentu saja tindakan Kaslan tidak dapat dibenarkan,"
kata Hans Pandelaki, Sekretaris Umum PSSI. "Sudah tak membayar
gaji, dia kok malah memecat."
Di tengah kemelut itu, ketika setiap klub berusaha merapatkan
barisan untuk menyelesaikan putaran I kompetisi Galatama, Arseto
menskors 3 pemain utamanya. Kiper Novrizal Chai, kiri luar
Abdulkadir dan penghubung Ambrita -- ketiganya diskors 2 bulan.
Seperti diakui Novrizal, mereka meninggalkan tempat latihan di
Tapos, Bogor, tanpa izin. "Dengan tindakan ini kami berharap
para pemain akan sadar," kata Ismet Tahir, Ketua Komisi Teknik
Arseto. "Hanya karena tidak minta izin, nlereka diskors. Nah,
apalagi kalau menerima suap."
Secara Tutas
"Disiplin kluh kita memang perlu ditingkatkan," sambung Ali
Sadikin. "Di Eropa dan Amerika Latin saya lihat sendiri: para
pemain dilarang minum minuman keras, merokok dan begadang. Kalau
ketahuan, mereka didenda."
Tapi di Indonesia, tuduh menuduh suap bisa simpang siur, sedang
akibatnya sudah dialami Marselly Tambayong (lihat box). Juga di
Semarang, Fl, pemain depan PSIS yang dituduh menerima suap,
merasa disisihkan dari lingkungannya. Karena kepala pening ia
mengaku memang bermain jelek ketika melawan Persipal (Palu).
"Orang kampung saya hampir saja mengeroyok saya," kata Fl. "Saya
minta dilakukan pemeriksaan secara tuntas. Kalau tidak terbukti
menerima suap, namanya agar segera dibersihkan."
Dalam usaha membersihkan nama itu, Jumat pekan lalu, Marselly
Tambayong pergi ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Ia mencari
penyelesaian secara hukum. "Dia ingin mendapat kesempatan
membela diri, karena tuduhan PSSI tidak benar," kata Minang
Warman SH, Wakil Direktur LBH.
Tampaknya Ali Sadikin akan menghadapi kesulitan setelah ia
membeberkan nama para bandar dan makelar suap serta pemain
secara terbuka. Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat dan pengacara
kawakan, S. Tasrif SH, menyayangkan sikap yang ditempuh PSSI.
Dengan tetap menjaga asas pra-duga tak bersalah, pembeberan nama
dengan tidak melindungi identitasnya "sangat disesalkan," kata
Tasrif yang dikutip Kompas.
"Mereka itu kan sudah terang bersalah. Kenapa kita tidak berani
mengumumkannya?" kata Ali Sadikin sebelumnya. "Sebenarnya saya
ingin menghajar mereka dengan tangan saya sendiri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini