Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kalau PSSI mau main koboi

Ketua umum pssi ali sadikin memberikan reaksi mengenai kasus suap. skorsing terhadap marselly tambayong & endang tirtana dari klub warna agung. psis memecat budiman karena menerima suap. (or)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI ini PSSI bertindak keras. Pemain yang baru berniat tapi belum menerima uang suap sudah diskorsnya. Yaitu berlaku untuk poros halang Marselly Tambayong 2 tahun dan kiper Endang Tirtana 1 tahun dengan masa percobaan 6 bulan sejak pertengahan November lalu. Keduanya dari klub Galatama Warna Agung. Serentak dengan hukuman tadi, PSSI juga mengumumkan secara terbuka nama 12 bandar dan makelar suap dari Semarang serta 10 lainnya dari Jakarta, termasuk Jeffry Suganda Gunawan. PSSI agaknya sudah kehilangan kesabaran "Kalau mau koboi-koboian kita bisa mengerahkan para pecinta Sepakbola untuk mengeroyok dan membakar rumah para penyuap," kata Ali Sadikin, Ketua Umum PSSI, seusai mengumumkan skorsing itu pekan lalu di Senayan. "Soal suap ini sudah menyangkut masalah nasional yang harus dihadapi secara tuntas." Di Semarang pengurus PSIS juga sudah mengambil keputusan tidak akan lagi memakai Budiman. Penyerang PSIS ini di hadapan tim pemeriksa gabungan di antaranya dari kejaksaan, mengaku menerima suap Rp 400.000 dari Oey Tjong Liat. Bandar suap yang tinggal di kompleks perumahan mewah Tanah Mas Semarang Utara ini mengeduk keuntungan sedikitnya Rp 650.000 dari hasil seri 1 - 1 pertandingan PSIS-Persipal (Palu). "Kami sedang meminta pengukuhan hukuman itu ke PSSI Pusat" kata drs. Soeprapto, ketua Komda PSSI Jawa Tengah. "Dan tentu kalau sudah dikukuhkan kami tidak bisa mengubah hukuman." Pernah beberapa pemain inti PSSI seperti Ronny Pasla dan Iswadi Idris dipengaruhi bandar suap. PSSI juga sudah menskors mereka. Tapi kemudian mereka diampuni. PSSI ketika itu cukup lunak, mengakibatkan para pemain yang masih bersih seolah mendapat angin. Kini PSSI berubah bersikap keras dan ingin menegakkan disiplin. Belakangan ini sebagian pemain mengabaikan peraturan klub (organisasi). Kaslan Rosidi, pemimpin klub Cahaya Kita, memecat 10 pemain intinya yang dituduh melanggar disiplin organisasi. "Mereka main gaple sampai jauh malam, kadang dengan taruhan uang. dan juga merokok yang bisa merongrong kesehatan mereka sendiri," kata Kaslan. Tuduhan Kaslan itu disanggah pihak pemain. Mereka memang ada persoalan dengan pimpinan karena honor 3 bulan hak mereka belum dibayar. "Tentu saja tindakan Kaslan tidak dapat dibenarkan," kata Hans Pandelaki, Sekretaris Umum PSSI. "Sudah tak membayar gaji, dia kok malah memecat." Di tengah kemelut itu, ketika setiap klub berusaha merapatkan barisan untuk menyelesaikan putaran I kompetisi Galatama, Arseto menskors 3 pemain utamanya. Kiper Novrizal Chai, kiri luar Abdulkadir dan penghubung Ambrita -- ketiganya diskors 2 bulan. Seperti diakui Novrizal, mereka meninggalkan tempat latihan di Tapos, Bogor, tanpa izin. "Dengan tindakan ini kami berharap para pemain akan sadar," kata Ismet Tahir, Ketua Komisi Teknik Arseto. "Hanya karena tidak minta izin, nlereka diskors. Nah, apalagi kalau menerima suap." Secara Tutas "Disiplin kluh kita memang perlu ditingkatkan," sambung Ali Sadikin. "Di Eropa dan Amerika Latin saya lihat sendiri: para pemain dilarang minum minuman keras, merokok dan begadang. Kalau ketahuan, mereka didenda." Tapi di Indonesia, tuduh menuduh suap bisa simpang siur, sedang akibatnya sudah dialami Marselly Tambayong (lihat box). Juga di Semarang, Fl, pemain depan PSIS yang dituduh menerima suap, merasa disisihkan dari lingkungannya. Karena kepala pening ia mengaku memang bermain jelek ketika melawan Persipal (Palu). "Orang kampung saya hampir saja mengeroyok saya," kata Fl. "Saya minta dilakukan pemeriksaan secara tuntas. Kalau tidak terbukti menerima suap, namanya agar segera dibersihkan." Dalam usaha membersihkan nama itu, Jumat pekan lalu, Marselly Tambayong pergi ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Ia mencari penyelesaian secara hukum. "Dia ingin mendapat kesempatan membela diri, karena tuduhan PSSI tidak benar," kata Minang Warman SH, Wakil Direktur LBH. Tampaknya Ali Sadikin akan menghadapi kesulitan setelah ia membeberkan nama para bandar dan makelar suap serta pemain secara terbuka. Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat dan pengacara kawakan, S. Tasrif SH, menyayangkan sikap yang ditempuh PSSI. Dengan tetap menjaga asas pra-duga tak bersalah, pembeberan nama dengan tidak melindungi identitasnya "sangat disesalkan," kata Tasrif yang dikutip Kompas. "Mereka itu kan sudah terang bersalah. Kenapa kita tidak berani mengumumkannya?" kata Ali Sadikin sebelumnya. "Sebenarnya saya ingin menghajar mereka dengan tangan saya sendiri."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus