ADA kabar yang mencemaskan bagi ibu-ibu yang minum pil
anti-hamil. Berbagai penelitian menunjukkan kelemahan obat ini.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 2606 wanita di
Amerika Serikat belum lama ini, terbukti pil itu membuat lemak
dalam darah membubung. Satu keadaan yang diperkirakan dokter
sebagai penyebab sakit jantung.
Bukti-bukti juga menunjukkan pil itu untuk wanita yang lebih tua
lebih gampang terserang kanker rahim. Karena itu para ahli di
sana menganjurkan agar membatasi penggunaan obat itu hanya untuk
menyembuhkan penyakit kandungan.
Dalam suatu penelitian yang lain, Tietze dan Lewit dari The
Population Council, New York, membuktikan bahwa untuk semua
tingkat umur kontrasepsi yang paling aman adalah kondom. Kalau
bocor ditunjang dengan abortus.
Dalam melindungi penduduknya dari bahaya efek samping obat
anti-hamil Jepang jauh lebih maju. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Jepang belum juga membenarkan pemakaian preparat
steroid (pil anti-hamil) sebagai kontrasepsi. Di apotik-apotik
Jepang memang ada 4 macam pil anti-hamil yang hanya dapat dibeli
dengan resep dokter. Namun obat-obatan itu hanya dibenarkan
pemakaiannya oleh Jawatan Pengawasan Obat untuk pengobatan haid
yang tidak teratur, sakit waktu haid, atau penyakit ovarium
tetapi tidak untuk kontrasepsi.
Sedot
Panitia medik dari Perkumpulan Keluarga Berencana Jepang
sekarang ini baru bermaksud untuk menyelidiki secara klinis "pil
anti-hamil dosis rendah. " Tapi pelaksanaannya masih belum pasti
karena izin impor obat semacam itu belum tentu bisa diperoleh.
Sejak 1948 tatkala abortus disahkan, kuret merupakan cara yang
biasa dilakukan untuk menggugurkan pada kehamilan 3 bulan. Tapi
sekarang Jepang telah mengembangkan alat sedot mutakhir, hingga
pendarahan dan komplikasi bisa ditekan seminimal mungkin. Tarif
abortus berkisar antara Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tahun 1978
ada 600.000 wanita yang menggugurkan menurut catatan Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang. Meskipun beberapa dokter
memperhitungkan lebih banyak dari itu.
"Selain dengan sedotan, pengguguran dengan obat Prostaglandin
juga dilakukan di sana dengan hasil yang memuaskan," kata
seorang dokter ahli kandungan dan kehamilan Indonesia yang
sering berkunjung ke sana.
Alat KB yang paling populer di Jepang tetap yang kuno Kondom.
Hampir 80% pasangan subur di Jepang menggunakan payung pengaman
ini. Begitu ramainya orang menggunakannya sehingga bagi turis
yang melancong ke Jepang jangan heran kalau melihat banyak
"ubur-ubur" di pinggir-pinggir Danau Hakone. Jika kondom bocor
dan terjadi kehamilan, wanita-wanita Jepang merencanakan
keluarganya dengan bantuan abortus yang tekniknya memang sudah
maju.
Sekalipun Jepang merupakan pencipta spiral yang pertama tahun
1930, namun baru tahun 1974 alat itu secara resmi boleh dipakai.
Profesor Ohta adalah pencipta intra uterine device (IUD)
berbentuk cincin yang terbuat dari logam. Spiral ini terkenal
dengan nama "cincin Ohta". Sekarang di sana populer pula IUD
"cincin Yusei". Jenis IUD lain seperti Lippes Loop, Cu-T, Cu-7
dan Multilan banyak dipakai di Indonesia. Namun hanya sekitar
10% wanita Jepang yang berkenan memakainya.
Kecemasan pemerintah Jepang terhadap spiral tetap kuat. Para
ahli sangat kuatir terhadap spiral yang menggunakan logam. Belum
lama berselang ada 2 perusahaan farmasi yang minta izin
memasarkan spiral yang mengandung bahan kimia aktif terbuat dari
tembaga. Tapi para penasihat di Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan tidak melihat perlunya spiral macam itu. Apalagi
belum diketahui secara pasti apa pengaruh logam tembaga
terhadap si pemakai. Perusahaan itu nampaknya bakal gagal masuk
Jepang.
Kewaspadaan tinggi dari pemerintah Jepang terhadap obat-obatan
anti-hamil dan alat KB ini terutama didasarkan pada pengalaman
pahit dari efek samping obat penenang thalidomide yang
mengakibatkan cacadnya anak-anak dari ibu yang meminumnya. Lagi
pula wanita Jepang tak mau "merusak" tubuhnya dengan memasukkan
sesuatuke dalam. Mereka ogah minum pil karena obat itu bisa
mengakibatkan kegemukan.
Di Indonesia penggunaan pil antihamil cukup besar. Sebanyak 70%
dari peserta KB meminumnya. Penjualannya pun begitu bebas. Di
Tana Toraa, Sulawesi Selatan, obat anti-hamil malahan sudah
dijual di kios-kios. Siapa saja boleh beli asal ada surat
keterangan dari dokter Puskesmas. Sikap sadar KB tersebut memang
boleh dipuji. Tapi pengalaman di Jepang yang lebih suka kondom
dan abortus patut direnungkan para ahli KB kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini