Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Karena Pemain Perlu Uang

Para pemain klub Jaka Utama terlibat kasus suap ketika menghadapi Indonesia Muda. Penyuap, A Hong di tangkap dan A Tok masih buron. Terbongkar melalui penyadapan telepon.

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG bandar suap akhirnya terperangkap. Hari sialnya tiba 26 Juni malam. Waktu itu A Hong, yang berdomisili di Tanjung Karang, mendapat sambungan interlokal dari Hotel City, Jakarta. Percakapan jarak jauh selama 10 menit antara A Hong dan relasinya itu disadap Eddy (bukan nama sebenarnya) yang malam itu bertugas sebagai operator kantor Telkom, Tanjung Karang. Menurut Eddy, dalam pembicaraan itu A Hong ditagih oleh pemain nasional Sudarno untuk segera mengirimkan uang Rp 4 juta yang telah disetujui lewat Budi Santoso dari Jaka Utama. Uang itu menyangkut pertandingan Jalia Utama melawan Indonesia Muda di Semarang, satu minggu sebelumnya. Jaka Utama konon diminta A Hong untuk mengalah. "Saya kecewa betul melihat permainan anak Jaka Utama, juga menjadi pemain inti tim PON X Lampung waktu itu," kata Eddy. "Saya sudah curiga mereka disogok. Cuma saya tak punya bukti." Bukti itu baru didapatkannya setelah ia bertugas di kantornya sekembali dari Semarang. "Penyadapan itu saya lakukan semata-mata karena saya merasa bertanggungjawab terhadap tim PON X Lampung," lanjut Eddy yang duduk dalam tim pembina sepakbola. Hasil penyadapan itu lalu dilaporkannya kepada Ir. Marzuli Waranegara, boss Jaka Utam dan penanggungjawab kesebelasan PON X Lampung. Diam Saja Penyadapan pembicaraan telepon seperti yang dilakukannya itu melanggar hukum. "Saya sudah siap untuk menerima segala risiko yang bakal terjadi," ujar Eddy. Marzuli, yang yakin akan kebenaran laporan itu, lalu melapor kepada Gubernur Lampung Yasir Hadibroto dan Pengurus PSSI. Kemudian gubernur meminta Marzuli untuk membersihkan tubuh tim PON X Lampung sesuai dengan petunjuk PSSI. "Ternyata Pengurus PSSI diam saja. Terpaksa soal itu saya beberkan kepada pers," kata Marzuli. Permainan suap yang dicurigai melibatkan Sudarno, Budi Santoso, Bujang Nasril, Asyik, dan Haryanto diungkapkannya di Tanjung Karang, 7 Agustus. Sikap Marzuli itu didukung oleh Danwil 61 Lampung Letkol (Pol.) Drs. Mohamad Ridwan serta Wakil Gubernur Drs Subki E Harun. "Saya akan bersihkan kasus suap ini sampai ke akar-akarnya," kata Ridwan kemudian kepada Effendi Saat dari TEMPo. la menambahkan penyuap dan mereka yang terkena sogok akan diajukannya ke pengadilan. A Hong kini sudah ditahan oleh pihak berwajib. Pengejaran masih dilakukan terhadap A Tok. Berdomisili di Jakarta, A Tok dituduh terlibat dalam kasus penyuapan itu. Dari pihak pemain baru Asyik yang ditahan. Bujang Nasril dan Budi Santoso sejak mendapat cuti lebaran belum kembali lagi ke asrama Jaka Utama di Tanjung Karang. Dua pelaku lainnya, yang disebut-sebut Sudarno dan Haryanto, masih tetap berlatih di klub masing-masing, Jayakarta dan Tidar Sakti. Tapi keduanya membantah terlibat dalam kasus A Hong. "Saya tidak dapat menerima tuduhan itu," kata Haryanto. Marzuli memang tidak ingin melibatkan Sudarno dan Haryanto. Targetnya semula adalah melakukan pembersihan di tubuh Jaka Utama saja. Tapi kedu ndma itu, katanya, terbawa rendong gara-gara hasil penyadapan telepon bterlokal Jakarta-Tanjung Karang itu. Ternyata tak semua pemain Jaka Utama yang terlibat mengakui kesalaham Asyik bersumpah bahwa ia tidak pernah dapat bagian dari Rp 4 juta itu. Ia cuma membenarkan bahwa A Hong pernah memberinya uang Rp 100.000, sebagai suap, untuk pertandingan melawan Indonesia Muda di Senayan, 1979. Waktu itu Jaka Utama kalah 5-0. "Waktu itu saya terima uang dari A Hong karena saya lagi bokek dan perlu uang," kata Asyik. "Setelah itu tak pernah berbuat lagi." A Hong telah menyogok pemain Jaka Utama bukan hanya untuk kalah, tapi juga untuk menang. "Penyuapan yang bersifat untuk memenangkan pertandingan selalu saya laporkan keadaan pelatih Jakob Sihasale," kata Asyik. Tapi Jakob membantah. Marzuli menyatakan klubnya akan segera bertindak setelah masalah ini diputuskan pengadilan. Tapi sementara menunggu keputusan hakim, ketiga pemain Jaka Utama yang merupakan inti kesebelasan PON X Lampung itu sudah tidak dipakainya lagi. Dari 18 pemain yang dipersiapkannya untuk tim PON X Lampung sekarang tinggal 12. Selain tiga orang yang terkena suap, sebagian pemainnya dipanggil PSSI Utama. PSSI belum menanggapi kasus suap yang dibeberkan Marzuli. Jurubicara PSSI Uteh Riza Yahya mengatakan bahwa PSSI menunggu dulu keputusan pengadilan dan klub. Hukuman yang akan dijatuhkan PSSI tetap ada, "bahkan bisa lebih berat daripada yang dijatuhkan klub," kata Uteh lagi. "Tergantung persoalannya." Namun Bujang Nasril, Sudarno dan Haryanto, adalah pemain nasional. Didesas-desuskan pula suap juga merembes ke PSSI Utama setelah pertandingannya melawan Fiji. Di Stadion Utama Senayan, 10 Agustus, PSSI Utama yang sudah unggul 3-0 sempat dikejar Fiji menjadi 3-3. PSSI Utama malam itu dinilai bermain buruk. Berkata pelatih Endang Witarsa: "Waktu melawan Fiji, kita memang lagi sial saja."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus