SEORANG bandar suap akhirnya terperangkap. Hari sialnya tiba 26
Juni malam. Waktu itu A Hong, yang berdomisili di Tanjung
Karang, mendapat sambungan interlokal dari Hotel City, Jakarta.
Percakapan jarak jauh selama 10 menit antara A Hong dan
relasinya itu disadap Eddy (bukan nama sebenarnya) yang malam
itu bertugas sebagai operator kantor Telkom, Tanjung Karang.
Menurut Eddy, dalam pembicaraan itu A Hong ditagih oleh pemain
nasional Sudarno untuk segera mengirimkan uang Rp 4 juta yang
telah disetujui lewat Budi Santoso dari Jaka Utama. Uang itu
menyangkut pertandingan Jalia Utama melawan Indonesia Muda di
Semarang, satu minggu sebelumnya. Jaka Utama konon diminta A
Hong untuk mengalah. "Saya kecewa betul melihat permainan anak
Jaka Utama, juga menjadi pemain inti tim PON X Lampung waktu
itu," kata Eddy. "Saya sudah curiga mereka disogok. Cuma saya
tak punya bukti."
Bukti itu baru didapatkannya setelah ia bertugas di kantornya
sekembali dari Semarang. "Penyadapan itu saya lakukan
semata-mata karena saya merasa bertanggungjawab terhadap tim PON
X Lampung," lanjut Eddy yang duduk dalam tim pembina sepakbola.
Hasil penyadapan itu lalu dilaporkannya kepada Ir. Marzuli
Waranegara, boss Jaka Utam dan penanggungjawab kesebelasan PON
X Lampung.
Diam Saja
Penyadapan pembicaraan telepon seperti yang dilakukannya itu
melanggar hukum. "Saya sudah siap untuk menerima segala risiko
yang bakal terjadi," ujar Eddy.
Marzuli, yang yakin akan kebenaran laporan itu, lalu melapor
kepada Gubernur Lampung Yasir Hadibroto dan Pengurus PSSI.
Kemudian gubernur meminta Marzuli untuk membersihkan tubuh tim
PON X Lampung sesuai dengan petunjuk PSSI. "Ternyata Pengurus
PSSI diam saja. Terpaksa soal itu saya beberkan kepada pers,"
kata Marzuli. Permainan suap yang dicurigai melibatkan Sudarno,
Budi Santoso, Bujang Nasril, Asyik, dan Haryanto diungkapkannya
di Tanjung Karang, 7 Agustus.
Sikap Marzuli itu didukung oleh Danwil 61 Lampung Letkol (Pol.)
Drs. Mohamad Ridwan serta Wakil Gubernur Drs Subki E Harun.
"Saya akan bersihkan kasus suap ini sampai ke akar-akarnya,"
kata Ridwan kemudian kepada Effendi Saat dari TEMPo. la
menambahkan penyuap dan mereka yang terkena sogok akan
diajukannya ke pengadilan.
A Hong kini sudah ditahan oleh pihak berwajib. Pengejaran masih
dilakukan terhadap A Tok. Berdomisili di Jakarta, A Tok dituduh
terlibat dalam kasus penyuapan itu. Dari pihak pemain baru Asyik
yang ditahan. Bujang Nasril dan Budi Santoso sejak mendapat cuti
lebaran belum kembali lagi ke asrama Jaka Utama di Tanjung
Karang. Dua pelaku lainnya, yang disebut-sebut Sudarno dan
Haryanto, masih tetap berlatih di klub masing-masing, Jayakarta
dan Tidar Sakti. Tapi keduanya membantah terlibat dalam kasus A
Hong. "Saya tidak dapat menerima tuduhan itu," kata Haryanto.
Marzuli memang tidak ingin melibatkan Sudarno dan Haryanto.
Targetnya semula adalah melakukan pembersihan di tubuh Jaka
Utama saja. Tapi kedu ndma itu, katanya, terbawa rendong
gara-gara hasil penyadapan telepon bterlokal Jakarta-Tanjung
Karang itu.
Ternyata tak semua pemain Jaka Utama yang terlibat mengakui
kesalaham Asyik bersumpah bahwa ia tidak pernah dapat bagian
dari Rp 4 juta itu. Ia cuma membenarkan bahwa A Hong pernah
memberinya uang Rp 100.000, sebagai suap, untuk pertandingan
melawan Indonesia Muda di Senayan, 1979. Waktu itu Jaka Utama
kalah 5-0. "Waktu itu saya terima uang dari A Hong karena saya
lagi bokek dan perlu uang," kata Asyik. "Setelah itu tak pernah
berbuat lagi."
A Hong telah menyogok pemain Jaka Utama bukan hanya untuk kalah,
tapi juga untuk menang. "Penyuapan yang bersifat untuk
memenangkan pertandingan selalu saya laporkan keadaan pelatih
Jakob Sihasale," kata Asyik. Tapi Jakob membantah.
Marzuli menyatakan klubnya akan segera bertindak setelah masalah
ini diputuskan pengadilan. Tapi sementara menunggu keputusan
hakim, ketiga pemain Jaka Utama yang merupakan inti kesebelasan
PON X Lampung itu sudah tidak dipakainya lagi.
Dari 18 pemain yang dipersiapkannya untuk tim PON X Lampung
sekarang tinggal 12. Selain tiga orang yang terkena suap,
sebagian pemainnya dipanggil PSSI Utama.
PSSI belum menanggapi kasus suap yang dibeberkan Marzuli.
Jurubicara PSSI Uteh Riza Yahya mengatakan bahwa PSSI menunggu
dulu keputusan pengadilan dan klub. Hukuman yang akan dijatuhkan
PSSI tetap ada, "bahkan bisa lebih berat daripada yang
dijatuhkan klub," kata Uteh lagi. "Tergantung persoalannya."
Namun Bujang Nasril, Sudarno dan Haryanto, adalah pemain
nasional.
Didesas-desuskan pula suap juga merembes ke PSSI Utama setelah
pertandingannya melawan Fiji. Di Stadion Utama Senayan, 10
Agustus, PSSI Utama yang sudah unggul 3-0 sempat dikejar Fiji
menjadi 3-3. PSSI Utama malam itu dinilai bermain buruk. Berkata
pelatih Endang Witarsa: "Waktu melawan Fiji, kita memang lagi
sial saja."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini