Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Latihan Dengan Metode Kompensasi

PASI mengirimkan 21 atlet untuk berlatih di Jerman Barat. Memakai metode kompensasi. Yang lolos kualifikasi PON X. Sudah ada 316 atlet. Sebagian akan dikirim untuk Sea Games XI di Manila.

22 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGIKUTI latihan di Stuttgart dan Kiel, Jerman Barat, para atlet Indonesi ternyata bisa membuat prestasi. Tiga rekor nasional -- lempar cakram, lontar martil, dan tolak peluru -- tumbang selang dua bulan mereka berlatih di sana. Suhadi, Ir. Budi Dharma, dan Mace Siahainenia -- ketiganya mematok rekor dalam pertandingan lokal di Karlsruhe (Juni) dan uji coba di Kiel (Juli). Rekor baru Suhadi untuk lempar cakram 44,80 m(lama 44,32 m), Budi untuk lontar martil 47,34 m (44,34 m), dan Mace untuk tolak peluru 13,40 m (12,95 m). Prestasi Suhadi dan Budi sudah dikukuhkan Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) sebagai rekor nasional terakhir. Sedang PASI masih menunggu laporan tentang prestasi Mace. Untuk latihan di Jerman Barat itu, PASI mengirimkan 21 atlet. Di antaranya 11 orang ke Kiel dan 10 lagi ke Stuttgart. Tapi sejak Juli jumlah mereka tinggal 20. Pelari Siegfried Lapian yang berlatih di Stuttgart dipulangkan karena menderita alergi, tak tahan terhadap perubahan cuaca. Tim Indonesia tiba di sana 29 Mei -- masih terasa dingin di sana. Pelatih Paulus Pasurney, yang mendampingi tim di Kiel, menyatakan hampir semua atlet pada mulanya mengalaml kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan dan perubahan cuaca. Sepanjang Juni latihan belum bisa dilakukan sepenuhnya. "Berlatih di lapangan berlapis karet, dengan suhu udara yang dingin, menyebabkan otot dan engsel kaki rasanya sakit sekali," kata atlet Judhi Karmani. Tim Indonesia di Jerman Barat berlatih lima hari dalam seminggu. Pagi (latihan fisik) selama dua jam dan sore (latihan teknik) sekitar dua setengah jam. Sistem latihan di sana berbeda sekali dengan pengalaman di Indonesia. Di Jerman Barat, menurut Paulus, pelatih menganut metode kompensasi dalam saha meningkatkan prestasi atlet. Metode kompensasi itu menekankan latihan pada komponen prestasi tertentu -- bisa berupa fisik rnaupun teknik. Komponen fisik bisa berupa daya tahan, kecepatan, dan kemampuan elastisitas otot. Komponen teknik bisa terdiri dari cara dan gaya seorang atlet dalam berlari, melompat, atau melempar. Di samping itu kepribadian atlet bersangkutan juga menentukan. Melaksanakan metode kompensasi itu, pelatih Frank Beckmann terpaksa menyiapkan bentuk dan jadwal latihan lari tersendiri untuk asuhannya, Uenny Maspeitella dan Vonny Sondakh. Henny, menurut Beckmann, lemah pada otot tungkai, perut dan punggung, tapi teknik larinya sudah baik. Sebaliknya-lengan Vonny. Karena perbedaan itu, menu yang diberikan untuk keduanya juga tak sama. Henny diberi makanan ekstra yang lebih banyak mengandung protein Mengenai Mace, menurut pelatih Beate Gobe, berat badannya harus diturunkan sekitar 10 kg lagi. Ia dinilai terlalu gemuk. Lemak yang berlipat di sekitar pinggang dan perutnya merupakan penghalang baginya untuk bergerak lebih cepat. Mace -- tinggi 165 cm dan berat 72 kg -- diharuskan lebih banyak latihan lari dibanding waktu di Indonesia. Selain itu ia juga lemah pada otot tungkai dan lengan. "Yang sudah baik dari Mace adalah eksplosivitas dan sudut tolakannya saja," kata Paulus mengutip Gobe. Di nomor lompat jauh, terdapat atlet Judhi Karmani, Ruben Noya, Wayan Kurniawan, Johannes Yong Chong, dan Mohtar Mohamad yang dilatih. Menurut pelatih Wolfgang Delf, mereka punya kelemahan dalam mengambil ancang-ancang. Judhi, misalnya, punya kecepatan yang makin rendah begitu mendekati papan tolak. Padahal di sini dibutuhkan kemampuan maksimal. Sedang empat pelompat jauh putra lainnya punya kelemahan dalam gerak dan langkah yang tidak efisien -- umumnya makin dekat ke titik tumpuan langkah mereka kian besar. Ini dianggap Delf merugikan. Pelari Mudjiono mengakui kemajuan yang dicapainya banyak sekali setelah berlatih di Jerman Barat selama dua setengah bulan. Juga peloncat galah Djoko Sudargo berkata begitu. "Walau belum menyumbangkan rekor nasional," ujar Mudjiono kepada Paulina Heidemann dari TEMPO, "Saya mulai punya kepercayaan terhadap diri sendiri." Mudjiono dan Djoko, keduanya pemegang ekor nasional, sekarang ini berhasil mencatat waktu tempuh maupun tinggi loncatan yang stabil. 316 Atlet Kecepatan Mudjiono sehari-hari berkisar 48 sampai 50 detik untuk putaran 400 m. Sedang loncatan Djoko 4 sampai 4,10 m. Rekor nasional dalam kedua nomor tersebut adalah 47,8 detik dan 4,20 m. "Rata-rata atlet kita mendapat kemajuan di Jerman Barat," kata Ketua Umum PASI Bob Hassan. Setelah meninjau ke Stuttgart dan Kiel, akhir Juli, Bob optimistis sistem latihan di Jerman Barat bisa diterapkan pula di Indonesia. Itulah sebabnya PASI juga mengirimkan pelatih Paulus dan Jan Sondakh mendampingi atlet. Tapi "semua itu akhirnya juga terpulang pada keseriusan atlet bersangkutan," lanjut Bob. Hanya mereka yang tinggal di Stuttgart yang dibiayai PASI. Sedang di Kiel biaya mereka ditanggung secara patungan oleh para pelatih -- seperti Beckmann dan Dr. Bodo Smith yang sudah pernah berkunjung ke Indonesia. "Ini dimungkinkan berkat terjalinnya kerjasama yang baik antara PASI dan Persatuan Atletik Jerman Barat (LDV)," kata Bob. Ternyata kemajuan tidak hanya dicapai di Jerman Barat. Juga untuk PON X (pertengahan September) di Jakarta sudah tercatat 316 atlet yang lolos kualifikasi, sedang jatah yang diberikan panitia cuma 230 orang. "Padahal angka kualifikasinya sudah dinaikkan," kata Kepala Humas PASI J. Mariono. Kelebihan atlet dari jatah itu konon cukup memusingkan panitia penyelenggara PON X. Sebagian dari mereka yang lolos kualifikasi, termasuk mereka yang berlatih di Jerman Barat, diduga akan terpilih untuk SEA Games XI di Manila, Desember. Saingan berat bagi Indonesia dalam atletik adalah Malaysia, Muangthai, dan Filipina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus