UNTUK pertama kalinya sejak masuk Pelatnas 1973, Liem Swie King dicoret sebagai calon pemain yang dipersiapkan untuk Asian Games X, di Seoul, September mendatang. Hapusnya nama King dalam daftar Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) gara-gara prestasinya menurun drastis akhir-akhir ini. Gagalnya King menyumbangkan satu angka penentu dalam final perebutan Piala Thomas melawan regu Cina, awal Mei lalu, baik sebagai tunggal ketiga maupun di nomor ganda, menjadi pertimbangan keluarnya keputusan PBSI itu. Selain itu, dalam kejuaraan Cina Terbuka, di Fuzhou, akhir Mei, King yang turun di nomor tunggal hanya mampu sampai babak kedua. Dalam kejuaraan itu, ia ditundukkan oleh pemain Inggris, Nick Yates, dengan straight set. Atas dasar itulah, pengurus PBSI melalui SK No. 62 yang ditandatangani oleh ketua umumnya, Try Sutrisno, mengembalikan Liem Swie King beserta beberapa pemain lainnya, seperti Kartono, Hastomo Arbi, dan Hendri Saputra, ke daerah asal masing-masing. Bersamaan dengan SK itu pula, PBSI menetapkan sembilan pemain putra yang akan masuk dalam pelatnas. Mereka adalah Icuk Sugiarto, 24, Lius Pongoh, 26, Eddy Kurniawan, 24, Bobby Ertanto, 26, Hadibowo, 2, Rudy Heryanto, 32, Sigit Pamungkas, 24, Eddy Hartono, 22, dan Alan Budi Kusuma, 20. Dilihat dari daftar di atas, tampaknya pengurus sudah mulai menyadari perlunya mengikutsertakan pemain-pemain muda sebagai pengganti pemain-pemain tua yang sudah mulai memudar prestasinya. Tidak tercantumnya nama King memang sempat dipertanyakan oleh para pengamat bulu tangkis. Sebab, untuk nomor ganda, kemampuan King masih bisa diandalkan. Apalagi, dalam pesta olah raga se-Asia nanti KONI berharap bulu tangkis mampu menyumbangkan sedikitnya tiga emas, seperti yang sudah dilakukan di AG IX, di India, 1982. Tapi mampukah PBSI memenuhi target itu dengan materi pemain-pemain muda? "Untuk mengejar prestasi, kita tidak boleh terpaku oleh seorang pemain," kata Tahir Djide, Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI kepada Farid Gaban dari TEMPO. Di samping itu, kata Tahir, pengurus juga menilai prestasi King akhir-akhir ini memang menurun dan yang paling membuat pengurus mengurut dada adalah penampilannya di final Piala Thomas. "Dia tidak memberikan segalanya waktu itu, gemuruh dukungan penonton tidak bisa dimanfaatkannya," ujar dosen FPOK IKIP Bandung ini mengenai dicoretnya nama King dari pelatnas. Mulai saat ini, menurut Tahir, pengurus sudah mulai memikirkan untuk sedikit demi sedikit melakukan regenerasi, misalnya untuk Asian Games mendatang perbandingan antara pemain tua dan muda 55:45. Adapun kriteria pemilihan mereka didasarkan kepada prestasi, disiplin, maupun loyalitas terhadap perbulutangkisan nasional. Di samping kriteria-kriteria lainnya. Hal itu juga dibenarkan oleh Christian Hadinata, 36, pelatih yang menangani pelatnas Asian Games. Pengurus tidak menginginkan atlet yang masuk dalam pelatnas bisa bertindak lebih dari seorang atlet, bisa melakukan tawar-menawar dalam hal latihan. Misalnya, kalau pelatih menyuruh lari 10 putaran, jangan mentang-mentang dibutuhkan lalu bisa menawar hanya melakukan 7 putaran. "Dan itu sering terjadi di dalam persiapan Piala Thomas yang lalu," tutur Christian. Sebenarnya bukan kali ini saja disipiin King diragukan. Di masa kepengurusan Sudirman, King sempat diskors selama tiga bulan karena datang terlambat ke tempat pertandingan sewaktu mengikuti SEA Games X, di Jakarta, 1979. Akibatnya, musuhnya Lee Hai Thong, dari Singapura, menang WO. "Itu semua terserah kepada pengurus, kalau memang mereka menilai saya seperti itu, saya bisa menerimanya," tutur Liem Swie King, 30, di tengah-tengah kesibukannya berlatih di Senayan. Walaupun tidak termasuk dalam pelatnas King tetap melakukan latihan fisik maupun teknik bersama-sama pemain lainnya. "Habis bulu tangkis sudah merupakan hobi, sih. Jadi, meskipun tidak terpilih, saya harus tetap menjaga kondisi," ujar bapak dua anak yang sempat main film bersama Eva Arnaz dalam Sakura dalam Pelukan, sewaktu menjalankan skorsing itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini