Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA orang hakim sama dengan dua kebenaran? Contohnya: Semula majelis hakim Pengadilan Negeri Padangsidempuan yang diketuai Mukmin Yus Siregar membebaskan seorang pedagang mobil, Haji Baginda Parlaungan Ritonga, dari tuduhan menipu. Dan, serta merta, hakim itu memerintahkan saksi pelapor, Lesmana Husin, ditahan dengan tuduhan memberikan sumpah palsu. Tapi baru-baru ini majelis hakim baru, yang diketuai I Ketut Sugriwa, membebaskan Lesmana dari tuduhan memberikan keterangan palsu. Jadi, aneh tapi nyata, dalam perkara tipu-menipu yang satu ini tak ada yang dianggap menipu meski ada yang ditipu. Karena, lain hakim memang lain vonisnya. Dua vonis hakim yang bertolak belakang itu bermula dari bisnis Haji Ritonga sebagai dealer mobil terbesar di Kota Padangsidempuan. Suatu hari, 1979, Haji Ritonga menjual sebuah mobil kepada Syafaruddin Situmeang dengan cara cicilan seharga Rp 6,1 juta. Tapi, sebelum cicilan itu lunas, Syafar ternyata telah menggudangkan mobil itu di rumahnya, karena rusak. Syafar pun, kabarnya, seak itu tidak lagi mau melunasi kreditnya yang masih tertinggal sebesar Rp 350 ribu. Sesuai dengan perjanjian, Haji Ritonga mengambil kembali mobil itu. Pengusaha itu, setelah memperbaiki mobil tadi dengan biaya Rp 1 juta, belakangan menjual kendaraan itu lagi kepada Lesmana - juga dengan cara cicilan - seharga Rp 2,25 juta. Semua transaksi berjalan lancar, sampai Lesmana melunasi cicilannya, pada Januari 1982. Setelah itu, barulah Lesmana merasa tertipu, sebab pada surat-surat mobilnya masih tercantum atas nama Syafar. Padahal, di dalam perjanjian jual-beli kredit, disebutkan mobil atas nama Hasril. Artinya, ketika mobil di tangan Lesmana, kendaraan itu sudah dua kali berpindah tangan - bukan dari tangan pertama seperti diperjanjikan. Selain itu, Lesmana juga merasa ditipu soal tahun pembikinan mobil, yang ternyata setahun lebih tua, 1980, dari yang diperjanjikan. Lesmana lalu mengadu ke polisi bahwa ia kena tipu. Ia merasa dirugikan, sebab mobil itu ternyata lebih tua dari yang disangkanya, dan ia juga terpaksa mengeluarkan uang untuk biaya balik nama sebesar Rp 920 ribu. "Seharusnya yang bertanggung jawab atas biaya balik nama itu 'kan Syafar atau Hasril," kata Lesmana, ketika mengadukan Haji Ritonga ke polisi. Di persidangan, Lesmana, yang tampil sebagai saksi pelapor, kembali mengulangi cerita tentang kerugian-kerugian yang dialaminya gara-gara membeli mobil dari Haji Ritonga itu. Tapi keterangannya itu dibantah keras Haji Ritonga. Menurut terdakwa, dalam surat perjanjian jual-beli mobil tegas-tegas disebutkan, Lesmana menanggung ongkos bea balik nama dan STNK mobil itu. Hanya pengurusan yang menjadi tanggung jawabnya. Ketua Majelis Hakim Mukmin Yus Siregar (waktu itu), pada persidangan sekitar April 1985, kembali menguji keterangan Lesmana. Tidak kurang dari tiga kali Mukmin menanyai Lesmana tentang kebenaran-keterangan-keterangannya. Lesmana, yang di kota itu dikenal sebagai pengusaha pabrik limun, tidak bergeming dengan pendapatnya. Seketika Mukmin menilai keterangan Lesmana itu sebagai keterangan palsu. Sebab, menurut Mukmin, sejak awal Lesmana sebenarnya sudah tahu bahwa mobil yang dibelinya itu adalah mobil bekas. Sebab itu, keberatannya yang muncul belakangan, yaitu tentang mobil atas nama orang lain, dianggap mengada-ada. "Jual-beli itu sudah selesai sesuai dengan surat perjanjian. Jika ia kemudian mengaku ditipu, keterangannya itu berarti palsu," kata Mukmin, ketika itu. Pada hari itu juga Mukmin mengeluarkan surat perintah penangkapan dan penahanan terhadap Lesmana. Tapi, entah mengapa, jaksa yang diperintahkan hakim untuk menangkap kecolongan: pengusaha limun itu ternyata kabur ke Medan. Barulah, dengan bantuan polisi, Lesmana bisa dibawa kembali ke Padangsidempuan. Tapi belakangan, pengadilan tinggi, yang tidak setuju dengan perintah penahanan itu, memberikan tahanan luar kepada Lesmana - setelah terdakwa ditahan selama 71 hari. Mukmin, konsekuen dengan tuduhannya kepada Lesmana sebagai saksi palsu, membebaskan Haji Ritonga dari tuduhan menipu, Juni 1985. Musim pun berganti. September lalu, Mukmin Yus Siregar dimutasikan, menjadi hakim tinggi di Banjarmasin. Penggantinya, I Ketut Sugriwa, kemudian menangani Lesmana yang belakangan diajukan jaksa ke sidang dengan tuduhan memberikan keterangan palsu. Tapi lain hakim lain putusannya - dan lain Mukmin lain pula Sugriwa. Majelis hakim baru ini menganggap Lesmana tidak terbukti memberikan keterangan palsu, dan menilai bahwa penetapan Mukmin sebelumnya lebih bersifat pribadi. Menurut majelis Sugriwa, perjanjian jual beli antara Haji Ritonga dan Lesmana memang mengikat kedua pihak, tapi itu harus batal bila ada kekeliruan. Dan kekeliruan itu, menurut hakim, terjadi karena Lesmana tidak menyangka ia harus menanggung ongkos balik nama mobil itu. "Apalagi belakangan mobil itu tidak bisa dioperasikan oleh Lesmana, karena ada Operasi Zebra," ujar seorang anggota majelis, M. Malau, kepada TEMPO . Kecuali soal perjanjian yang cacat itu, menurut Malau, penyidikan atas kasus Lesmana itu juga menyalahi KUHAP: Lesmana ternyata ditahan dan disidik jaksa - bukan polisi sebagai ditentukan KUHAP, kata hakim itu."Jika proses perkara salah, terdakwa - mau tidak mau - harus dibebaskan," ujar Malau. Adakah Lesmana akan menuntut ganti rugi kepada pengadilan yang keliru mengurus kasusnya? Syukur, tidak. "Yang sudah, ya, sudahlah...," ujar Lesmana, yang kini menjadi Perwakilan Porkas di Tapanuli Selatan. Sebaliknya, Jaksa A.O. Nazara, yang sebelumnya menuntut setahun penjara, pekan lalu, mengirimkan memori kasasinya ke Mahkamah Agung. "Jika merasa dirugikan Haji Ritonga, tentu, Lesmana akan buru-buru mengembalikan mobil itu. Tapi, nyatanya, ia memakai mobil itu lebih dari dua tahun sebelum melapor ke polisi," ujar Nazara. Ya, upaya hukum-menghukum masih ada. Karni Ilyas, Laporan Bersihar Lubis (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo